Menyambut New Khilafah
Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
New Normal beda dengan New Khilafah. New Normal adalah keadaan dimana semua manusia harus hidup berdampingan dengan virus Corona tanpa menganggapnya sebagai sebuah ancaman.
Bagi penganut New Normal, pandemi Covid-19 bukan sesuatu yang ditakuti. Jika terus-terusan Lock Down, tentu negara akan mati karena ekonomi lesu.
New Normal dianggap kembali ke kehidupan awal dengan jaminan Corona tak akan mengganggu umat manusia. Sepintas bagus tetapi dalam praktiknya New Normal tak bisa meredam angka positif Corona yang telah mencapai 45.891 kasus di Indonesia (sindonews.com, 24/6).
Selain isu global Corona, yang ditakuti kaum kafir Barat dan Timur saat ini adalah kehadiran kembali New Khilafah. Khilafah yang kedua (baru) tetapi sama persis sistem pemerintahannya dengan Khilafah yang pertama (sejak zaman Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq hingga Khalifah Abdul Hamid II, selama 14 abad pemerintahannya).
New Khilafah dianggap berbahaya karena akan mengganggu kepentingan kapitalistik negara-negara adidaya di dunia yang selalu menjajah dan menjarah negeri-negeri Kaum Muslimin. Dunia selama ini hidup dalam keadaan abnormal.
Bayangkan saja, AS bisa menjadi negara terkaya di dunia dengan hasil mencaplok kekayaan alam negeri-negeri Kaum Muslimin. AS bertahan di Irak, Afganistan, Suriah demi kepentingan minyaknya.
Lembaga dunia seperti World Bank dan IMF seringkali dimanfaatkan untuk membuat negara-negara berkembang terjebak utang dan bergantung kepada AS. AS bukanlah penyelamat dunia tetapi "seorang ketua gang penjahat" yang mengontrol dunia lewat PBB.
Rusia dan Inggris pun mencoba menyaingi AS dalam kemampuan menjajah ala kapitalisitik dengan menancapkan pengaruh politik dan militernya di sebagian negara Timur Tengah. China pun tak kalah jahatnya.
China memang tidak menempuh gerakan militer. Namun, lebih piawai dalam gerakan ekonomi untuk menjebak negara-negara lemah sehingga gagal bayar utang. Zimbabwe dan Xinjiang Timur (Uighur) merupakan contoh korban pemerasan China.
Jika begini dimana letak keadilan internasional? Sungguh Umat manusia ingin hidup dalam kondisi normal bukan abnormal.
Mereka ingin hidup tanpa dijarah SDAnya, kemiskinan, pengangguran dan kekerasan antar ras. Semua itu tentu ada dalam Sistem Islam yang diakui oleh para Pakar Muslim atau Non Muslim pernah memakmurkan dunia selama 14 abad lamanya.
Namun, adanya New Khilafah berarti New Global Power sehingga negara-negara yang bertetangga di dunia mempunyai banyak cara pandang terhadap sistem ini. Bagi negara kapitalis yang resah adalah penguasa boneka dan para kapitalis besarnya.
Mereka lewat lembaga think thank NIC meramalkan datangnya New Khilafah sebagai satu dari 5 pemimpin besar dunia. Dan mereka telah merancang strategi untuk menghadapinya.
Yaitu dengan menggelontorkan isu terorisme, tak laku diganti dengan radikalisme dan garis kanan keras. Begitu pun China sangat keras terhadap kekuatan ekonomi apa pun yang mengancamnya. China senang dengan keadaan AS yang sedang terpuruk dengan Corona dan Rasialisme.
Namun China tak bisa mengabaikan akan hadirnya New Khilafah yang akan mengalahkan kekuatan ekonominya. Selain itu negara-negara lainnya hanya mengikuti permainan politik AS, China, Rusia dan Inggris.
Sedangkan Kaum Muslimin sedang berusaha mengembalikan New Khilafah untuk menghilangkan hegemoni negara kapitalis besar empat sekawan itu. Mereka ingin melepaskan penjajahan Israel di tanah Palestina.
Mereka ingin menyambut kembali persatuan Kaum Muslimin lewat janji Allah SWT dan Rasul-Nya. New Khilafah akan membebaskan juga negeri-negeri Non Islam dari ideologi Kapitalisme dan Komunisme.
Dan mendakwahkan mereka ke Islam. Seperti dulu rakyat Mesir meminta Khilafah untuk mengusir penjajah Romawi dan menerima dakwah Islam. New Khilafah diyakini mampu mewujudkan keadilan dan kemakmuran internasional seperti dulu kala. []
Bumi Allah SWT, 25 Juni 2020
#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
COMMENTS