Seperti yang diduga akan ada yang mengangkat sejarah pemindahan ibu kota pada saat pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib R.A untuk ...
Seperti yang diduga akan ada yang mengangkat sejarah pemindahan ibu kota pada saat pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib R.A untuk dikontekskan pada apa yang sedang happening di negara kita ini.
Harusnya ini menjadi pembahasan menarik tapi dalam tulisan dari Gus Nadhir pada artikel dalam link ini ada yang aneh.
Saya ingat nasihat guru saya jika sedang mengkaji sejarah tentang konflik dalam tubuh kaum muslimin dan timbul suudzon kepada para sahabat maka hentikan, karena berarti ada yang salah cara analisanya jd ulangi lagi, mungkin data nya kurang atau salah, mungkin sumber nya dari yang tidak amanah dll. Menjadi hikmah tersendiri juga bagi saya kalo sedang memperhatikan permasalah kaum muslimin dan timbul suudzon maka lebih baik dihentikan.
Kembali ke artikel, ada pernyataan tentang alasan pemindahan Ibu Kota tersebut adalah "cara Imam Ali melakukan pemisahan urusan politik dan agama."
Mana bisa dipisahkan karena para Khalifah menjalankan politik dengan berdasarkan syari'at agama. Undang undangnya saja adalah Kitabullah dan Sunnah Nabi jadi saya rasa pernyataan Gus tersebut tidak tepat.
Lalu ada pernyataan "Thalhah, Zubair, dan Siti Aisyah bergerak ke Basrah bersama pasukannya untuk memobilisasi massa melawan Khalifah Ali."
Masa iya sahabat yang berjuang bersama sama dari awal dalam dakwah bersama Nabi Shalallahu wa 'alaihi wa sallam memobilisasi masa untuk melawan sahabatnya sendiri.
Ahli sejarah ahlussunnah sudah menyatakan bahwa konflik yang terjadi bukan tentang hal kepemimpinan tetapi tentang perbedaan ijtihad dalam penyelesaian masalah pembunuhan Utsman bin Affan R.A.
Dan 'Aisyah keluar itu dalam rangka 'ishlah' hubungan kaum muslimin dan bisa dilihat dalam kitab Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir, ketika ada komunikasi bahwa maksud dari Ali R.A mendatangi Thalhah, Zubair dan 'Aisyah di Bashrah adalah ingin berdamai dan Aisyah pun menyatakan juga hal yang sama ingin mendamaikan maka perdamaian pun terjadi kaum muslimin pun bergembira.
Namun didalam pasukan diantara mereka terdapat para pengkhiatat oknum yang terlibat pembunuhan Utsman R.A dan sejarawan mencatat nama namanya diantaranya alAsytar an-Nakhai, Syuraih bin Aufa, Abdullah bin Saba, mereka khawatir kalo pihak Ali dan Aisyah berdamai maka bisa segera terungkap lah para pembunuh Utsman dan bisa dihukum. sehingga mereka membuat makar, di saat malam ketika para pasukan tertidur mereka menyerang kubu pasukan Ali R.A mengaku datang dari kubu Aisyah, lalu sebagian menyerang ke kubu Aisyah R.A mengaku dari pasukan Ali, maka seketika para pasukan terbangun terkejut dan langsung mengambil pedangnya dan saling serang dimalam buta.
Bagaimana sikap para sahabat mulia tersebut?
Ali R.A naik ke kudanya berteriak "Hentikaan hentikaan"
Thalhah R.A kebingungan dan mengingat hadits hadits nabi sehingga thalhah menyingkir dari medan konflik namun dibuntuti oleh salah seorang pengkhianat dan membunuh sahabat mulia tersebut.
Zubair R.A berusaha menghindar dan pasukan pun menghindar darinya karena mereka tidak mau melukai sahabat Nabi, tapi kembali dibidik oleh pengkhianat dan berhasil memanah beliau hingga syahid.
Aisyah R.A memberikan mushaf Al-Qur'an kepada salah seorang lalu meminta mengangkatnya dan berteriak "kembalilah pada kitabullah" sekencang kencangnya agar konflik berhenti.
Lihat dari kisah tersebut tidak ada motivasi dari para sahabat untuk saling melukai,
Bahkan sejarawan Dr.Ali Muhammad al-Sallabi dalam kitabnya mengungkap pihak pihak yang ingin menyelewengkan fakta sejarah dan usaha mengaburkan tokoh tokoh pengkhianat dalam kisah tersebut yang kebanyakan ditulis oleh golongan orientalis barat dan syi'ah.
Maka kita harus hati hati dalam mengkontekskan fakta sejarah dengan kondisi kekinian, jika dalam mengkaji sejarah nya saja masih banyak kesalahan dan kerancuan dikhawatirkan akan memunculkan kesimpulan yang menyesatkan di konteks kekiniannya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
COMMENTS