Wahyudi al Maroky (Dir. Pamong Institute) …andai ada Bapak yang berkata, wahai anak2ku sayang, lalu suasana hening menanti titah...
Wahyudi al Maroky
(Dir. Pamong Institute)
…andai ada Bapak yang berkata, wahai anak2ku sayang, lalu suasana hening menanti titah sang Ayah…
Sebagai orang yang lahir dan besar di papua, penulis merasa prihatin dengan situasi saat ini. Pasca hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-74, situasinya tak segera membaik. Semestinya bisa segera di selesaikan dengan cara damai. Karena kami pun yakin pada dasarnya masyarakat Papua itu cintai damai.
Penulis sangat hafal daerah papua, dari ujung ke ujung, dari tepian pantai Lampu satu Merauke sampai tanah merah Boven Digoel. Juga dari rawa-rawa sampai bukit-bukit dan lembah. bahkan sampai ke ujung gunung pun, setidaknya pernah penulis kunjungi dan ziyarahi.
Kita bisa memahami jika dalam satu keluarga ada yang bisa saling tersinggung, namun semestinya bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan komunikasi pemerintahan yang baik. Jika saja kepemimpinan pemerintahan itu efektif maka tak harus sampai ada yang dirusak, dibakar, disakiti bahkan korban nyawa.
Ibarat dalam satu keluarga, kakak dan adik pun tentu dalam hidup bersama ada yang pernah saling TERSINGGUNG. Namun sang adik tak perlu membakar kamarnya sendiri karena marah dengan sang kakak. Sebaliknya sang kakak tak perlu merusak meja tamu dan memecahkan kaca jendela serta membakar kursi sofanya ketika tersinggung.
Memang mereka marah tapi tak sampai harus membakar kamar dan rumahnya karena masih ada sang bapak yang mereka segani, hotmati dan hargai. Ada sang Bapak sebagai pemimpin, pengayom mereka yang dipercaya bisa mencarikan solusi dan menyelesaikan masalahnya.
Dalam lingkup hidup kekeluargaan yg lebih luas tentu dapat kita rasakan dalam keluarga yang lebih besar, yaitu keluarga berbangsa dan bernegara. Disitu diperlukan juga kepemimpinan sang Bapak yang disegani dan dipatuhi.
Kita tentu sangat menyayangkan terjadinya aksi unjuk rasa yang berujung pada tindakan anarkhis dan radikal. Hingga ada kantor pemerintah yang dibakar, dan beberapa fasilitas publik yang di rusak, termasuk beberapa rumah penduduk yang jadi korban. Padahal semestinya hal itu tak harus terjadi jika pemerintahan itu dikelola dengan Baik dan efektif .
Sebagaimana kita ketahui, Pemerintahan efektif (effective government) sering juga dipersamakan dengan pemerintahan yang baik (good government). Di sisi lain, proses tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) akan sulit diwujudkan jika kepemimpinan pemerintahan lemah dan tak efektif.
Kualitas kepemimpinan suatu pemerintahan sangat ditentukan oleh kualitas seorang pemimpinan. Pemimpin yang ideal mestinya punya integritas (amanah), punya semangat (himmah), punya kompetensi (kaffaah).
Semakin tinggi integritas dan kompetensi para pemimpin pemerintahan itu maka semakin kuat komitmen para pemimpin itu untuk memenuhi janji-janjinya. Dengan itu kepercayaan "trust" yang terbangun dalam masyarakat semakin kuat. Sehingga dengan sekedar ucapannya saja ia DIDENGAR dan DIPATUHI sehingga dapat menyelesaikan masalah masyarakatnya.
Akibat lemahnya kepemimpinan akan berakibat pada buruknya manajemen pemerintahan. Selanjutnya ia tak mampu mengorganisir potensi dan memenej organ pemerintahan untuk mengurus dan melayani masyarakatnya dengan baik.
Bahkan pemimpin yang tak efektif itu akan kesulitan untuk memilih dan menentukan sekala prioritas mana yang mesti di dahulukan untuk rakyatnya. Akibatnya pemerintahan menjadi tidak efisien.
Pemerintahan yang efektif, dapat tercermin dari kemampuan pemimpin pemerintahan untuk memfasilitasi tersedianya ruang yang cukup bagi masyarakat untuk mengembangkam kreativitas dalam memajukan dirinya. Harus ada jaminan ruang untuk diskusi dan berkreasi dan jauh dari tindakan pembubaran dan tindakan represif.
Muara dari proses pemerintahan yang baik adalah bangkitnya rasa percaya diri rakyat dan saling memahami sehingga terwujud kenyamanan dan kesejahteraan yang luas. pada gilirannya mampu membangun harga diri suatu bangsa yang kelak dicatat sebagai
sebuah PERADABAN yang baik.
Dari masalah Papua ini semestinya kita belajar dan berharap ada seorang Bapak yang mampu memimpin dan mengayomi anak-anaknya.
Suatu kepemimpinan keluarga besar sebagai sebuah nrgara. Pemimpin yang mereduksi konflik, bukan memproduksi konflik apalagi mereproduksi konflik.
Kita rindu pemimpin yang mempersatukan bukan mengadu domba. Pemimpin yang membuat negeri-negeri lain ingin bergabung dengan kita. Bukan malah daerah kita yang ingin berpisah.
Kepemimpinan yang mengayomi dan melindungi, bukan membiarkan rakyatnya terusir dari negerinya atau bahkan mengusir rakyatnya dari negerinya.
Jangan sampai tercatat dalam sejarah sebagai yang membuat rakyatnya terpisah dari negerinya bahkan terusir dari negerinya senditi.
NB : penulis lahir di Merauke Papua, 280874.
Pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04, IIP jakarta angkatan ke-29; dan MIP _IIP jakarta angkatan ke-08.
COMMENTS