pengaruh keyakinan pada pola pikir dan pola sikap
Beragama atau tidak, itu cuma urusan keimanan, kan?” Sebagian orang mungkin berpikir begitu, tapi kenyataannya kepercayaan (atau ketidakpercayaan) seseorang terhadap Tuhan mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan menjalani hidup. Ini bukan sekadar soal percaya atau nggak percaya, tapi soal bagaimana seseorang melihat moral, kebahagiaan, kehidupan, dan bahkan hubungan dengan sesama manusia.
Pernah nggak ketemu orang yang pelit luar biasa, enggan berbagi, atau hidupnya serba hitung-hitungan untung-rugi? Bisa jadi, itu bukan sekadar sifat bawaan, tapi ada pola pikir yang terbentuk dari cara dia memaknai hidup. Sebaliknya, orang yang beragama cenderung punya cara pandang berbeda dalam menyikapi harta, tanggung jawab sosial, dan tujuan hidup.
Di Barat sendiri, ada sterotip negatif kalau orang ateis itu terkenal pelit dan tidak mau berbagi. Ternyata ini bukan hanya sekedar sterotip tapi didukung dengan data, kita lihat data, orang-orang yang nggak beragama alias ateis biasanya lebih jarang nyumbang atau ngasih bantuan dibanding orang yang beragama.
Umat Muslim - £371
Umat Yahudi - £270
Umat Kristen - £178
Atheis - £116 U
Berdasarkan survei Gallup tahun 2017, yang menunjukan perbuatan sosial, diketahui kalau none/atheis/tidak beragama memiliki partisipasi rendah baik ikut terjun menjadi kerelawan. Tapi kenapa bisa begitu? Pasti ada cara berpikir mereka yang bikin mereka kurang terdorong buat berbagi.
Yang pertama, namanya sekedah atau pemberian biasanya dimulai dari kebiasaan, dan kebiasaan memberi hanya ada dilingkungan agama, Kristen ada perpuluhan, Budha ada ngasih ke fakir miskin dan Islam ada zakat tahunan, sekedah bulanan, infaq rutinan. Adapun ateis tidak memiliki lingkungan yang mendorongnya untuk melakukan amal, sedangkan kebiasaan memberi, kepekaan empati itu mudah dirangsang dilingkungan yang mendukung demikian.
Yang kedua, Buat ateis, hidup cuma sekali. Setelah mati ya udah, selesai. Nggak ada surga, neraka, atau Tuhan yang bakal ngasih balasan buat perbuatan kita. Jadi, buat apa susah-susah nyumbang kalau nggak ada yang bakal ngitung?
Namanya orang ngasih, itu beragam motifnya mulai dari harapan pahala, harapan keselamatan, harapan ditolong sama orang lain, keyakinan akan dimudahkan rezekinya hanya dimiliki kalangan beragama, Karena nggak percaya ada balasan didunia dan akhirat, mereka merasa nggak ada kewajiban buat bantu orang lain. Nyumbang atau nggak, hidup mereka tetap sama aja. Kalau pun ada orang ateis beramal ya itu karena dia lagi pengen aja, “ya pengen aja.”
Ketiga, cara mandang harta, orang ateis sama orang muslim itu beda. Menurut orang Muslim, harta yang kita usahakan, semua harta yang kita miliki sejatinya ada sebagian hak orang lain, ada sebagian hak orang duafa dan anak yatim. Tapi bagi kalangan ateis, semua harta yang dimiliki adalah konsekuensi jerih payah yang mereka sendiri, tanpa melibatkan Tuhan, tanpa melibatkan rasa empati sosial “harta-harta gw, ngapain harus ngasih orang lain.”
Keempat-kelima, cara pandang benar dan salah berbeda, ini contoh dari ustadz Fakhrudin Faiz “bayangin ada temenmu sedang kelaperan, terus kamu datang pesen satu burger. Kira-kira nih, kamu ngasih atau nggak ngasih ke temen kamu ?
Secara pandangan moral, kamu salah karena kamu tidak empati. Sedangkan secara rasio, tidak perlu membantu atau memberinya, ya ini duit-duit gw, burger burger gw. Mau dia mati kelaperan ya gak masalah.
Yang keenam, mereka memiliki pola pikir konsekuensialis dan pragmatis, (pramatis itu benar atau salah ditentukan sejauh mana menguntungkan) misal, kalau gw nolong mereka apa mengguntungkan buat gw ? Selain itu pemikiran konsekuensialis
Menimbulkan ateis cenderung skeptis alias curigaan sama organisasi amal, apalagi yang berbasis agama. Mereka mikir, “Jangan-jangan uang gue nggak sampai ke yang butuh” atau “Ini cuma buat kepentingan agama mereka aja.”
Akibatnya apa, Karena ragu-ragu, mereka jadi ogah nyumbang. Mereka takut uangnya disalahgunakan atau malah mendukung hal-hal yang mereka nggak percaya. Kalau kalangan beragama kan punya konsep niat, asal saya niat sodakoh, dan ini uangnya, insya Allah dapat pahala. Makanya kalau kamu lihat itu ideologi turunan ateisme, seperti Machevelianisme, dan Sosialis Darwinisme, mereka memandang orang miskin ya hama, gak perlu negara ngasih subsidi atau bantu mereka, memberi sedekah ke orang miskin juga berdampak merugikan, toh mereka juga bakal miskin seumr hidup, bahkan kalau perlu disarankan untuk digenosida aja.
COMMENTS