Trump Membawa Amerika Ke Jurang Kehancuran
Trump Membawa Amerika Ke Jurang Kehancuran
Oleh: Abu Mushab AFB | Penulis dan Pemerhati Politik Asal NTT
Para pendukung Trump meyakini bahwa sosok ini orang yang akan membawa AS menjadi negara yang semakin maju dan kuat. Trump adalah sosok pemberani yang siap mengambil keputusan radikal. Namun kenyataan berkata lain. AS semakin terpuruk di berbagai bidang.
Angka kemiskinan semakin tinggi. Pengangguran bertambah. Utang luar negeri pun semakin membengkak menembus angka USD 25 miliar (April 2025).
Trump mulai dimusuhi dalam mau pun luar negeri. Di awal pemerintahan nya, lewat Elon Musk ia memecat ribuan pejabat yang diduga berhaluan liberal. Ia lebih cenderung memilih orang-orang yang berhaluan konservatif. Efisiensi anggaran yang dilakukannya ternyata terbongkar dan diarahkan untuk kepentingan politik pribadi.
Korupsi menjadi masalah yang sulit diatasi. Padahal ini negara demokrasi yang seharusnya sistem hukumnya kebal koruptor. Masyarakat AS menjerit, harga barang naik apalagi dengan kebijakan perang tarif Trump. Kemampuan membeli barang dan jasa menurun.
Angka kekerasan seperti penembakan liar semakin meningkat. Trump mendeportasi imigran. Dalam persaingan bisnis pun kalah telak dengan China.
Contohnya, penjualan Tesla semakin menurun dikalahkan China yang mempunyai 12 jenis baru mobil listrik yang lebih murah dan efisien. Proyek antariksa Amerika yang digagas Elon Musk terancam gagal karena konflik Musk versus Trump. Selain China, melawan negara berkembang di Asia Tenggara pun AS kalah.
Neraca perdagangan AS dan Indonesia dimenangkan oleh Indonesia. Indonesia memiliki surplus ekonomi terhadap AS. AS meminta Qris milik Indonesia dihapus karena mengakibatkan kartu kredit Master Card AS tidak lagi dipakai di pangsa pasar Nusantara.
Hubungan dengan Negara Eropa memburuk. Ternyata NATO adalah organisasi yang dibuat AS untuk mendapatkan keuntungan materi dari negara-negara Eropa. Jika masih ingin dilindungi Amerika maka mereka harus membayar uang jaminan keamanan yang semakin mahal. AS pun menarik tentara nya dalam jumlah besar dari Eropa.
Negara-negara NATO mulai ketakutan akan diserbu negara berhaluan komunis seperti raksasa Eropa seperti Rusia. Ukraina kecewa berat ditinggalkan AS. Wilayahnya mulai dikuasai Rusia.
Kekuatan militer AS semakin melemah. Kalah di Afganistan. Berkeliling negara teluk dalam rangka menjarah dana untuk AS.
Kalau bukan karena tekanan militer dan kepentingan geopolitik, negara-negara Teluk mungkin sejak lama sudah menghentikan ketergantungan mereka terhadap Amerika Serikat. Namun dalam beberapa tahun terakhir, mulai terlihat pergeseran. Sejumlah negara Teluk seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar secara perlahan mulai menempuh jalur yang lebih independen dalam kebijakan luar negeri dan ekonominya.
Contohnya, Arab Saudi di bawah kepemimpinan Mohammed bin Salman (MbS) kini lebih banyak bermitra dengan China, termasuk dalam proyek besar seperti "Belt and Road Initiative" dan pembangunan kota futuristik NEOM. Pada tahun 2023, Riyadh resmi bergabung ke dalam kelompok BRICS+ yang dipimpin oleh China dan Rusia—sebuah langkah yang secara simbolik dan strategis menunjukkan pelepasan diri dari dominasi AS.
Begitu pula dengan Uni Emirat Arab, yang pada 2023 keluar dari koalisi pertahanan pimpinan AS di Laut Merah, dan mendekat ke blok Timur seperti Rusia dan China. Mereka bahkan menerima kehadiran pangkalan militer China di pelabuhan Khalifa, sebuah langkah yang jelas menantang dominasi militer AS di kawasan.
Qatar juga mengambil langkah-langkah berani dengan memposisikan dirinya sebagai penengah di banyak konflik regional, kadang bertentangan dengan posisi AS. Bahkan dalam konflik Gaza 2023–2024, negara-negara Teluk tidak serta-merta mengikuti narasi AS dan justru lebih banyak mendukung peran regional Turki dan Iran dalam mencari solusi.
Amerika yang dulu digdaya, kini mulai kehilangan cengkeramannya. Negara-negara Teluk yang dulunya tunduk, kini berani bersikap. AS menjadi “the new sick man”—orang sakit baru dalam peradaban global, bukan hanya secara ekonomi dan sosial, tapi juga secara geopolitik.
Seratus tahun yang lalu Khilafah Utsmaniyah diruntuhkan. Kini giliran Amerika Serikat yang kian kehilangan pamor dan pengaruhnya. Dunia menyaksikan secara perlahan runtuhnya pilar-pilar hegemoninya. Semoga ini menjadi pertanda akan lahirnya kembali kekuatan Islam global dalam bentuk Khilafah yang adil, mandiri, dan membawa rahmat bagi seluruh alam.[]
COMMENTS