MENGENAL METODOLOGI TAFSIR ATHA’ ABU RASYTAH

METODOLOGI TAFSIR ATHA’ ABU RASYTAH Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi Pengantar Penafsiran Al-Qur`an amat memerlukan metodologi. Tanpa m...

METODOLOGI TAFSIR ATHA’ ABU RASYTAH

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Pengantar

Penafsiran Al-Qur`an amat memerlukan metodologi. Tanpa metodologi tafsir, upaya penafsiran Qur`an akan berjalan tanpa kaidah dan lebih bersifat arbitrer, alias suka-suka tanpa alasan rasional. Ini seperti orang yang menuju suatu kota tapi tak tahu jalan mana yang harus ditempuh. Dia akan mencoba-coba (trial and error) yang mungkin tidak sampai tujuan atau malah tersesat.

Di sinilah urgensi metodologi tafsir, atau istilah teknisnya ushul at-tafsir, yang didefinisikan sebagai sekumpulan kaidah (qawa’id) atau dasar (asas) yang wajib digunakan oleh mufassir untuk menafsirkan Al-Qur`an secara benar. (Al-‘Ak, Ushul At-Tafsir wa Qawa’iduhu, hal. 30; Al-Rumi, Buhuts fi Ushul al-Tafsir wa Manahijuhu, hal. 11; Haqqi, Ulumul Qur`an min Khilal Muqaddimat Al-Tafasir, Juz I hal. 52).

Tulisan ini bertujuan menjelaskan metodologi tafsir yang digagas Syaikh Atha` Abu Rasytah, pemimpin Hizbut Tahrir kini, dalam kitabnya At-Taisir fi Ushul At-Tafsir, (Beirut : Darul Ummah), 2006.

Latar Belakang dan Tujuan

Abu Rasytah berpandangan penafsiran Al-Qur`an yang paling baik terjadi pada masa Rasulullah SAW dan masa sahabat. Pada masa ideal ini, umat Islam memahami Al-Qur`an berdasarkan tiga hal, yaitu : penjelasan Rasulullah SAW, kaidah-kaidah Bahasa Arab, dan akal dalam batas-batas kemampuannya. (hal. 11-13).

Pada saat Allah memerintahkan mereka shalat (QS Al-Baqarah : 34), mereka memahami kata shalat dari praktik shalat yang dilakukan Rasulullah SAW. Ketika Allah mengharamkan bangkai (QS Al-Maidah : 3), mereka memahami artinya berdasarkan kaidah Bahasa Arab, yaitu pengharaman memakan bangkai (tahrim akli al-maitah). Mereka pun memahami ayat-ayat Al-Qur`an dengan akal dalam batas-batas kemampuannya, yaitu hanya pada objek-objek yang dapat diindera, misalnya alam semesta. Bukan pada hal-hal yang ghaib, misalnya memikirkan sifat-sifat Allah, apakah ia menyatu atau terpisah dengan dzat Allah. (hal. 11-13).

Namun sejak generasi tabi’it tabi’in dan sesudahnya (sejak abad ke-2 H), kualitas penafsiran Al-Qur`an umat mengalami kemerosotan. Abu Rasytah menyebut tiga macam musibah beruntun yang kemudian merusak pola pikir umat dalam menafsirkan Al-Qur`an. Musibah pertama, terjadi ketika kemampuan bahasa Arab umat melemah sehingga Al-Qur`an ditafsirkan tidak sesuai lagi dengan kaidah Bahasa Arab. Musibah kedua, terjadi saat sebagian umat membebaskan akal dalam memahami al-Qur`an, tanpa mengenal batas-batas kemampuan akal, semisal membahas kemakhluqan Al-Qur`an (khalq al-Qur`an). Sedang musibah ketiga, terjadi ketika ada sebagian umat yang mengadopsi berbagai konsep rusak dari filsafat Yunani, lalu menggunakannya untuk menafsirkan Al-Qur`an. (hal. 14). (Lihat Abu Ulbah, Syawa`ib At-Tafsir, hal. 33-51).

Rasa prihatin melihat kemerosotan penafsiran Al-Qur`an inilah yang melatarbelakangi Abu Rasytah menulis kitabnya At-Taisir fi Ushul At-Tafsir. Tujuan yang beliau harapkan adalah merumuskan metodologi tafsir yang sahih seperti yang pernah digunakan umat Islam pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat. (hal. 32)

Pokok-Pokok Metodologi Tafsir

Metodologi tafsir Abu Rasytah secara garis besar tidak keluar dari lingkup metodologi tafsir Ahlus Sunnah wal Jamaah. Beliau banyak mengembangkan gagasan pendahulunya, yakni Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz I (Bab Tafsir) dan kitab Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah Juz III (Ushul Fiqih).

Metodologi tafsir beliau dapat diringkas dalam pokok-pokok berikut :

1. Menjadikan Bahasa Arab Penafsir Al-Qur`an

Abu Rasytah menegaskan tak mungkin seseorang memahami Al-Qur`an dengan benar tanpa memahami bahasa Arab. Sebab Al-Qur`an telah diturunkan dalam bahasa Arab (QS Yusuf : 2; QS An-Nahl : 103). (hal. 22).

Prosedur pemaknaan Al-Qur`an dengan bahasa Arab adalah sebagai berikut :

(1) suatu ayat hendaknya lebih dulu ditafsirkan menurut haqiqah syar’iyah, yaitu makna hakiki menurut syar’i. Misalkan kata shalat (QS Al-Baqarah : 34) harus ditafsirkan secara syar’i sebagai shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW, meski makna asal shalat secara bahasa adalah ad-du`a (doa).

(2) jika tidak ada makna syar’i-nya, hendaklah ayat ditafsirkan menurut haqiqah ‘urfiyah, yaitu makna hakiki menurut kebiasan orang Arab berbicara. Jika makna haqiqah ‘urfiyah juga tak ada, maka ayat ditafsirkan menurut haqiqah lughawiyah, yaitu makna hakiki sebagai makna asal bahasa. Misalkan firman Allah SWT :

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang berkaki empat dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).” (QS Fathir : 28).

Pada ayat ini, kata an-nas diartikan sebagai Adam AS dan keturunannya (haqiqah lughawiyah), kata al-an’am diartikan onta, sapi, dan domba (haqiqah lughawiyah). Tapi kata ad-dawab diartikan binatang yang berkaki empat (haqiqah ‘urfiyah), tidak diartikan “binatang yang melata di bumi” (haqiqah lughawiyah). Sebab haqiqah ‘urfiyah menurut bahasa Arab harus didahulukan daripada haqiqah lughawiyah. (hal. 33).

(3) jika suatu ayat tidak dapat ditafsirkan dalam ketiga makna hakikinya mengikuti tertib di atas, ia diartikan menurut makna majazinya. Makna majazi adalah makna sekunder, setelah makna primernya (yaitu makna hakiki) tidak dapat digunakan dalam pengertian aslinya. Misal kata wajhun dalam ayat yang berbunyi wa yabqa wajhu rabbika (QS Ar-Rahman : 27). Kata wajhun tidaklah tepat jika diartikan dalam makna hakikinya (wajah) : “Dan tetap kekal wajah Tuhanmu.” Sebab tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah. (QS Al-Syura : 11). Maka kata wajah itu hendaklah dialihkan menuju makna majazinya, yaitu dzat, sehingga makna ayat menjadi : “Dan tetap kekal dzat Tuhanmu.” (hal. 27-28).

Jadi, posisi Abu Rasytah memang menerima adanya makna majazi dalam bahasa Arab dan Al-Qur`an. Ini berbeda dengan posisi Ibnu Taimiyah dan pengikutnya seperti Ibnul Qayyim Jauziyah yang menolak keberadaan makna majazi. (Ya’qub, Asbab Al-Khatha` fi At-Tafsir, hal. 239; Al-Dahasy, Al-Aqwal al-Syadzah fi At-Tafsir, hal. 169; Al-Fanisan, Ikhtilaf Mufassirin Asbabuhu wa Atsaruhu, hal. 105; Al-Rumi, Buhuts fi Ushul al-Tafsir wa Manahijuhu, hal. 105).

(4) suatu ayat dapat ditafsirkan dengan mengetahui isytiqaq, yaitu proses derivasi berbagai kata yang berasal dari sebuah akar kata. Misalkan kata rahmah, rahiim, dan rahmaan, yang berasal dari kata rahima. Proses isytiqaq menurut wazan (pola baku pembentukan kata) dalam bahasa Arab meski melahirkan banyak kata, namun memiliki makna umum yang sama. Misalnya kata rahmaan (QS Al-Isra` : 110), artinya adalah kasih sayang yang banyak (al-katsir ar-rahmah), yang masih satu makna secara umum dengan akar katanya, yakni rahima (mengasihi/menyayangi). (hal. 33).

(5) suatu ayat dapat ditafsirkan dengan mengetahui ta’rib, yaitu proses arabisasi suatu kata yang berasal dari bahasa non Arab sesuai dengan wazan bahasa Arab. Misalkan kata sundus dan istabraq (QS Al-Insan : 21) yang berasal dari bahasa Nabatean (an-nabathiyah). Kedua kata itu dapat diberi makna oleh orang Arab mengikuti makna aslinya dari bahasa yang non Arab, yaitu sundus berarti sutera halus sedang istabraq berarti sutera kasar. (hal. 34)

2. Menjadikan Akal Penafsir Al-Qur`an dalam Batas Kemampuannya

Akal hanya dapat berfungsi jika objek yang dipikirkan adalah fakta yang dapat diindera. Jika yang dipikirkan bukan fakta yang dapat diindera, berarti akal sudah melampaui batas kemampuannya.

Karena itu, perkara-perkara yang ghaib tidak dapat dibahas menggunakan akal, melainkan harus menggunakan sarana lain, yaitu dalil naqli (berita yang dinukil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah).

Contohnya adalah kata kalamullah (QS At-Taubah : 6). Jadi Allah sendiri telah menyebut bahwa Al-Qur`an adalah kalamullah. Maka tidak perlu dibahas lagi mengenai kaifiyah (bagaimana) caranya Allah berkalam itu. Sebab pembahasan ini sudah berada di luar kemampuan akal manusia. (hal. 35).

3. Menjadikan Muhkam Hakim untuk Mutasyabih

Muhkam artinya ayat yang hanya memiliki satu makna. Sedang mutasyabih adalah ayat yang mengandung makna lebih dari satu. Muhkam adalah induk Al-Qur`an atau makna asal yang wajib menjadi rujukan (QS Ali ‘Imran : 7). Maka muhkam menjadi hakim (penentu) makna mutasyabih. (hal.28-29)

Contoh mutasyabih adalah kata wajhun dalam QS Ar-Rahman : 27. Kata wajhun ini tidak dapat diartikan “wajah tapi tak seperti wajah kita”. Sebab pemaknaan ini masih tetap mengikuti arti hakikinya, yakni wajah. Padahal Aqidah Islam tidak membolehkan adanya tasybih (penyerupaan) antara Allah dengan makhluq-Nya. Jadi kata wajhun yang mutasyabih (QS Ar-Rahman : 27) wajib dipalingkan ke arah makna majazinya, karena ada ayat muhkam (QS Al-Syura : 11) sebagai hakim yang tidak membenarkan makna hakikinya. Firman Allah yang muhkam :

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan dia (Allah).” (QS Al-Syura : 11).

4. Memperhatikan Hubungan Ayat Sebelumnya dengan Sesudahnya

Abu Ruystah menegaskan bahwa ada hubungan antara ayat sebelumnya dengan sesudahnya. Misalkan QS Al-Baqarah : 3-5 adalah ayat yang menerangkan ciri-ciri tertentu, yaitu ciri muttaqin yang disebut dalam ayat sebelumnya (QS Al-Baqarah : 2). Kedua kelompok ayat memiliki hubungan bahwa orang beruntung (muflihun), dicirikan dengan iman dan amal shaleh. (hal. 43).

5. Mentarjih Dalalah (Makna) yang Berbilang

Abu Rasytah tidak membiarkan satu ayat memiliki beberapa makna sekaligus. Beliau cenderung melakukan tarjih (memilih yang terkuat) dari beberapa kemungkinan makna ayat. Contohnya, arti alim lam mim pada awal QS Al-Baqarah. Menurut Abu Rasytah, arti alim lam mim yang paling tepat adalah nama bagi surat Al-Baqarah itu. (hal. 41). Wallahu a’lam.

DAFTAR BACAAN

Abu Ar-Rasytah, Atha` bin Khalil, Al-Taisir fi Ushul al-Tafsir, (Beirut : Darul Ummah), 2006

Abu Syuhbah, M. Muhammad, Al-Madkhal li Dirasah Al-Qur`an Al-Karim, (Riyadh : Darul Liwa`), 1987

Abu Ulbah, Abdurrahim Faris, Syawa`ib At-Tafsir fi al-Qarn Ar-Rabi’ ‘Asyara Al-Hijri, (Beirut : t.p), 2005

Al-‘Ak, Khalid Abdurrahman, Ushul At-Tafsir wa Qawa’iduhu, (Beirut : Darun Nafa`is), 1986

Al-Baghdadi, Abdurrahman, Beberapa Pandangan Mengenai Penafsiran Al-Qur`an (Nazharat fi al-Tafsir al-Ashri li Al-Qur`an al-Karim), Penerjemah Abu Laila & Muhammad Tohir, (Bandung : Almaarif), 1988

Al-Dzahabi, Muhammad Husain, At-Tafsir wa Mufassirun, Juz I-III, (Kairo : Maktabah Wahbah), 2000

———-, Ilmu Al-Tafsir, (Kairo : Darul Ma’arif), t.t.

Al-Fanisan, Su’ud, Ikhtilaf Mufassirin Asbabuhu wa Atsaruhu, (Riyadh : Markaz Ad-Dirasat wa Al-I’lam), 1997

Al-Hasan, M. Ali, Al-Manar fi Ulum al-Qur`an, (Amman : Mathba’ah Al-Syarq), 1983

Al-Hasani, Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Zubdah al-Itqan fi Ulum al-Qur`an, (Jeddah : Dar Al-Syuruq), 1983

Al-Muhtasib, Abdul Majid Abdus Salam, Ittijahat al-Tafsir fi Al-Ashr Al-Rahin, (Amman : Maktabah Al-Nahdhah Al-Islamiyah), 1982

Al-Nabhani, Taqiyuddin, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz I, (Beirut : Darul Ummah), 2003

———-, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III, (Beirut : Darul Ummah), 2005

Al-Dahasy, Abdurrahman, Al-Aqwal al-Syadzdzah fi At-Tafsir, (Manchester : Al-Hikmah), 2004

Al-Qaththan, Mana’, Mabahits fi Ulum al-Qur`an, (Kairo : Maktabah Wahbah), 2000

Al-Rumi, Fahad, Buhuts fi Ushul al-Tafsir wa Manahijuhu, (t.tp : Maktabah At-Taubah), 1419 H

Al-Sabat, Khalid bin Ustman, Qawa’id At-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, (Madinah : Dar Ibn Affan), 1421 H

Al-Sa’di, Abdurrahman Nashir, 70 Kaidah Penafsiran al-Qur`an (Al-Qawa`id Al-Hisan li Tafsir Al-Qur`an), Penerjemah Marsuni Sasaky & Mustahab Hasbullah, (Jakarta : Pustaka Firdaus), 1997

Al-Shabuni, Muhammad Ali, Al-Tibyan fi Ulum al-Qur`an, (Beirut : Alam al-Kutub), 1985

Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi Ulum al-Qur`an, (Beirut : Darul Ilmi lil Malayin), 1988

Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur`an, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 2000

Dahlan, Abd. Rahman, Kaidah-Kaidah Penafsiran Al-Qur`an, (Bandung : Mizan), 1998

Fakhry, Majid, Sejarah Filsafat Islam (A History of Islamic Philosophy), Penerjemah R. Mulyadi Kartanegara, (Jakarta : Pustaka Jaya), 1986

Goldziher, Ignaz, Madzahib At-Tafsir al-Islami, Penerjemah Abdul Halim an-Najjar, (Kairo : Maktabah Al-Khanja), 1955

Haqqi, Muhammad Shafa, Ulumul Qur`an min Khilal Muqaddimat Al-Tafasir, Juz I-II, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah), 2004

Ibnu Taimiyah, Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir, (Kuwait : Darul Qur`an al-Karim), 1971

Mustaqim, Abdul, Madzahibut Tafsir Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur`an Periode Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta : Nun Pustaka), 2003

Mustaqim, Abdul & Syamsudin, Sahiron (Ed.), Studi Al-Qur`an Kontemporer Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, (Yogyakarta : Tiara Wacana), 2002

Ushama, Thameem, Metodologi Tafsir Al-Qur`an Kajian Kritis, Objektif, dan Komprehensif (Methodologies of The Quranic Exegesis), Penerjemah Hasan Basri & Amroeni, (Jakarta : Riora Cipta), 2000

Ya’qub, Thahir Mahmud Muhammad, Asbab Al-Khatha` fi At-Tafsir, (Damam : Dar Ibnul Jauzi), 1425 H

#FikrulIslamCenter
#TsaqofahIslamiyyah
#TsaqofahHizbiyyah
#Aamira

COMMENTS

Name

afkar,5,agama bahai,1,Agraria,2,ahok,2,Analysis,50,aqidah,9,artikel,13,bedah buku,1,bencana,23,berita,49,berita terkini,228,Breaking News,8,Buletin al-Islam,13,Buletin kaffah,54,catatan,5,cek fakta,2,Corona,122,curang,1,Dakwah,42,demokrasi,52,Editorial,4,Ekonomi,186,fikrah,6,Fiqih,16,fokus,3,Geopolitik,7,gerakan,5,Hukum,90,ibroh,17,Ideologi,68,Indonesia,1,info HTI,10,informasi,1,inspirasi,32,Internasional,3,islam,192,Kapitalisme,23,keamanan,8,keluarga,50,Keluarga Ideologis,2,kesehatan,83,ketahanan,2,khi,1,Khilafah,289,khutbah jum'at,3,Kitab,3,klarifikasi,4,Komentar,76,komunisme,2,konspirasi,1,kontra opini,28,korupsi,40,Kriminal,1,Legal Opini,17,liberal,2,lockdown,24,luar negeri,47,mahasiswa,3,Medsos,5,migas,1,militer,1,Motivasi,3,muhasabah,17,Musibah,4,Muslimah,87,Nafsiyah,9,Nasihat,9,Nasional,2,Nasjo,12,ngaji,1,Opini,3555,opini islam,87,Opini Netizen,1,Opini Tokoh,102,ormas,4,Otomotif,1,Pandemi,4,parenting,4,Pemberdayaan,1,pemikiran,19,Pendidikan,112,Peradaban,1,Peristiwa,12,pertahanan,1,pertanian,2,politik,320,Politik Islam,14,Politik khilafah,1,propaganda,5,Ramadhan,5,Redaksi,3,remaja,7,Renungan,5,Review Buku,5,rohingya,1,Sains,3,santai sejenak,2,sejarah,70,Sekularisme,5,Sepiritual,1,skandal,3,Sorotan,1,sosial,66,Sosok,1,Surat Pembaca,1,syarah hadits,8,Syarah Kitab,1,Syari'ah,45,Tadabbur al-Qur’an,1,tahun baru,2,Tarikh,2,Tekhnologi,2,Teladan,7,timur tengah,32,tokoh,49,Tren Opini Channel,3,tsaqofah,6,tulisan,5,ulama,5,Ultimatum,7,video,1,
ltr
item
Tren Opini: MENGENAL METODOLOGI TAFSIR ATHA’ ABU RASYTAH
MENGENAL METODOLOGI TAFSIR ATHA’ ABU RASYTAH
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjdEtN6zXH_E4WtAWqAQWenF6IT9FAtH1-6ZocEIKtZKTIhn-4OD6fJU4Or3T_UtJCAYRS6DotkKvc1zJtekQbl8W8RjAsz-KiUrqpHGg1D-DpVFsp9PLlwexhppY9cBZEsST_OM_JNvu2/s320/PicsArt_06-29-05.25.58.png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjdEtN6zXH_E4WtAWqAQWenF6IT9FAtH1-6ZocEIKtZKTIhn-4OD6fJU4Or3T_UtJCAYRS6DotkKvc1zJtekQbl8W8RjAsz-KiUrqpHGg1D-DpVFsp9PLlwexhppY9cBZEsST_OM_JNvu2/s72-c/PicsArt_06-29-05.25.58.png
Tren Opini
https://www.trenopini.com/2019/06/mengenal-metodologi-tafsir-atha-abu.html
https://www.trenopini.com/
https://www.trenopini.com/
https://www.trenopini.com/2019/06/mengenal-metodologi-tafsir-atha-abu.html
true
6964008929711366424
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy