Nasdem Paloh Megawati
Oleh : Nasrudin Joha
Nampaknya kekesalan Surya Paloh karena diabaikan saat ingin menyalami Megawati berbuntut panjang. Ketua Umum Partai NasDem ini menyindir parpol yang merasa paling Pancasilais tapi perilakunya tidak pancadilais. Menurutnya, parpol yang merasa paling Pancasilais itu hanya bisa menyodorkan klaim karena perbuatannya tidak selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Paloh menyatakan hal itu saat berpidato pada pembukaan Kongres II Partai NasDem di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (8/11). Di hadapan sekitar delapan ribu kader Partai NasDem, bos Media Group itu menyebut partai yang sok Pancasilais justru memiliki sifat memecah belah dan tak mau berangkulan ataupun bersalaman dengan teman sendiri.
Memang benar tak ada satupun kata atau ungkapan yang disampaikan Paloh bahwa partai atau sosok yang enggan berangkulan, sukanya marah-marah, ditujukan kepada PDIP dan ketumnya, Megawati. Namun, publik bisa menilai dan menyimpulkan bahwa sosok yang dimaksud adalah Megawati ketua umum PDIP.
Hal mana diketahui berdasarkan beberapa peristiwa dan runtutan kejadian keretakan hubungan Paloh - Mega, yang berarti juga berimbas pada keretakan hubungan Nasdem - PDIP.
Awalnya, Paloh komplain karena Mega lebih mengutamakan Prabowo dan Gerindra untuk bicara masa depan koalisi ketimbang dengan dirinya. Paloh semakin agresif, dengan memelopori pertemuan partai pendukung Jokowi minus PDIP (Nasdem, PPP, Golkar dan PKB).
Tak cukup sampai disitu, Paloh juga menginisiasi pertemuan Gondangdia. Menghadirkan Anies dan hidangan nasi kebuli, untuk melawan narasi mega yang mengundang Prabowo dan menghidangkan sajian nasi goreng.
Paloh juga menegaskan bahwa negara ini bukan negara Pancasila, tetapi negara kapitalis liberal. Berulangkali Paloh menyindir partai yang sok Pancasila namun kelakuannya bertentangan dengan Pancasila.
Belakangan, meskipun mendapat jatah menteri, Paloh justru membangun kekuatan terselubung bersama PKS untuk menjajaki kemitraan koalisi oposisi sekaligus prakondisi menuju Pilpres 2024. Paloh, buru-buru mengadopsi Anies Baswedan sebagai 'ikon capres' sekaligus ikon perlawanan kepada geng PDIP.
Terakhir, Paloh menyindir ihwal dirinya yang berpelukan dengan Sohobul Iman yang disebut dicurigai.
"Semua penuh kecurigaan maka makin jauh dari nilai Pancasila. Mengaku Pancasila sebagai pegangan, way of life. Mengakunya partai nasionalis, Pancasilais, buktikan saja,” begitu kutipan pernyataan Surya tanpa menyebut nama parpol yang jadi sasarannya.
Sebenarnya baik Surya Paloh maupun Megawati sama-sama tak memiliki basis fakta sebagai sandaran argumentasi bicara masalah Pancasila. Pancasila yang bagaimana ? Wong buktinya tidak ada ? Dalam urusan ini, Sujiwo Tejo lebih rajih pendapatnya, bahwa Pancasila tak ada dan tak pernah ada. Pancasila hanya ada teks nya saja, gambar Garuda nya saja.
Jadi, baik mega maupun Paloh ketika bicara untuk dan atas nama Pancasila itu membual saja. Hanya yang menarik, kenapa keduanya menjadi tak akur ? Bukankah keduanya juga mengaku penganut, pengemban dan penyebar paham atau ajaran Pancasila ?
Apakah, sikap baper Megawati ke SBY juga akan mendarah daging kepada Surya Paloh ? Apakah, Nasdem dan PDIP akan cerai secara ideologis atau hanya kepentingan pragmatis sesaat saja ? Kita simak saja kelanjutan sinetron politik di negeri ini. [].
COMMENTS