Narasi Anarkis, Cara Halus Rezim Membungkam Kesadaran Gen Z
Narasi Anarkis, Cara Halus Rezim Membungkam Kesadaran Gen Z
Oleh : Anindya Vierdiana
Aksi ribuan pemuda yang menggugat ketimpangan sosial dan mengkritik gaji fantastis DPR RI pada akhir Agustus 2025 berujung ricuh. Kepolisian menetapkan 959 tersangka, termasuk 295 anak di bawah umur. Langkah ini memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM dan KPAI, yang menilai aparat tidak proporsional dalam bertindak dan mengabaikan perlindungan anak.
(Sumber: Kompas, Tempo, September 2025)
Namun di balik kericuhan yang disorot media, sesungguhnya ada fenomena besar yang tengah tumbuh: kesadaran politik generasi Z.
Mereka mulai berani bersuara, peduli terhadap isu keadilan, dan mempertanyakan arah bangsa.
Data dari Katadata Insight Center menunjukkan 59,8% anak muda Indonesia kini tertarik pada isu politik—angka yang merefleksikan meningkatnya kesadaran generasi muda terhadap realitas sosial dan kebijakan negara.
Sayangnya, kebangkitan ini justru dianggap berbahaya oleh penguasa. Alih-alih dihargai sebagai bentuk kepedulian, semangat kritis para pemuda justru dibelokkan dengan narasi “anarkis”.
Media menyorot bentrok dan kerusuhan, namun menutup mata terhadap pesan utama yang mereka bawa: keresahan terhadap ketimpangan, korupsi, dan kebijakan yang merugikan rakyat.
Akibatnya, publik pun kehilangan simpati. Suara sadar dicap rusuh, kritik dianggap ancaman, dan semangat peduli sosial dimatikan oleh opini publik yang telah diarahkan.
Inilah strategi klasik kekuasaan sekuler: mengaburkan kesadaran dengan stigma dan framing.
Demokrasi yang Takut Disentuh
Sistem demokrasi sering dielu-elukan sebagai penjaga kebebasan berpendapat. Namun kebebasan itu ternyata berbatas, hanya berlaku selama tidak mengusik kepentingan elite politik dan pemilik modal. Begitu suara rakyat menyinggung akar ketimpangan, yaitu sistem kapitalisme, demokrasi menunjukkan wajah aslinya represif dan hipokrit.
Inilah kontradiksi mendasar demokrasi: menjanjikan ruang bebas berekspresi, namun menindas suara yang berbeda arah dengan kepentingan penguasa. Sistem ini lahir dari sekularisme, yang menyingkirkan wahyu dan menjadikan akal manusia yang terbatas sebagai penentu kebenaran. Akibatnya, demokrasi hanya melahirkan keadilan semu dan kebebasan palsu. Indah dalam teori, timpang dalam praktik.
Islam Menumbuhkan Kesadaran, Bukan Membungkam
Berbeda dengan demokrasi, Islam tidak takut terhadap kebenaran. Islam justru menumbuhkan dan mengarahkan kesadaran politik umat agar berpihak pada kebenaran dan menolak kezaliman.
Allah SWT berfirman yang artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Jihad paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa zalim."
(HR. Ath-Thabarani)
Dengan demikian, kritik terhadap penguasa bukanlah bentuk pemberontakan atau anarki, melainkan amal dakwah yang diperintahkan oleh Allah. Sementara diam terhadap kezaliman penguasa justru bentuk pengkhianatan terhadap iman dan tanggung jawab dakwah.
Gen Z dan Jalan Perubahan Sejati
Dalam pandangan Islam, pemuda adalah pilar kebangkitan umat. Energi, idealisme, dan keberanian mereka adalah modal besar untuk membawa perubahan. Namun potensi itu harus diarahkan oleh pemikiran Islam yang lurus. Tanpa arah ideologis, semangat muda mudah dimanipulasi oleh sistem sekular yang sedang berkuasa.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Nizham al-Islam, perubahan hakiki hanya terjadi jika cara pandang manusia terhadap kehidupan, alam, dan Pencipta berubah secara mendasar. Inilah inti dari kesadaran politik Islam. Kesadaran bahwa Islam bukan sekadar agama ritual, tapi sistem kehidupan yang menyeluruh.
Kesadaran Tak Bisa Dibungkam
Melabeli kritik sebagai “anarkis” hanyalah cara halus rezim menutupi ketakutan mereka terhadap kebangkitan Islam. Sebab mereka tahu, ketika pemuda memahami Islam secara ideologis, kekuasaan zalim mereka akan kehilangan legitimasi.
Kesadaran sejati tak bisa dibungkam dengan stigma. Ia akan terus menyala hingga lahir perubahan hakiki, yakni penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Di bawah sistem Islam, kritik bukan kejahatan, tapi amar makruf nahi mungkar. Suara yang menuntun umat menuju keadilan, kemuliaan, dan kebangkitan sejati.

COMMENTS