Kenaikan BPJS
/ Penulis : Vinci Pamungkas /
Pandemi belum berakhir. Kurva kasus positif covid-19 masih menanjak. Perekonomian Indoesia makin terpuruk. Ribuan pekerja dirumahkan. Omset pedagang terus merosot. Di tengah kondisi yang memprihatinkan ini presiden Jokowi memilih untuk menaikkan iuran BPJS.
Kebijakan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. ditandatangani oleh Jokowi pada Selasa (5/5/2020).
Kenaikan iuran ini untuk peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34. Kenaikan tarif mulai berlaku pada 1 Juli 2020 mendatang. Berikut rincian kenaikannya:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000. Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000. Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Keputusan presiden ini menuai banyak kritik. Dari politisi PDIP, anggota DPD, Wali Kota Solo, Said Aqil, hingga AHY hujani keputusan tersebut dengan kritik keras. "Kami menyayangkan kenaikan tarif BPJS ditengah wabah Covid-19. Masyarakat sedang membutuhkan fasilitas jaminan kesehatan, sementara pandemi juga menciptakan peningkatan pengangguran & angka kemiskinan. Masyarakat ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula," tulis AHY dalam akun twitter pribadinya.
/ Penguasa Tanpa Empati /
Keputusan Jokowi memang membuat geram banyak orang. Baru saja kenaikan iuran BPJS dibatalkan oleh mahkamah agung (MA) di Januari 2020, Mei ini Jokowi memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS pada Juli 2020 secara diam-diam. Saat ditanya alasan kenaikan ini, pihak istana hanya menjawab “pemerintah juga dalam keadaan sulit”. Jawaban tanpa empati dari orang yang harusnya mengayomi.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi mengenai iuran BPJS memang sah-sah saja dalam negara yang menganut ide kapitalisme. Toh mereka membebaskan penguasanya mengatur rakyatnya sesuai dengan kemanfaatan yang mereka butuhkan. Berdasarkan prinsip kebebasan bertingkah laku. Bebas tanpa aturan, tanpa petunjuk dari manapun, tanpa pedoman dari kitab apapun termasuk kitab suci.
Maka tak sepenuhnya salah Jokowi, tapi sistem kapitalisme yang membuka peluang besar untuk melahirkan seorang penguasa tanpa empati.
/ Penguasa Dambaan Rakyat /
Penguasa yang diinginkan rakyat pastilah penguasa yang bisa mengayomi rakyat. Memenuhi kebutuhan rakyat terutama saat terjadi pandemi seperti saat ini. Ikhlas berjuang untuk menjaga rakyatnya sehat, aman dari penularan wabah yang mematikan. Penguasa seperti ini tak akan hadir dari sistem kapitalisme yang memprioritaskan kesehatan ekonomi daripada rakyatnya.
Wujud penguasa dambaan rakyat ini pernah hadir belasan abad yang lalu. Penguasa yang tidak egois hanya memikirkan Kesehatan dirinya saja. Dialah Muhammad ﷺ. Rasulullah ﷺ pernah dihadiahi seorang dokter oleh raja Mauquqis. Beliau tidak menjadikan dokter itu sebagai dokter pribadi. Melainkan menjadikan dokter itu sebagai dokter bagi rakyatnya. Kesehatan merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi oleh penguasa untuk rakyatnya. tanpa kompensasi.
Para penguasa muslim mampu mengikuti yang dilakukan Rasulullah ﷺ jika aturan yang diterapkan adalah aturan islam yang diterapkan dibawah institusi khilafah islamiyah. Yang menjadikan islam kaffah sebagai dasar negaranya.
COMMENTS