Rakyat Dituntut Pintar Ditengah Sulitnya Akses Belajar
Rakyat Dituntut Pintar Ditengah Sulitnya Akses Belajar
Oleh : Ina Febri Anti ( Aktivis Muslimah)
Pendidikan merupakan hak setiap rakyat, tapi kenyataannya masih banyak orang yang kesulitan dalam mengakses pendidikan terutama di daerah terpencil. Terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Angka tersebut setara dengan tingkat kelulusan kelas 9 atau pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Beritasatu.com (08-05-2025)
Hal ini merupakan akibat dari sistem kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai sebuah komoditas, sehingga akses terhadap pendidikan sangat bergantung pada kemampuan ekonomi individu. Dengan tingginya angka kemiskinan, masyarakat semakin kesulitan dalam mengakses sarana pendidikan, bahkan pendidikan dasar sekalipun.
Dilansir dari metrotvnews.com (08-05-2025), menunjukkan bahwa penduduk di Provinsi DKI Jakarta tercatat memiliki rata-rata lama sekolah tertinggi, yaitu 11,5 tahun atau tidak lulus SMA, sedangkan penduduk di Provinsi Papua Pegunungan hanya mencapai rata-rata lama bersekolah sebesar 5,1 tahun atau tidak lulus SD.
Negara memang sudah memberikan berbagai program yang diharapkan bisa menjadi solusi, seperti KIP, ‘sekolah gratis’, dan berbagai bantuan yang lain. Namun realitanya belum semua rakyat dapat mengakses layanan pendidikan, apalagi program tersebut hanya untuk kalangan tertentu dan jumlahnya pun terbatas.
Meskipun juga terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai jaminan dalam memperoleh akses pendidikan dengan kualitas yang merata. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini masih terdapat banyak wilayah terpencil di Indonesia yang belum menerima kualitas pendidikan yang setara dengan di kota. Selain itu, perlu dicatat bahwa keberadaan layanan pendidikan belum tersedia secara merata di seluruh wilayah, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Diantara kesulitan-kesulitan yang dihadapi terutama di daerah 3T adalah akses yang sulit dan keterbatasan infrastruktur pendidikan yang memadai, kondisi geografis yang wilayahnya sangat jauh dari akses pendidikan, kesadaran masyarakat, dan kurangnya tenaga pendidik.
Salah satu faktor kesulitan lainnya yang menyulitkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas adalah tingginya biaya yang dibutuhkan. Penyebab dari tingginya biaya pendidikan tersebut adalah proses swastanisasi, dimana pengelolaan pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dialihkan kepada pihak swasta. Pihak swasta menjadikan untung yang besar sebagai acuan dalam membangun pendidikan. Sebagai akibatnya, terjadi ketimpangan dalam akses pendidikan, dan biaya pendidikan menjadi cukup tinggi.
Selain itu, kapitalisasi pendidikan yang menyebabkan negara berlepas tangan dari penyelenggaraan pendidikan. Akibatnya negara hanya mencukupkan apa yang sudah disediakan swasta. Sehingga sarana prasarana yang disediakan pun minimalis sesuai anggaran yang ada. Di daerah terpencil, infrastruktur sangat minim dan jumlah tenaga pendidik terbatas. Selain itu, kurikulum yang berorientasi pada pasar menjadikan pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk menghasilkan tenaga kerja yang murah, alih-alih sebagai hak dasar bagi masyarakat.
Di sisi lain, efisiensi anggaran pendidikan semakin memperburuk keadaan, meskipun pendidikan merupakan aspek yang krusial bagi kemajuan suatu negara. Permasalahan ini berakar dari sistem ekonomi kapitalis yang menyulitkan negara dalam menyediakan anggaran, bahkan menjadikan utang dan pajak sebagai solusi utama untuk memperoleh dana pembangunan. Belum lagi masalah korupsi yang tinggi dalam dunia pendidikan makin membuat minimnya dana yang tersedia.
Berbeda dengan negara Islam (Khilafah) yang menjadikan pendidikan adalah hak setiap rakyat, miskin ataupun kaya. Islam memandang pendidikan adalah bidang strategis yang akan berpengaruh terhadap kejayaan bangsa dan negara. Negara wajib menyediakannya secara gratis dan merata dengan kualitas terbaik untuk membentuk manusia berilmu, bertakwa, dan berketerampilan tinggi
Negara khilafah memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Dana pendidikan diperoleh dengan sistem ekonomi Islam yang akan mendapatkan dana pendidikan yang diambil dari Baitul Mal, khususnya pos fai', kharaj, dan kepemilikan umum sehingga negara memiliki banyak anggaran untuk membangun pendidikan.
Selain itu, negara mengelola pendidikan secara langsung tanpa campur tangan pihak swasta, seperti yang terjadi saat ini. Sehingga kapitalisasi pendidikan dan swastanisasi pendidikan tidak akan terjadi. Sehingga anggaran penuh untuk membangun pendidikan.
Dengan demikian, sistem ekonomi Islam akan mampu menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, serta memberikan penghargaan yang tinggi kepada para guru dan tenaga pendidik. Negara memiliki sumber anggaran yang banyak dan beragam. Wallahu 'alam bisshawab.
COMMENTS