Sekolah Rakyat?! Tumpang Tindih Kebijakan Kapitalisme
Sekolah Rakyat?! Tumpang Tindih Kebijakan Kapitalisme
Oleh: NauraSekolah Rakyat (SR) adalah istilah yang sudah ada sejak era kolonial Belanda di Indonesia. SR merupakan penyebutan untuk pendidikan dasar, yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Dasar (SD). Pada masa itu, SR ditujukan bagi anak-anak pribumi dan merupakan bentuk diskriminasi yang membatasi akses pendidikan berdasarkan ras dan status sosial.
Istilah “Sekolah Rakyat” kembali dimunculkan dan dijadikan program pemerintah dengan tujuan memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan, demi mewujudkan layanan pendidikan yang bisa diakses oleh seluruh anak Indonesia.
Program Sekolah Rakyat yang diperuntukkan bagi anak-anak miskin, dengan berbagai fasilitas gratis dari negara, justru menimbulkan tumpang tindih antarprogram. Program ini ditangani oleh Kemensos, padahal secara substansi, pendidikan seharusnya berada dalam ranah Kemendikbud. Sementara itu, benang kusut dalam dunia pendidikan belum juga terurai. Banyak sekolah negeri masih menyimpan PR besar seperti kualitas pembelajaran, sarana dan prasarana yang tidak layak, kesejahteraan guru, serta jumlah dan kompetensi pengajar. Bukannya membenahi yang sudah ada, pemerintah justru membuat program baru yang tentunya membutuhkan anggaran lebih besar.
Sejatinya, Sekolah Rakyat bukanlah solusi untuk memutus mata rantai kemiskinan. Faktanya, kemiskinan yang terjadi adalah kemiskinan struktural—kemiskinan yang diciptakan oleh sistem, sehingga seseorang tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak. Kemiskinan yang lahir dari kurangnya lapangan pekerjaan, banyaknya PHK, serta harga kebutuhan pokok yang tak lagi terjangkau. Ini semua adalah akibat dari sistem kapitalisme yang telah menjadi pijakan negara.
Sekolah Rakyat merupakan bagian dari kebijakan populis yang bersifat tambal sulam, mirip dengan program-program populis lainnya seperti "Makan Bergizi Gratis" yang tidak menyentuh akar masalah, melainkan justru memunculkan persoalan-persoalan baru.
Dalam Islam, menuntut ilmu adalah wajib bagi laki-laki maupun perempuan. Negara menjamin pendidikan yang gratis dan berkualitas untuk seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Tidak ada kastanisasi dalam sistem pendidikan Islam—tidak ada Sekolah Unggulan Garuda, sekolah biasa, maupun Sekolah Rakyat. Semua sekolah dalam negara Islam memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan oleh negara, baik dari sisi kurikulum, sarana-prasarana, maupun kualitas pengajar.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah menghasilkan individu yang bertakwa dengan landasan akidah Islam. Seluruh fasilitas dan sarana disediakan secara cuma-cuma oleh negara, dan kesejahteraan guru pun terjamin.
Sumber pembiayaan pendidikan sepenuhnya ditanggung oleh negara melalui kas Baitul Mal, yang bersumber dari kharaj, ghanimah, jizyah, serta kepemilikan umum seperti kekayaan alam, tambang minyak, dan gas.
Rasulullah SAW bersabda:
"Imam (Khalifah) adalah ra’in dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya."
(HR. Ahmad, Bukhari)
Selain menjamin layanan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat, negara juga mewujudkan kesejahteraan secara paripurna, yaitu dengan memenuhi kebutuhan dasar mereka (sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan). Jaminan kesejahteraan ini terwujud melalui penerapan sistem ekonomi Islam, yang mengelola kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat.
Semua ini hanya dapat terwujud melalui penerapan syariat Islam secara kaffah di seluruh bidang kehidupan: politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya. Dalam sistem Islam, penguasa benar-benar berperan sebagai pengurus dan pelindung rakyat, sehingga berbagai masalah dapat diselesaikan secara konkret.
Wallahu a'lam bish-shawab.

COMMENTS