Adanya isu radikalisme yang kembali bergulir di tengah pandemik Covid-19 disesalkan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI). Terlebih, radikalisme kerap kali dimaknai secara sepihak dengan mengaitkan agama Islam.
Adanya isu radikalisme yang kembali bergulir di tengah pandemik Covid-19 disesalkan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI). Terlebih, radikalisme kerap kali dimaknai secara sepihak dengan mengaitkan agama Islam.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin saat jumpa pers daring Rapat Pleno ke-68 Dewan Pertimbangan MUI bertajuk 'Taushiyah Tentang Penggunaan Isu Radikalisme', Selasa (28/7).
"Dewan Pertimbangan MUI memprihatinkan pengembangan kembali isu radikalisme yang ditujukan kepada umat Islam," ujar Din.
Ia pun meminta kepada semua pihak, baik pemerintah maupun umat Islam itu sendiri untuk tidak lagi mengembangkan isu radikalisme yang kerap dikait-kaitkan dengan umat Islam. Sebab, radikalisme juga ekstrimisme bukan hanya terjadi dalam pusaran agama tertentu semata.
Radikalisme dan ekstrimisme, kata Din, terjadi di semua umat beragama yang disebabkan sejumlah faktor yang sangat kompleks. Mulai dari faktor ketidakadilan ekonomi hingga sosial politik.
"Radikalisme dan ekstremisme juga bermotifkan ketidakadilan ekonomi. Juga, bisa mengejawantah dalam bentuk radikalisme politik," jelasnya.
Atas dasar kompleksitas tersebut, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini berpandangan, jika ada pihak yang menuduh orang lain radikal dan ekstrem, maka secara tidak langsung orang yang menuduh tersebut telah mempraktikkan tindakan radikal dan ekstrem.
"Cara-cara seperti itu, dengan menuduh pihak lain radikal atau ekstrem adalah bentuk radikalisme dan ekstremisme itu sendiri," pungkasnya. (*)
COMMENTS