Demokrasi tidak bisa menjamin rasa aman
Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)Rangga anak shaleh berusia 9 tahun itu mati Syahid setelah susah payah melindungi Ibu Kandungnya dari perbuatan jahat sang Pembunuh. Walau pun fisiknya masih anak-anak namun semangat jihadnya bagai panglima militer besar.Sangat militan dan berani. Baginya Ibunya adalah Surganya dan orang yang sangat berjasa bagi hidupnya.Sayang pertarungan ini tidak seimbang. Secara logika, seorang anak kecil tak mungkin mampu melawan orang dewasa. Meskipun orang dewasa itu tidak bersenjata.Rangga kemudian mati syahid dibacok kriminal biadab. Siapa pun akan menangis bila membaca usaha Rangga dalam menyelamatkan Ibunya. Semua orang yang memiliki akal sehat dan hati nurani pasti akan mengutuk penjahat itu. Namun, semua ini bisa terjadi karena sistem hukum sekuler dalam sistem demokrasi ternyata sangat lemah dan tidak mampu melindungi warga negara dari tindakan bejat para kriminal. Penjahat itu tentu sudah tahu resiko yang akan menimpa dirinya bila dia nekat membunuh Rangga dan melecehkan Ibunya.Bahwa hukuman yang akan menimpanya tidak akan berat. Setidaknya akan mendekam di penjara selama beberapa tahun. Ini lah kegagalan demokrasi.Lemah dalam memberikan sanksi hukum. Banyak kasus kriminalitas lainnya yang berujung pada hilangnya nyawa korban tetapi selalu berakhir dengan hukuman penjara yang ringan. Dalam kasus kriminalitas terhadap Rangga dan Ibunya, si pelaku diancam hukuman penjara 20 tahun, pidana seumur hidup atau hukuman mati.Kemungkinan si Pelaku berpotensi hanya mendapatkan hukuman penjara saja (sempat dikabarkan pelaku telah meninggal dunia di dalam penjara). Jika ini terjadi maka ketidakadilan hukum akan terus tejadi. Kasus pelecehan dan pembunuhan banyak terjadi bahkan sebelum kasus ananda Rangga ini mencuat. Dan diperkirakan jika sistem hukum terus lemah kasus-kasus baru yang serupa bisa terulang kembali.Jika seperti ini kelakuan sistem hukum dalam demokrasi maka jangan heran kejahatan di tengah masyarakat meningkat. Tindakan kriminalitas yang dilakukan pelaku berlapis-lapis mulai dari pembunuhan anak di bawah umur dan pelecehan terhadap kehormatan wanita.Demokrasi adalah sistem buatan akal manusia. Produk hukumnya pun menggunakan pertimbangan akal manusia. Maka jangan heran lagi pelaku kriminal besar banyak yang hanya dihukum penjara dan mendapatkan makanan gratis selama menghadapi masa hukuman.Akibatnya mereka tidak jera dalam melakukan aksi kriminalitas. Ini berbeda dengan Sistem Khilafah. Ketika ada wanita yang dilecehkan bukan anak kecil yang sendiri berjuang melindungi keluarganya, negara pun turut turun tangan menghilangkan aksi jahat itu. Dulu ketika wanita Muslimah dilecehkan di pasar Yahudi dan Muslim yang membelanya dibunuh, Daulah Islam hadir dan menghukum bani Yahudi tersebut (Bani Qoinuqo diusir dari Madinah).Bagi pelaku pembunuhan anak kecil maka hukuman yang paling pantas adalah pelakunya dihukum mati atau qishos. Hukuman mati dipertunjukkan kepada khalayak umum sehingga menimbulkan efek jera terhadap orang lain agar tidak melakukan kriminalitas sejenis.Selain itu, Daulah Islam atau Khilafah akan menutup akses pornografi yang sering menjadi inspirasi bagi para penjahat pelecehan. Khilafah juga akan membuka lapangan pekerjaan dan mengusir kapitalis agar semua warga negara punya akses untuk bekerja dan tidak melakukan tindakan kriminal karena kekurangan materi. Khilafah juga akan memupuk pendidikan aqidah kepada masyarakat agar mereka senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT dan takut berbuat kriminalitas. Sistem hukum inilah yang berhasil menyelamatkan wanita dan menekan angka kejahatan. Bahkan ketika ada wanita yang dilecehkan di benteng Amuria, Romawi Timur (luar negeri), Khilafah Abbasiyah mengirimkan pasukan ke luar untuk membebaskan Muslimah tersebut. Bukankah kita rindu sistem seperti ini? Mari kita tegakkan. []Bumi Allah SWT, 18 Oktober 2020#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
COMMENTS