Bisnis pendidikan
Komodifikasi Pendidikan : Melukai Hak Dasar Syar’i Generasi
Olehb : Deswayenti S.T (Owner Rumah Peradaban SNC)
“Barang siapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu, barang siapa menginginkan akherat hendaklah ia menguasai ilmu dan barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akherat) hendaklah ia menguasai ilmu.” (HR. Ahmad)
Betapa pentingnya ilmu, bukan? Dan sejatinya ilmu di dapat dari pendidikan. Indonesia, setiap tanggal 2 Mei di canangkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Berbicara tentang pendidikan, tentu banyak permasalahan yang masih tersisa bahkan bertambah. Adanya kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan di tahun 2025 tentu saja berdampak signifikan pada Kementerian Pendidikan. Beberapa pos anggaran yang mengalami pemangkasan antara lain :
1. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengalami pengurangan sebesar Rp. 7,2 triliun dari Rp. 33 triliun menjadi Rp. 26,2 triliun
2. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi di pangkas sebesar Rp. 14,3 triliun dari Rp. 56,5 triliun menjadi Rp. 42,3 triliun.
Dampaknya sangat besar bagi optimalisasi kualitas pendidikan di Indonesia, terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh institusi pendidikan. Selain itu juga berdampak pada bertambahnya angka putus sekolah, sulitnya akses pendidikan di daerah terpencil dan ketimpangan pendidikan antara daerah maju dan tertinggal. Belum lagi di tambah dengan kesulitan ekonomi dan mencari nafkah menjadikan faktor terbesar permasalahan pendidikan di negeri ini sehingga memperpanjang daftar ATS (anak tidak sekolah).
Dilansir dari www.tirto.id, pada Senin tanggal 19 Mei 2025, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Tatang Muttaqin mengatakan faktor ekonomi dan membantu orang tua mencari nafkah menjadikan penyumbang terbanyak pada tingginya angka anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia.
“Tingginya angka ATS di Indonesia di sebabkan oleh faktor ekonomi adalah sebanyak 25,55 % dan mencari nafkah sebanyak 21,64 %.“ kata Tatang, dalam rapat Panja Pendidikan dengan Komisi X DPR RI di komplek parlemen, Senayan, Jakarta Pusat. LinkMasih menurut Tatang, selain itu penyebab tertinggi adalah menikah, disabilitas, akses yang jauh, perundungan/ bullying dan faktor lainnya.
Dengan melihat fakta ini, pemerintahan sekarang berupaya mempercepat pemutusan rantai kemiskinan yang menjadi penyebab ATS melalui program Sekolah Rakyat untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang nantinya terdiri dari jenjang SD, SMP dan SMA. Tetapi belum jelas seperti apa gambaran dari pendidikan Sekolah Rakyat ini? Apakah nanti program ini bertujuan hanya untuk pemerataan pendidikan saja? Dengan menomorsekiankan kualitas dan pelayanan di sekolah, kita akan lihat kenyataan yang nampak di depan?
Jangan sampai yang terjadi nantinya Sekolah Rakyat untuk ‘Si Jelata’ ini hanya berkutat pada pendidikan yang sifatnya hanya membaca, menulis dan berhitung. Karena di zaman yang serba maju teknologi seperti sekarang yang dibutuhkan dari pendidikan di sekolah adalah memacu pada kualitas diri menghadapi masa depan baik dari segi IMTAQ (Iman dan Taqwa) maupun IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Apakah anak-anak di Sekolah Rakyat akan sama fasilitas pendidikannya dalam hal penyediaan sarana belajar dengan sekolah unggulan seperti Sekolah Garuda Unggul yang di canangkan oleh pemerintah baru-baru ini juga.
Seperti yang di lansir dari www.tempo.com, Sabtu, 17 Mei 2025, Wakil Menteri Diktisaintek Stella Crishtie mengatakan Sekolah Garuda Unggul ini bertujuan mempercepat peningkatan pendidikan berbasis Sains dan Teknologi di Indonesia. SMA Garuda Unggul ini akan berperan menghasilkan lulusan SMA yang mampu menembus kampus-kampus Top Dunia dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Wow..!
Pertanyaannya, Apakah Sekolah Rakyat juga akan mendapatkan ‘suntikan’ motivasi pengembangan diri dalam meraih masa depan seperti halnya Sekolah Garuda Unggul ini?
Yang pasti bagi orang tua yang anaknya hidup di zaman ini dengan persaingan ketat dan berat di mana kecerdasan intelektual dan keahlian individu sangat di utamakan pasti ‘berdebar‘ dan cemas akan kehidupan anaknya di masa datang.
Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar, bahkan termasuk hak syar’i setiap warga negara sama seperti halnya kesehatan dan rasa aman, Islam tidak membedakan pendidikan pada lapisan masyarakat. Seluruh rakyat baik miskin dan kaya, baik yang tinggal di kota maupun mereka yang yang tinggal di pinggiran yang jauh dari kota berhak mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama, dan sudah menjadi tugas negara yang harus bertanggungjawab memenuhi hak-hak rakyatnya.
Dalam Islam, tidak boleh ada ketimpangan dalam pendidikan, pendidikan harus adil di berikan pada setiap warga negara. Islam mendorong akses pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi dan tujuan dari pendidikan Islam tidak lain membebaskan manusia dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan serta memberdayakan generasi penerus untuk menjadi Khalifah di muka bumi. Pendidikan artinya menyiapkan pewaris bumi bagi peradaban Islam dalam konteks dunia dan akherat.
Dalam sistem Islam, negara berkewajiban untuk menyediakan pendidikan secara gratis. Pembiayaan pendidikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara dan umat dengan berpegang pada hukum syariat. Sumber dana pendidikan di peroleh dari Baitul Maal. Baitul Maal di kelola berdasarkan prinsip syari’ah yang berasal dari berbagai sumber seperti ghanimah, jizyah, hasil bumi dan lainnya.
Dana pendidikan dari individu yaitu zakat, infak, sedekah dan wakaf. Dana pendidikan juga bisa dari pos fa’i. Fa’i secara istilah syariat adalah harta yang diperoleh dari non muslim tanpa melalui peperangan, seperti jizyah (pajak dari non muslim), kharaj (pajak tanah) atau harta yang mereka tinggalkan karena takut kepada kaum Muslim.
Fa’i juga bisa berupa harta yang di tinggalkan oleh ahli dzimmah (non muslim yang di lindungi oleh negara Islam) yang meninggal tanpa ahli waris. Harta ini akan di kembalikan ke umat Islam dan di gunakan untuk kemaslahatan bersama sesuai dengan ketentuan syari’at, termasuk untuk bidang pendidikan.
Sementara itu sistem kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai bisnis yang bertujuan untuk meraup keuntungan sehingga pendidikan hanya berorientasi pada kebutuhan pasar bukan pada kebutuhan masyarakat secara keseluruhan sehingga mengesampingkan nilai-nilai pendidikan yang luhur. Kapitalisme menjadikan pendidikan bukan sebagai hak dasar setiap individu dengan budget yang tidak bisa di jangkau seluruh rakyat. Pendidikan yang terbaik hanya untuk orang ‘berpunya’. Kapitalisme akan menghancurkan mimpi indah anak-anak akan cita-citanya untuk masa depan yang cerah.
Jika negeri ini menginginkan terwujudnya generasi emas 2045 maka penting untuk memberikan pendidikan yang merata, berkualitas dan adil bagi seluruh kalangan masyarakat. Pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan.
Pemberdayaan generasi penerus adalah agenda yang sangat penting yang tidak boleh luput dari perhatian, sejumlah potensi setiap anak tidak boleh terbengkalai dan sia-sia karena merupakan entitas terbesar yang harus di gali dan di bangkitkan. Tanpa ilmu pengetahuan, tanpa pendidikan maka potensi siapapun akan mati kaku sehingga tidak mungkin diberdayakan karena itulah Islam memandang pendidikan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Allah SWT berfirman, yang artinya :
“... Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang di beri ilmu beberapa derajat.” (QS. Al – Mujaadilah : 11)
Wallahu a’lam bi ash-shawaab.
COMMENTS