Staf BPJS Pakai Asuransi Swasta
Warga Wajib Punya BPJS, Staf BPJS Pakai Asuransi Swasta, Kok Bisa?
Oleh: Maya
Sungguh ironis, di saat pemerintah mewajibkan masyarakat untuk menjadi peserta BPJS, justru pegawai BPJS sendiri tidak menggunakan produk yang mereka kelola. Mereka malah memakai asuransi swasta, yaitu Inhealth. Fenomena ini dikutip dari Sindonews pada 09 Januari 2025. Ibarat seorang penjual makanan yang enggan mencicipi produknya sendiri, muncul pertanyaan: apakah mereka tidak percaya dengan produk yang mereka kelola?
Bahkan, kepemilikan BPJS menjadi syarat wajib untuk pengurusan berbagai dokumen penting. Lantas, apakah BPJS ini sebenarnya asuransi atau pajak? Mengapa kepesertaan menjadi wajib?
BPJS selalu berdalih bahwa penggunaan asuransi Inhealth untuk pegawainya sah secara hukum. Memang, setiap individu di negara ini memiliki hak untuk menggunakan asuransi tambahan. Dari sisi legalitas, hal ini tidak salah. Namun, jika ditinjau dari segi etika, ini menjadi persoalan. Sebagai pengelola JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), BPJS seharusnya memberikan contoh dengan menggunakan produk yang mereka kelola.
Etika bukan hanya tentang benar atau salah, tetapi juga tentang kepantasan. Nilai kemanusiaan menempatkan etika di atas hukum. Salah satu alasan penggunaan skema Coordination of Benefit (COB) oleh pegawai BPJS adalah untuk menghindari antrean. Namun, apakah ini adil? Seharusnya, pegawai BPJS pun mengikuti prosedur yang sama seperti peserta lainnya. Jika mereka merasa tidak nyaman dengan sistem antrean, lalu bagaimana dengan masyarakat umum?
Solusi yang seharusnya diambil adalah memperbaiki prosedur pelayanan agar lebih manusiawi, bukan menghindari antrean. Sistem yang manusiawi memprioritaskan kebutuhan peserta sebagai manusia, bukan sekadar angka. Ironisnya, BPJS justru menghindari sistem yang mereka buat sendiri. Padahal, di situs resminya, BPJS mencantumkan bahwa pegawainya menggunakan JKN. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kejujuran lembaga ini.
Masalah BPJS tidak berhenti di sini. Banyak penyakit yang tidak ditanggung, pembatasan obat-obatan, tenaga kesehatan yang terganggu pelayanannya karena harus menjelaskan aturan kepada pasien yang kebingungan, hingga biaya klaim (INA CBG) yang kecil dibandingkan dengan kebutuhan layanan kesehatan sebenarnya. Prosedur klaim yang rumit dan lambat juga menjadi penyebab kekurangan dana operasional fasilitas kesehatan, bahkan mengancam kebangkrutan beberapa fasilitas tersebut.
Jaminan Kesehatan: Tanggung Jawab Negara
Seharusnya, negara memberikan jaminan kesehatan gratis kepada seluruh warganya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah memungut iuran dari rakyat untuk membiayai jaminan kesehatan. Hal ini bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, yang menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat. Pada kenyataannya, beban biaya kesehatan justru ditanggung oleh masyarakat.
Sistem sekuler yang diterapkan saat ini lebih mementingkan asas manfaat dan keuntungan materi. Akibatnya, pemerintah gagal menjalankan tanggung jawabnya terhadap rakyat. Sistem ini juga membuat pemimpin lalai dalam mengurusi umat, lebih fokus pada perhitungan untung-rugi dalam pelaksanaan program JKN.
Islam dan Jaminan Kesehatan
Dalam Islam, kesehatan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Pemerintah bertanggung jawab langsung atas urusan masyarakat, termasuk kesehatan. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT atas pelaksanaan tugas tersebut. Karena itu, sistem kesehatan dalam Islam tidak diserahkan kepada swasta, dan masyarakat tidak dibebani iuran.
Negara akan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) untuk memenuhi kebutuhan kesehatan rakyat. Dana yang dihasilkan dari pengelolaan SDA digunakan untuk mendanai rumah sakit, klinik, obat-obatan, dan kebutuhan kesehatan lainnya.
Jaminan kesehatan dalam Islam memiliki tiga ciri utama:
- Universal: Tanpa diskriminasi, semua warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan.
- Gratis: Tidak ada biaya yang dikenakan kepada masyarakat.
- Akses Mudah: Seluruh masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah.
Pendekatan ini memberikan solusi atas permasalahan layanan kesehatan yang ada saat ini. Dengan kekayaan SDA yang dimiliki Indonesia, sebenarnya negara mampu menyediakan layanan kesehatan yang optimal dan gratis. Namun, hal ini hanya bisa tercapai jika kekayaan alam dikelola dengan baik oleh pemerintah, bukan diserahkan kepada pihak swasta atau dimanfaatkan oleh para oligarki dan pejabat untuk kepentingan pribadi.
Sistem jaminan kesehatan Islam hanya dapat terlaksana dengan sempurna jika prinsip-prinsip Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan, dengan negara sebagai pelaksananya.
Allahu A'lam bish-shawab.
COMMENTS