Djarot tidak 'mengincar' PKS. Tapi, dia berkelakar soal pindahnya kader PDIP yang menjabat Plt Walikota Medan, Akhyar Nasution, ke Partai Demokrat
Pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD PDIP Sumut, Djarot Saiful Hidayat, kembali menjadi sorotan.
Kali ini, Djarot tidak 'mengincar' PKS. Tapi, dia berkelakar soal pindahnya kader PDIP yang menjabat Plt Walikota Medan, Akhyar Nasution, ke Partai Demokrat.
Namun, kelakar Djarot dinilai tidak elok. Karena terlalu merecoki Partai Demokrat yang mengusung jargon 'Katakan tidak pada korupsi'.
Menurut Wasekjen DPP Demokrat, Jansen Sitindaon, seharusnya Djarot fokus kepada kadernya yang kini masih berurusan dengan KPK karena terlibat kasus rasuah, Japorman Saragih.
"Pertandingan Pilkada Medan belum juga dibuka, sudah nuduh kemana-mana Pak Djarot ini. Tak elok, apalagi Akhyar sampai minggu lalu pun masih kader PDIP sama dengan pak Djarot. Apalagi sampai bawa-bawa jargon 'katakan tidak pada korupsi segala'. Seperti semua kader PDIP sudah bebas korupsi saja!" tukas Jansen Sitindaon, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu malam (25/7).
"Lebih baik, saran saya, Pak Djarot urusi saja itu Bang Japorman Saragih yang kemarin sudah ditahan KPK," imbuhnya menegaskan.
Menurut Jansen, komentar Djarot bernada nyinyir kepada Akhyar Nasution yang pindah ke Demokrat belum terbukti secara hukum. Berbeda dengan kader banteng yang jelas-jelas telah ditahan lembaga antirasuah.
"Kalau soal korupsi, rasanya itu urusan Pak Djarot yang di depan mata. Bukan malah nyambar ke mana-mana. Sebagai Plt PDIP Sumut yang gantikan Japorman, harusnya Djarot fokus saja urusi temannya yang lagi kesusahan dan ke sana saja sampaikan 'katakan tidak pada korupsi' itu," jelasnya.
"Ketimbang cawe-cawe ngurusi hal yang belum tentu Pak Djarot mengerti jelas," sambungnya.
Lanjut Jansen, terkait pemeriksaan Akhyar dalam kasus MTQ yang dituduhkan Djarot merupakan kewajiban seorang warga negara taat pada penegak hukum. Meskipun berstatus sebagai saksi untuk memberikan keterangan.
"Yang saya tahu Pak Akhyar dipanggil sebagai saksi ya. Karena dia bukan Pengguna Anggaran (PA) dan bukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), karena dia hanya Plt Walikota saja. Jadi, jikapun itu misalnya bermasalah, Akhyar tidak ada urusan dengan anggaran itu. Karena dipanggil sebagai saksi ya dia datang," tuturnya.
"PA dan KPA lah yang bertanggung jawab terhadap keuangan negara. Tapi untuk lengkapnya, lebih baik nanti Pak Akhyar yang jelaskan ke publik karena ini terkait nama baiknya," tambah Jansen.
Lebih lanjut, Jansen menegaskan sekaligus mengajak semua pihak untuk mengindahkan etika dalam berdemokrasi. Terutama menghadapi Pilkada Serentak 2020.
"Marilah kita ber-pilkada ini dengan etika. Demi kebaikan Demokrasi kita, Partai Demokrat telah memberi alternatif pilihan bagi publik di kota Medan. Biarlah nanti masyarakat yang menentukan pilihannya," ucap Jansen.
"Masak koalisi yang sudah segemuk itu, masih takut dengan koalisi rakyat yang hanya didukung dua partai saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Djarot Saiful Hidayat berkelakar menanggapi kabar berpindahnya Akhyar Nasution menjadi kader Partai Demokrat.
Menurutnya, langkah tersebut mengingatkannya kepada iklan dan jargon ‘katakan tidak pada korupsi’ erat kaitannya dengan Partai Demokrat.
“Mungkin dengan bergabung ke Partai Demokrat yang bersangkutan (Akhyar) ingin mencitrakan ‘katakan tidak pada korupsi’,” Kata Djarot.
Menurut Djarot, hal tersebut bertolak belakang dengan realitas. PDIP, kata Djarot, mencatat Akhyar Nasution pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan tahun 2020 yang disebut-sebut ada dugaan penyelewengan dana sebesar Rp 4,7 miliar.
Djarot bahkan mengklaim tidak akan mencalonkan kepala daerah yang memiliki kinerja dan track record yang buruk. Karenanya, Akhyar Nasution akan mendapatkan sanksi tegas karena telah berlabuh ke partai lain.
Kader partai harus berdisiplin dan berpolitik, bukan untuk berburu kekuasaan politik,” demikian Djarot. (Rmol)
Kali ini, Djarot tidak 'mengincar' PKS. Tapi, dia berkelakar soal pindahnya kader PDIP yang menjabat Plt Walikota Medan, Akhyar Nasution, ke Partai Demokrat.
Namun, kelakar Djarot dinilai tidak elok. Karena terlalu merecoki Partai Demokrat yang mengusung jargon 'Katakan tidak pada korupsi'.
Menurut Wasekjen DPP Demokrat, Jansen Sitindaon, seharusnya Djarot fokus kepada kadernya yang kini masih berurusan dengan KPK karena terlibat kasus rasuah, Japorman Saragih.
"Pertandingan Pilkada Medan belum juga dibuka, sudah nuduh kemana-mana Pak Djarot ini. Tak elok, apalagi Akhyar sampai minggu lalu pun masih kader PDIP sama dengan pak Djarot. Apalagi sampai bawa-bawa jargon 'katakan tidak pada korupsi segala'. Seperti semua kader PDIP sudah bebas korupsi saja!" tukas Jansen Sitindaon, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu malam (25/7).
"Lebih baik, saran saya, Pak Djarot urusi saja itu Bang Japorman Saragih yang kemarin sudah ditahan KPK," imbuhnya menegaskan.
Menurut Jansen, komentar Djarot bernada nyinyir kepada Akhyar Nasution yang pindah ke Demokrat belum terbukti secara hukum. Berbeda dengan kader banteng yang jelas-jelas telah ditahan lembaga antirasuah.
"Kalau soal korupsi, rasanya itu urusan Pak Djarot yang di depan mata. Bukan malah nyambar ke mana-mana. Sebagai Plt PDIP Sumut yang gantikan Japorman, harusnya Djarot fokus saja urusi temannya yang lagi kesusahan dan ke sana saja sampaikan 'katakan tidak pada korupsi' itu," jelasnya.
"Ketimbang cawe-cawe ngurusi hal yang belum tentu Pak Djarot mengerti jelas," sambungnya.
Lanjut Jansen, terkait pemeriksaan Akhyar dalam kasus MTQ yang dituduhkan Djarot merupakan kewajiban seorang warga negara taat pada penegak hukum. Meskipun berstatus sebagai saksi untuk memberikan keterangan.
"Yang saya tahu Pak Akhyar dipanggil sebagai saksi ya. Karena dia bukan Pengguna Anggaran (PA) dan bukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), karena dia hanya Plt Walikota saja. Jadi, jikapun itu misalnya bermasalah, Akhyar tidak ada urusan dengan anggaran itu. Karena dipanggil sebagai saksi ya dia datang," tuturnya.
"PA dan KPA lah yang bertanggung jawab terhadap keuangan negara. Tapi untuk lengkapnya, lebih baik nanti Pak Akhyar yang jelaskan ke publik karena ini terkait nama baiknya," tambah Jansen.
Lebih lanjut, Jansen menegaskan sekaligus mengajak semua pihak untuk mengindahkan etika dalam berdemokrasi. Terutama menghadapi Pilkada Serentak 2020.
"Marilah kita ber-pilkada ini dengan etika. Demi kebaikan Demokrasi kita, Partai Demokrat telah memberi alternatif pilihan bagi publik di kota Medan. Biarlah nanti masyarakat yang menentukan pilihannya," ucap Jansen.
"Masak koalisi yang sudah segemuk itu, masih takut dengan koalisi rakyat yang hanya didukung dua partai saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Djarot Saiful Hidayat berkelakar menanggapi kabar berpindahnya Akhyar Nasution menjadi kader Partai Demokrat.
Menurutnya, langkah tersebut mengingatkannya kepada iklan dan jargon ‘katakan tidak pada korupsi’ erat kaitannya dengan Partai Demokrat.
“Mungkin dengan bergabung ke Partai Demokrat yang bersangkutan (Akhyar) ingin mencitrakan ‘katakan tidak pada korupsi’,” Kata Djarot.
Menurut Djarot, hal tersebut bertolak belakang dengan realitas. PDIP, kata Djarot, mencatat Akhyar Nasution pernah diperiksa terkait dugaan penyelewengan anggaran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-53 tingkat Kota Medan tahun 2020 yang disebut-sebut ada dugaan penyelewengan dana sebesar Rp 4,7 miliar.
Djarot bahkan mengklaim tidak akan mencalonkan kepala daerah yang memiliki kinerja dan track record yang buruk. Karenanya, Akhyar Nasution akan mendapatkan sanksi tegas karena telah berlabuh ke partai lain.
Kader partai harus berdisiplin dan berpolitik, bukan untuk berburu kekuasaan politik,” demikian Djarot. (Rmol)
COMMENTS