Gangguan Mental dalam Sistem Sekuler
Lahirnya Gangguan Mental dalam Sistem Sekuler
Oleh: Naura (Pendidik Generasi Mustanir)
Purwokerto – Seorang remaja berinisial RAA (18) ditemukan tewas gantung diri di rumahnya pada Selasa (12/8/2025) dini hari. Korban, yang dikenal ceria dan memiliki banyak teman, mengakhiri hidupnya dengan mengikat selendang hijau pada kayu eternit setinggi 2,6 meter di dalam rumah.
Kasus RAA merupakan fenomena gunung es yang menunjukkan bahwa dunia remaja sedang darurat gangguan mental. Remaja merupakan kelompok paling rentan terhadap gangguan mental; satu dari tiga remaja Indonesia usia 10–17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Temuan ini berdasarkan penelitian The Conversation University of Queensland dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, AS.
Data dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2024 menunjukkan bahwa lebih dari 2,45 juta anak dan remaja mengalami gangguan mental ringan hingga berat. Sementara itu, angka bunuh diri di kalangan remaja meningkat 20% dalam lima tahun terakhir. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota besar, tetapi juga merambah ke daerah-daerah yang sebelumnya dianggap lebih stabil secara sosial.
Masa remaja adalah fase krusial sebagai transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menghadapi berbagai tantangan fisik dan psikologis yang berpotensi memengaruhi kesehatan mental mereka. Gejala gangguan mental pada remaja meliputi kesulitan mengontrol emosi, perubahan perilaku yang tidak wajar, menurunnya prestasi sekolah, gangguan tidur dan makan, serta kebiasaan buruk.
Faktor penyebab gangguan mental pada remaja berasal dari internal seperti genetik, cedera otak, hormon, dan eksternal seperti pola asuh keluarga dan luka batin masa kecil. Selain itu, sistem kehidupan yang berlaku, yaitu sistem sekuler kapitalisme, juga berkontribusi dengan melahirkan individu yang mentalnya rapuh dan kehilangan arah hidup.
Sistem sekuler menjauhkan umat dari pemahaman agama, sehingga mereka lebih mengikuti hawa nafsu dan hidup tanpa aturan yang jelas. Tujuan hidup semata mencari kesenangan dunia berdasarkan materi seperti jabatan, harta, dan prestise. Ketika tujuan tersebut tak tercapai, mereka merasa gagal dan tersisih.
Lebih jauh, sistem ini membentuk lingkungan sosial yang kompetitif dan individualistik, di mana nilai manusia diukur dari pencapaian materi dan popularitas. Remaja yang tidak mampu memenuhi standar tersebut merasa tidak berharga, terisolasi, dan kehilangan makna hidup. Dalam sistem ini, tidak ada ruang bagi kelemahan, refleksi, atau spiritualitas yang mendalam.
Ironisnya, ketika gangguan mental muncul, solusi yang ditawarkan pun bersifat parsial dan teknokratis—seperti terapi perilaku atau medikasi—tanpa menyentuh akar persoalan: hilangnya arah hidup dan lemahnya fondasi spiritual. Padahal, manusia bukan sekadar makhluk biologis, tetapi juga makhluk ruhani yang membutuhkan makna, keterhubungan, dan ketenangan batin.
Analisa yang lebih tajam menunjukkan bahwa sistem sekuler tidak hanya gagal memberikan ketahanan mental, tetapi juga menciptakan tekanan sosial yang sistemik. Remaja dibentuk untuk mengejar standar duniawi yang semu, tanpa dibekali makna hidup yang hakiki. Ketika mereka gagal memenuhi ekspektasi sosial, tidak ada ruang untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual, karena sistem telah memutus akses mereka terhadap agama sebagai sumber kekuatan. Akibatnya, gangguan mental bukan sekadar gejala medis, tetapi manifestasi dari krisis eksistensial yang dibiarkan tumbuh dalam sistem yang rusak.
Islam hadir sebagai solusi yang menyeluruh, bukan hanya dalam aspek spiritual, tetapi juga sosial dan struktural. Sistem Islam membangun lingkungan yang sehat secara ruhani dan sosial, di mana remaja dibina dengan akidah yang kuat, pendidikan yang bermakna, dan komunitas yang saling mendukung. Negara Islam (Khilafah) bertanggung jawab membentuk atmosfer kehidupan yang menyehatkan jiwa, menjamin pendidikan berbasis akidah, serta menyediakan ruang aman bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang. Dalam sistem ini, setiap individu dihargai bukan karena pencapaian duniawi, tetapi karena ketakwaannya. Inilah fondasi yang melahirkan generasi tangguh, berjiwa tenang, dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh makna.
Generasi gemilang lahir dari sistem yang sempurna, yaitu Islam, yang telah membuktikan mampu menguasai 2/3 dunia selama 13 abad dan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bissawab.

COMMENTS