definisi khilafah
Oleh : Ahmad Khozinudin | Sastrawan Politik
Saya suka diskusi, dengan siapapun, bahkan dengan yang berbeda pandangan. Asalkan, diskusinya intelek, argumentatif, berdasarkan data dan fakta, atau setidaknya secara logika dapat dinalar dengan akal yang sehat. Kalau tidak sependapat dengan simpulan diskusi, atau memiliki pikiran dan pandangan berbeda, itu biasa.
Tapi, kalau hanya modal 'nyolot' atau 'nyinyir' dengan cara merendahkan pendapat tanpa menunjukkan dalil dan argumentasi, kemudian merasa berada di puncak menara ilmu ? Mohon maaf, sikap seperti ini pada hakekatnya sedang mendegradasi diri, merendahkan marwah, bahkan pamer kebodohan.
Boleh, ada yang berbeda pendapat dengan saya khususnya soal Khilafah. Karena itu, dibutuhkan diskusi agar terjadi dialektika pemikiran yang dari sana masing-masing dapat mengambil manfaat ilmu, selanjutnya silahkan ambil kesimpulan masing-masing. Istilahnya, kita boleh sepakat untuk tidak sepakat.
Tapi di GWA IDe Human Development, ada anggota GWA entah Chaidar siapa, saya tak terlalu tahu dan tak penting juga untuk tahu, begitu mudah menyematkan nisbat orang lain tidak paham, hanya berbekal nyinyiran.
Misalnya, dia mengatakan :
_"HTI memahami khilafah saja salah. Dulu ada buku Taqiyuddin An Nabhani tentang demokrasi dan Negara Islam. Taqiyuddin juga salah mengerti tentang Republik. Masak republik berasal dari kata re (kembali) dan publik (masyarakat). 😄 Tidak adakah kamus atau ensiklopedia di rumahnya?"_
Padahal, dia tak pernah mendefinisikan Khilafah kemudian membandingkan pendapatnya dengan pandangan saya. Sayangnya, dia juga terlalu jauh lancang menyoal Syekh Taqiyuddin an Nabhani yang berderajat Mujtahid yang menghasilkan banyak kitab dan dikaji banyak kaum muslimin diberbagai negeri, ketimbang dirinya yang kitabnya saja tidak dikenal atau mungkin juga tidak memiliki kitab.
Baiklah, debatnya ke saya saja. Walaupun saya anggota HTI, tapi tulisan ini adalah pendapat saya pribadi. Saya tidak sedang membela HTI, tapi ingin menunjukkan pandangan saya tentang Khilafah.
Untuk mengawali saya akan kutip dulu definisi Khilafah menurut Wikipedia. Secara umum, semua informasi dan ta'rif dari Wikipedia cukup lumayan otoritatif.
Khilafah (bahasa Arab: الخلافة, Al-Khilāfah) didefinisikan sebagai sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Orang yang memimpinnya disebut Khalifah, dapat juga disebut Imam atau Amirul Mukminin.
Misalnya ketika Khalifahnya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq beliau dikenal dengan sebutan Khalifatu Ar-Rasulillah (penggantinya Nabi Muhammad), ketika Khalifah Umar bin Khattab beliau disebut Amirul Mukminin (pemimpinnya orang beriman), dan ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib beliau disebut Imam Ali. Itu kata Wikipedia.
Saya tidak kutip pendapat ulama, saya hanya ingin tegaskan bahwa Khilafah itu negara, bukan organisasi, bukan milisi, bukan partai, bukan sekedar ormas. Jadi, khilafah itu bukan ISIS bukan pula apa yang diklaim oleh Jamaah Khilafatul Muslimin yang mengklaim telah memiliki Khalifah dan membaiatnya.
Karena Khilafah itu Negara, maka Khilafah itu terdiri dari tiga unsur : *pemerintahan (penguasa), rakyat dan wilayah.* Tiga unsur ini, yakni penguasa, rakyat dan wilayah kekuasaan ada pada Negara Khilafah yang dipimpin Abu Bakar RA, Umar RA, Utsman RA, Ali RA, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, Hingga yang terakhir di Turki Utsmani.
Pasca Kekhilafahan Islam terakhir pada tahun 1924 M di Turki diruntuhkan oleh Inggris melalui agennya Mustofa Kamal la'natulloh, sejak saat itu penguasa khilafah yakni Khalifah tidak ada, rakyat Khilafah juga diambil alih Negara Sekuler Republik Turki, Wilayah Khilafah dipecah belah oleh Inggris menjadi negara-negara kecil dalam bentuk Republik dan Kerajaan.
Kerajaan Arab Saudi (KSA), adalah negara ilegal (Bughot kepada Khalifah yang sah) hasil pecah belah Khilafah. Dan pusat kekuasaan Khilafah di Turki, di sekuler kan oleh Mustofa La'natullah. Wilayah Khilafah dipecah-pecah menjadi lebih dari 50 Negara.
Sementara rakyat Khilafah, dipaksa menjadi rakyat negara bangsa (nation state) hasil kesepakatan Sykes Picot yakni perjanjian untuk memecah-belah kekuasaan Khilafah Islam menjadi beberapa negara, dilakukan dalam sebuah perjanjian rahasia yang dilakukan antara Inggris dan Perancis tahun 1916. Wilayah bekas Khilafah menjadi negeri jajahan Inggris dan Perancis.
Karena itu, perjuangan mengembalikan Khilafah maksudnya adalah menegakkan kembali daulah (negara) Khilafah. Yakni, Negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah dan keamanannya ada ditangan kaum muslimin, meskipun warga negara tidak semuanya Muslim.
Darimana perjuangan ini dimulai ? Karena unsur negara harus ada penguasa, rakyat dan wilayah ?
Jawabnya, adalah perjuangan ini dilakukan di seluruh negeri kaum muslimin, terutama yang penguasa, rakyat diwilayahnya setuju untuk menegakkan Khilafah. Jika suatu negeri, rakyat dan penguasanya setuju mendirikan Khilafah, maka berdirilah Khilafah. Mudah bukan ?
Selanjutnya, dari titik khilafah berdiri, Khalifah akan menyatukan seluruh negeri kaum muslimin, mengembalikan kembali menjadi negara yang satu, umat yang satu, dengan menerapkan Al Qur'an dan as Sunnah sebagai sumber konstitusi dan hukum yang diberlakukan negara.
Bagaimana jika rakyat menolak ? Penguasa menolak ? Itulah, butuh dakwah kepada rakyat dan penguasa sebagaimana Rasulullah Saw berdakwah hingga menemukan wilayah Madinah dimana rakyat dan penguasanya setuju didirikan negara Islam. Apakah ada cara lain ? Ikut pemilu misalnya ? Kudeta misalnya ? People Power misalnya ?
Jawabnya tidak ada, hanya dengan dakwah. Rasulullah Saw mendirikan negara Islam di Madinah itu dengan dakwah, bukan dengan membangun milisi militer dan melakukan kudeta, bukan pula menggerakkan gerakan people power untuk merampas kekuasaan. Rasulullah Saw hanya berdakwah, hingga terbangun kesadaran dan akhirnya kekuasaan diserahkan secara sukarela oleh penduduk Madinah kepada Rasulullah Saw. Itu pulalah, peta jalan menuju Khilafah. Yakni akan diraih dengan aktivitas dakwah.
Ini pendapat saya, mana pendapat Anda !
COMMENTS