Oleh : KH. Hafidz Abdurrahman Sebelum wabah Corona, 31 Oktober 2019, sudah saya sampaikan di twiter. Ada Kajian Strategis yang menyata...
Oleh : KH. Hafidz Abdurrahman
Sebelum wabah Corona, 31 Oktober 2019, sudah saya sampaikan di twiter. Ada Kajian Strategis yang menyatakan, bahwa 2020 akan terjadi Krisis Global. Bahkan lebih dahsyat ketimbang 1998.
Mengapa lebih dahsyat, karena 1998 hanya krisis ekonomi. Tapi 2020 ini krisis multidimensi. Ekonomi, sosial, kesehatan, ketahanan, keamanan, politik dan lain-lain.
Kalau sudah ada kajian seperti ini harusnya sudah diantisipasi, lalu dilakukan persiapan menghadapi situasi ini. Tapi, alih-alih melakukan persiapan. Yang ada malah terus bikin gaduh.
Masalah utama tidak diselesaikan, malah bikin masalah, dan akhirnya ketika krisis ini terjadi, seperti orang bingung tidak tahu mau bagaimana?
Tanggal 19 Nopember 2019 kembali diingatkan, agar fokus selesaikan masalah. Kuatkan fundamental ekonomi. Tapi tetap saja bikin masalah baru. Terus begitu.
Ketika Wabah Corona meledak di Wuhan, 2,5 bulan yang lalu, harusnya segera diantisipasi dampaknya. Ketika itu dilakukan, penyebaran virus ini sudah bisa diantisipasi dengan berbagai kebijakan.
Bahkan anehnya, karena gagap, kebijakan yang dikeluarkan pun berubah-ubah. Bukan hanya pejabat di daerah yang pusing, rakyat juga mumet. Mumet karena harus menghadapi wabah. Mumet kedua, karena kebijakan yang diambil tidak konsisten. Berubah-ubah.
Kini kondisi yang tidak diharapkan itu benar-benar terjadi. Setelah merebaknya wabah Corona di negeri ini, ekonomi susah. Rupiah terpukul, dari Rp. 14,000 kini jatuh ke Rp. 17,000 per dolar. BI harus menyuntik Trilyunan Rupiah, hampir setiap hari, untuk menstabilkan mata uang.
Mardigu W, dalam satu videonya, bahkan menyatakan ini adalah Perang Dunia III, dimana virus digunakan sebagai senjata untuk membunuh musuh. Targetnya jelas, meruntuhkan ekonomi, ketahanan, keamanan, dan politik negara.
Siapa yang sanggup melakukan semuanya ini? Jawabannya adalah negara-negara Kapitalis penjajah. Meski rakyatnya menjadi korban, sebagaimana dalam perang. Tapi, mereka berhasil meruntuhkan ekonomi negara di hampir seluruh dunia.
China, Eropa hingga Rusia perekonomiannya runtuh. AS dan Asia juga sama. Hanya AS diuntungkan, karena Dolar AS masih menjadi standar mata uang dunia.
Ini yang membedakan kondisi AS saat Perang Dunia II, dengan sekarang. Saat itu, dunia masih menggunakan standar emas dan perak. Tapi, sejak 1970 an, ketika AS kalah dalam Perang Vietnam, standar emas dan perak itu dibekukan, dan AS gunakan Dolar AS sebagai standarnya.
Jadi, dalam perang global ini, AS yang diuntungkan. Tetapi, keuntungan ini diikuti dengan runtuhnya peradaban Kapitalisme di seluruh dunia.
Inilah bukti, dunia hari ini membutuhkan peradaban baru. Itulah peradaban ilahiyah. Peradaban emas. Peradaban Islam.
أليس الصبح بقريب؟
"Bukankah waktu Subuh itu telah dekat?"
Tanya Allah? Jawabannya, "Pasti."
COMMENTS