Penguasa Dunia Islam Perspektif Fiqih Siyasah

Penguasa Dunia Islam

Penguasa Dunia Islam Perspektif Fiqih Siyasah

Kajian fiqih siyasah atau siyasah syar’iyyah, sudah pasti membahas mengenai jabatan agung sang penguasa atau pemimpin besar dunia Islam. Hanya saja kajian mengenai sosok penguasa dalam fiqih siyasah atau siyasah syar’iyyah ini, tidak diawali dengan siapakah nama sosoknya dengan perspektif kisah? Karena pembahasan yang cuma mengenalkan sosok pribadi pemimpin besar dunia Islam semacam itu, termasuk dalam kajian sejarah atau kisah, bukan ranah kajian fiqih siyasah atau siyasah syar’iyyah. Sedangkan dalam perspektif fiqih siyasah atau siyasah syar’iyyah, kajian mengenai jabatan penguasa atau pemimpin besar dunia Islam, lebih bersifat prinsipil, kaidah atau ketentuan tertentu yang bersifat hukum, yang kurang lebihnya bisa dijabarkan sebagai berikut:

Pertama, bagi seorang penguasa dunia Islam, kekuasaan atau pemerintahan yang ada wajib berdasarkan dan dalam rangka menerapkan syariah Islam. Hal ini merupakan sebuah kepastian berdasarkan dalil mutawatir. Maksud “kekuasaan wajib berdasarkan syariah” artinya kekuasaan tersebut diperoleh secara absah berdasarkan ketentuan hukum syariah bukan berdasarkan aturan selain Islam, sedangkan “dalam rangka menerapkan syariah Islam” maksudnya adalah kekuasaan tersebut digunakan dalam rangka menerapkan syariah Islam dalam seluruh sendi kehidupan, bukan dalam rangka menerapkan aturan selain Islam. Imam al-Mawardi rahimahullah menyebutkan hal ini dalam muqaddimah al-Ahkam as-Sulthaniyyah:

أما بعد فإن الله جلت قدرته ندب للأمة زعيما خلف به النبوة، وحاط به الملة، وفوض إليه السياسة؛ ليصدر التدبير عن دين مشروع، وتجتمع الكلمة على رأي متبوع، فكانت الإمامة أصلا عليه استقرت قواعد الملة، منه ما يصلح لسياسة الدنيا وانتظمت به مصالح الأمة حتى استثبتت بها الأمور العامة، وصدرت عنها الولايات الخاصة، فلزم تقديم حكمها على كل حكم سلطاني، ووجب ذكر ما اختص بنظرها على كل نظر ديني؛ لترتيب أحكام الولايات على نسق متناسب الأقسام، متشاكل الأحكام.

Amma ba’du, Allah dengan Kekuasaan-Nya yang Maha Agung, memilihkan bagi umat pemimpin yang menggantikan peran kenabian, menjaga agama dan diserahi urusan pemerintahan, supaya mampu mengeluarkan kebijakan sesuai dengan agama yang disyariatkan serta bersatu berdasar satu pendapat yang ditaati. Al-Imamah merupakan pondasi yang mengokohkan berbagai aturan agama, termasuk perkara yang mampu menunjang aturan dunia dan membuat urusan umat tertata hingga kepentingan publik pun terjaga dengan baik. Imamah memiliki kekuasaan yang spesifik, maka pemerintahan imamah wajib diutamakan di atas semua pemerintahan kekuasaan lainnya dan wajib pula dijelaskan keistimewaan tujuan imamah di atas semua tujuan keagamaan lainnya, supaya berbagai hukum pemerintahan tertata sesuai klasifikasi yang relevan, sesuai hukum yang tersusun. (Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, h. 1-2)

Kedua, seluruh kaum muslimin, wajib mendukung terwujudnya sistem pemerintahan Islam sepaket dengan penguasa yang menerapkan syariah Islam dalam seluruh sendi kehidupan. Pasalnya dukungan terhadap terwujudnya sistem pemerintahan Islam yang dipimpin oleh seorang penguasa adalah termasuk kewajiban syariat. Imam al-Mawardi rahimahullah kembali menjelaskan:

الإمامة موضوعة لخلافة النبوةِ في حراسة الدين وسياسة الدنيا، وعقدها لمن يقوم بها في الأمة واجب بالإجماع ... ففرض علينا طاعة أولي الأمر فينا، وهم الأئمة الـمتأمرون علينا ... فإذا ثبت وجوب الإمامة ففرضها على الكفاية كالجهاد وطلب العلم، فإذا قام ب ها من هو من أهلها سقط فرضها على الكفاية

Imamah berfungsi sebagai pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Mengangkat imamah bagi siapapun yang mampu di tengah umat adalah wajib berdasarkan ijma … Allah mewajibkan kita menaati ulil amri di antara kita, mereka adalah para imam yang memimpin atau memerintah kita … Ketika kewajiban mengangkat imamah telah terbukti, maka status kewajiban imamah adalah fardhu kifayah seperti kewajiban berjihad dan mencari ilmu. Sehingga ketika kalangan yang mampu sudah menunaikan imamah, tentu kewajiban kolektif ini sudah gugur. (Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, h. 3-4).

Ketiga, sebutan bagi seorang penguasa dunia Islam diantaranya adalah: khalifah, imam atau amirul mukminin. Sebutan ini bukan hasil ijtihad para ulama, namun memang mengambil dari istilah syar’i yang berasal dari dalil-dalil syariah. Namun bisa pula menggunakan istilah lain, selama istilah tersebut masih relevan atau sinonim dengan ketiga istilah sebelumnya, selama tidak bertentangan dengan makna sistem pemerintahan Islam itu sendiri, serta bukan istilah khusus bagi penguasa dalam peradaban non Islam. Seorang ulama kontemporer Syaikh Abdul Qadim Zallum berfatwa:

بل يجوز إطلاق غيرها من الألقاب على من يتولى أمر المسلمين، مما يدل على مضمونها، مثل حاكم المؤمنين، أو رئيس المسلمين، أو سلطان المسلمين أو غيرها مما لا يتناقض مع مضمونها، أما الألقاب التي لها معنى معيّن يخالف أحكام الإسلام المتعلقة بالحكم، كالملك ورئيس الجمهورية والإمبراطور، فإنه لا يجوز أن تطلق على من يتولى أمر المسلمين، لتناقض ما تدل عليه مع أحكام الإسلام.

Diperbolehkan menyebut orang yang memimpin urusan kaum muslimin tersebut dengan sebutan lain yang maknanya sama. Seperti hakimul mu’minin (penguasa kaum mukmin), ra’isul muslimin (pemimpin kaum muslim), sulthanul muslimin (penguasa kaum muslim) atau sebutan lain yang maknanya tidak bertentangan dengan tiga sebutan sebelumnya (khalifah, imam atau amirul mukminin). Adapun gelar lain yang memiliki arti spesifik yang bertentangan dengan hukum Islam yang berkaitan masalah pemerintahan, seperti raja, presiden dan kaisar, semuanya tidak boleh dipergunakan untuk menyebut sosok yang memimpin kaum muslimin. Sebab, makna yang ditunjukkan sebutan tersebut bertentangan dengan hukum Islam. (Nizham al-Hukm fi al-Islam, h. 50).

Keempat, sosok calon penguasa dunia Islam, baik khalifah, imam atau amirul mukminin, wajib memenuhi syarat sesuai ketentuan umum dalam fiqih siyasah. Syarat tersebut pada awalnya tidak diklasifikasikan berdasarkan hukum taklifi tertentu, namun hanya berdasarkan sekumpulan dalil atau riwayat yang berkaitan dengan ahkam sulthaniyyah, lalu dirumuskan para ulama mejadi syarat sah penguasa dalam Islam yang dicatat pada literatur fiqih mereka. Misalnya Imam al-Mawardi membeberkan syarat-syarat tersebut:

وأما أهل الإمامة فالشروط المعتبرة فيهم سبعة: أحدها العدالة على شروطها الجامعة، والثاني العلم المؤدي إلى الاجتهاد في النوازل والأحكام، والثالث سلامة الحواس من السمع والبصر واللسان ليصح معها مباشرة ما يدرك بها، والرابع سلامة الأعضاء من نقص يمنع عن استيفاء الحركة وسرعة النهوض، والخامس الرأي المفضي إلى سياسة الرعية وتدبير المصالح، والسادس الشجاعة والنجدة المؤدية إلى حماية البيضة وجهاد العدو، والسابع النسب وهو أن يكون من قريش لورود النص فيه وانعقاد الإجماع عليه

Syarat yang berlaku bagi kalangan yang layak menduduki imamah ada tujuh: (1) keadilan dengan syarat yang menyeluruh; (2) memiliki pengetahuan sehingga mampu berijtihad dalam beragam masalah dan hukum; (3) memiliki indra pendengaran, penglihatan dan lisan yang sehat, sehingga secara langsung bisa memahami sesuatu dengan indra yang sehat tadi; (4) memiliki anggota badan yang sehat, terhindar dari cacat yang menghalangi pelaksanaan tugas dan kecepatan bertindak; (5) memiliki pendapat yang lurus sehingga mampu memimpin rakyat dan mengurus beragam kepentingan; (6) punya keberanian dan tangguh berperang, sehingga mampu melindungi negeri dan berjihad melawan musuh; (7) punya nasab, alias berasal dari kabilah Quraisy, sesuai keterangan nash dan ijma’ mengenai hal tersebut. (Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, h. 5).

Lalu pada perkembangannya, sebagian ulama kontemporer mengklasifikasikan syarat seorang penguasa menjadi dua: pertama, syarat legal (in’iqad) dan kedua, syarat keutamaan (afdhaliyyah). Klafisikasi ini memiliki konsekuensi, untuk menjadi seorang khalifah, imam atau amirul mukminin yang absah, sang pemimpin sebetulnya cukup memenuhi syarat legal saja. Sedangkan syarat keutamaan (afdhaliyyahh) sejatinya merupakan syarat tambahan yang berguna dalam konteks persaingan kelayakan jika calon yang memenuhi syarat legal banyak, pasalnya dalil-dalil syarat keutamaan (afdhaliyyah) bersifat sunnah dan tidak wajib yang berbeda dengan dalil-dalil yang menjelaskan syarat legal (in’iqad) yang bersifat wajib. Syaikh Abdul Qadim Zallum berfatwa:

يجب أن تتوفر في الخليفة سبعة شروط حتى يكون أهلاً للخلافة، وحتى تنعقد البيعة له بالخلافة، وهذه الشروط السبعة، شروط انعقاد، إذا نقص شرط منها لم تنعقد الخلافة. شروط الانعقاد وهي: أولاً أن يكون مسلماً، فلا تصح الخلافة لكافر مطلقاً ... ثانياً أن يكون ذكراً، فلا يجوز أن يكون الخليفة أنثى، أي لا بد أن يكون رجلاً، فلا يصح أن يكون امرأة ... ثالثاً أن يكون بالغاً، فلا يجوز أن يكون صبياً ... رابعاً أن يكون عاقلاً، فلا يصح أن يكون مجنوناً ... خامساً أن يكون عدلاً، فلا يصح أن يكون فاسقاً ... سادساً أن يكون حراً، لأن العبد مملوك لسيده فلا يملك التصرف بنفسه ... سابعاً أن يكون قادراً على القيام بأعباء الخلافة لأن ذلك من مقتضى البيعة، إذ إن العاجز لا يقدر على القيام بشؤون الرعية بالكتاب والسنة اللذين بويع عليهما.

Seorang khalifah agar layak dan absah dibaiat menduduki jabatan khilafah, wajib memenuhi tujuh syarat yang merupakan syarat in’iqad (legal). Ketika satu saja syarat tidak terpenuhi, maka dia tidak layak menduduki jabatan khilafah. Syarat in’iqad (legal) adalah: (1) wajib seorang muslim, sehingga jabatan khilafah sama sekali tidak boleh diberikan kepada orang kafir; (2) harus laki-laki, sehingga jabatan khilafah sama sekali tidak bisa diberikan kepada seorang wanita; (3) sudah baligh, sehingga jabatan khilafah sama sekali tidak boleh anak kecil; (4) berakal sehat, sehingga orang gila sama sekali tidak boleh menduduki khilafah; (5) seorang yang adil, maka orang fasiq tidak boleh menduduki khilafah; (6) orang merdeka, alias bukan budak yang dikendalikan pihak lain; (7) mampu menjalankan amanah jabatan khilafah sebagai konsekuensi baiat, pasalnya orang yang lemah pasti tidak mampu menjalankan amanah mengurus rakyat sesuai al-kitab dan as-sunnah yang menjadi syarat bisa dibaiat. (Nizham al-Hukm fi al-Islam, h. 50 – 53).

Selain tujuh syarat tersebut, maka syarat lain yang disebutkan ulama terdahulu, bisa masuk ke dalam syarat keutamaan (afdhaliyyah), pasalnya meskipun bersandar pada dalil yang shahih namum tidak memiliki indikasi ketegasan yang berimplikasi wajib, paling maksimal hanya sunnah. Di antara syarat keutamaan adalah seorang mujtahid, seorang pemberani dan ahli politik, serta seorang keturunan quraisy. Jadi meskipun syarat ini ada dalilnya, namun derajatnya tidak sampai mewajibkan.

Kelima, proses menuju pengangkatan menjadi khalifah melalui baiat, bisa diringkas menjadi beberapa tahapan sebagai berikut: (1) Ahlul Halli wal ‘Aqdi atau Majelis Syura’ membatasi para calon khalifah, dengan cara melakukan seleksi, bagi yang tidak memenuhi syarat in’iqad dikeluarkan dari pencalonan; (2) Umat memilih salah satu calon untuk menempati jabatan kepala negara, sebagaimana yang diimplementasikan Abdurrahman bin Auf pasca terbunuhnya Umar bin al-Khaththab; (3) Finalnya, membaiat sosok calon yang memperoleh suara terbanyak untuk menjadi khalifah menjalankan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya. (M. Husain Abdullah, Dirasat fi al-Fikr al-Islami, h. 60-61).

Konsep ini sangat bisa diimplementasikan jika kondisi dunia Islam masih kondusif, yang mana sebelumnya sudah ada sistem pemerintahan Islam atau khilafah Islam, sebagaimana pada masa keemasannya. Namun bagaimana mekanismenya jika sebelumnya dunia Islam tidak memiliki sistem pemerintahan alias dunia Islam mengalami kondisi kekosongan kekuasaan dan tidak bersatu, sebagaimana kondisinya pasca perang dunia dengan keruntuhan khilafah ustmani pada tahun 1924 M. Terlebih sebagian negeri kaum muslim sudah dikendalikan kolonialisme dan imperialisme. Dalam hal ini, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, salah satu pemikir muslim kontemporer yang concern dalam bidang fiqih siyasah, memberikan jawaban brilian agar suatu wilayah layak ditegakkan sistem pemerintahan Islam atau khilafah sbb:

يشترط في القطر أو البلاد التي تبايع الخليفة بيعة انعقاد أن يكون سلطانها ذاتيا يستند إلى المسلمين وحدهم لا إلى أية دولة كافرة، وأن يكون أمان المسلمين في ذلك القطر داخليا وخارجيا بأمان الإسلام لا بأمان الكفر. أما بيعة الطاعة فحسب من البلاد الأخرى فلا يشترط فيها ذلك

Daerah atau negeri yang membaiat khalifah dengan baiat in’iqad disyaratkan memiliki kekuasan independen, yang bersandar kepada kekuasaan kaum muslim saja, tidak tergantung pada negara kafir mana pun. Keamanan kaum muslim di daerah itu, baik di dalam maupun di luar negeri, dijamin dengan keamanan Islam saja, bukan dengan keamanan kufur. Adapun baiat taat yang diambil dari kaum muslim di negeri selainnya tidak disyaratkan demikian. (Nizham al-Islam, h. 97).

Argumentasi gagasan ini adalah aksioma yang sudah diketahui bersama perihal larangan kaum kafir menguasai kaum muslimin yang dikuatkan firman Allah ta’ala:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ [4]: 141).

Dari aspek kekuasaan, ketika kekuasaan suatu daerah kaum muslim di tangan kaum kafir, maka tentu tidak bisa mengangkat seorang khalifah di sana, karena pengangkatan seorang khalifah mesti satu paket dengan kekuasaannya. Sedangkan jika suatu daerah tidak bisa dikendalikan, tentu orang kafir tidak akan memberikan kekuasaan tersebut dan kekuasaannya tetap dikendalikan kekuasaan kufur, dan seorang khalifah tidak bisa tegak melalui kekuasaan kufur ini. Adapun dari aspek keamanan, dalilnya adalah mengenai realitas darul kufur dan darul Islam, karena penegakkan khalifah bertujuan menjadikan suatu wilayah menjadi darul Islam. Suatu wilayah tidak otomatis menjadi darul Islam hanya dengan menegakkan pemerintahan Islam, namun harus satu paket dengan keamanannya berdasarkan keamanan Islam bukan bergantung pada keamanan kufur, pasalnya suatu wilayah untuk menjadi darul Islam disyaratkan memikili dua hal sekaligus: pertama, harus memerintah dengan Islam, dan kedua, keamanannya harus berdasarkan keamanan Islam, bukan bergantung pada keamanan kufur. (Muqaddimah ad-Dustur, h. 128-129).

Keenam, sang penguasa dunia Islam memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat krusial. Dalam konteks turats ada sekitar sepuluh kewajiban:

أحدها: حفظ الدين على أصوله المستقرة، وما أجمع عليه سلف الأمة. والثاني: تنفيذ الأحكام بين المتشاجرين، وقطع الخصام بين المتنازعين حتى تعم النصفة، فلا يتعدى ظالم، ولا يضعف مظلوم. والثالث: حماية البيضة والذب عن الحريم؛ ليتصرف الناس في المعايش، وينتشروا في الأسفار آمنين من تغرير بنفس أو مال. والرابع: إقامة الحدود؛ لتصان محارم الله تعالى عن الانتهاك، وتحفظ حقوق عباده من إتلاف واستهلاك. والخامس: تحصين الثغور بالعدة المانعة والقوة الدافعة حتى لا تظفر الأعداء بغرة ينتهكون فيها محرما، أو يسفكون فيها لمسلم أو معاهد دما. والسادس: جهاد من عاند الإسلام بعد الدعوة حتى يسلم أو يدخل في الذمة؛ ليقام بحق الله تعالى في إظهاره على الدين كله. والسابع: جباية الفيء والصدقات على ما أوجبه الشرع نصا واجتهادا من غير خوف ولا عسف. والثامن: تقدير العطايا وما يستحق في بيت المال من غير سرف ولا تقتير، ودفعه في وقت لا تقديم فيه ولا تأخير. والتاسع: استكفاء الأمناء وتقليد النصحاء فيما يفوض إليهم من الأعمال ويكله إليهم من الأموال؛ لتكون الأعمال بالكفاءة مضبوطة، والأموال بالأمناء محفوظة. والعاشر: أن يباشر بنفسه مشارفة الأمور، وتصفح الأحوال؛ لينهض بسياسة الأمة وحراسة الملة، ولا يعول على التفويض تشاغلا بلذة أو عبادة، فقد يخون الأمين ويغش الناصح

(1) Menjaga agama agar tetap di atas dasar yang kokoh dan sesuai pemahaman yang disepakati ulama terdahulu; (2) Menjalankan hukum di antara dua pihak yang berselisih dan menghentikan konflik di antara dua pihak yang bertikai, sampai keadilan dirasakan secara merata, sehingga pihak yang zhalim tidak semena-mena dan pihak yang teraniaya tidak semakin sengsara; (3) Melindungi negara dan menjaga tempat-tempat vital, agar rakyat bisa mencari penghidupan dan bepergian bebas dengan aman dari ganguan yang mengancam jiwa dan harta; (4) Melaksanakan sanksi hudud, agar segala hal yang dilarang Allah tidak dilanggar dan hak seluruh manusia tidak ada yg dirugikan dan dirampas; (5) Menjaga wilayah perbatasan khilafah dengan benteng yang kokoh dan militer yang tangguh, sehingga tidak ada celah bagi musuh menerobos wilayah vital atau menumpahkan darah seorang muslim maupun kafir mu’ahid; (6) Berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan dakwah hingga mereka masuk Islam atau menjadi ahludz dzimmah, agar syariat Allah dalam memenangkan Islam atas seluruh agama bisa terlaksana; (7) Mengambil harta fai’ dan zakat sesuai kewajiban syariat berdasarkan nash atau ijtihad, tanpa ancaman dan paksaan; (8) Mengatur pengeluaran dan anggaran yang dibutuhkan dari baitul mal, tanpa berlebihan ataupun terlalu ketat, yang diberikan pada waktunya, tidak terlalu cepat ataupun terlambat; (9) Mengangkat pejabat yang terpercaya dan petugas yang jujur, yang akan diserahi amanah berbagai kebijakan dan mengurusi pos keuangan, agar segala kebijakan bisa ditunaikan dengan baik dan urusan harta bisa terjaga; (10) Terjun langsung mengamati berbagai kebijakan dan memeriksa keadaan rakyat, agar meningkatkan pengurusan umat dan penjagaan ajaran agama, serta tidak melepas tanggung jawab karena sibuk menikmati dunia atau berdalih sibuk beribadah, sehingga muncul pengkhianatan pejabat dan manipulasi petugas. (Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, h. 23).

Secara lebih sistematis dan modern, Syaikh Abdul Qadim Zallum menyebutkan ada enam kewenangan seorang penguasa dunia Islam, beliau menjelaskan:

الخليفة هو الدولة، فهو يملك جميع الصلاحيات التي تكون للدولة، فيملك الصلاحيات التالية: (أ) هو الذي يجعل الأحكام الشرعية حين يتبناها نافذة، فتصبح حينئذ قوانين تجب طاعتها، ولا يجوز مخالفتها. (ب) هو المسؤول عن سياسة الدولة الداخلية والخارجية معاً، وهو الذي يتولّى قيادة الجيش، وله حق إعلان الحرب، وعقد الصلح والهدنة، وسائر المعاهدات. (ج) هو الذي له قبول السفراء الأجانب ورفضهم، وتعين سفراء المسلمين وعزلهم. (د) هو الذي يعين ويعزل المعاونين والولاّة، وهم جميعاً مسؤولون أمامه كما أنهم مسؤولون أمام مجلس الأمة. (هـ) هو الذي يعين ويعزل قاضي القضاة، ومديري الدوائر، وقواد الجيش، ورؤساء أركانه وأمراء ألويته، وهم جميعاً مسؤولون أمامه وليسوا مسؤولين أمام مجلس الأمة. (و) هو الذي يتبنى الأحكام الشرعية، التي توضع بموجبها ميزانية الدولة، وهو الذي يقرر فصول الميزانية، والمبالغ التي تلزم لكل جهة، سواء أكان ذلك متعلقاً بالواردات، أم بالنفقات.

Khalifah adalah negara, dia memiliki seluruh kewenangan yang dimiliki negara. Kewenangan sang khalifah adalah sebagai berikut: (a) Dialah yang melegislasi hukum syara’ menjadi hukum positif, sehingga menjadi undang-undang yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar; (b) Dialah yang bertanggung jawab terkait politik negara baik dalam dan luar negeri sekaligus, serta kepemimpinan militer, kewenangan mengumumkan perang, meratifikasi perjanjian damai, gencatan senjata dan seluruh perjanjian lainnya; (c) Dialah yang berwenang menerima atau menolak duta besar negara asing, serta berhak mengangkat dan memberhentikan duta besar kaum muslimin; (d) Dialah yang mengangkat dan memberhentikan para mu’awin (wakil khalifah) dan para wali (gubernur), dan mereka semua bertanggung jawab kepada khalifah sebagaimana juga bertanggung jawab kepada majelis umat; (e) Dialah yang mengangkat dan memberhentikan qadhi qudhat, kepala direktorat, panglima militer, komandan batalion dan komandan kesatuan. Semuanya bertanggung jawab kepada khalifah saja dan tidak bertanggung jawab kepada majelis umat; (f) Dialah yang melegislasi hukum syara’ sebagai panduan menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara. Juga menentukan rincian nilai APBN dan anggaran setiap pos pemasukan maupun pengeluarannya. (Nizham al-Hukm fi al-Islam, h. 94-95).

Demikianlah tanggung jawab, tugas dan amanah seorang penguasa dunia Islam, baik dalam konteks turats maupun pemikiran ulama kontemporer bidang fiqih siyasah. Hal ini sangat menarik untuk dikemukakan disini, karena sangat jarang sekali dibahas para calon kepala negara negeri muslim hari ini ketika menjelang pemilihan umum.

Ketujuh, pemberhentian seorang khalifah, imam atau amirul mukminin dilakukan sesuai ketentuan syariah, bukan karena sentimen pribadi, periode jabatan atau faktor intrik politik. Dalam konteks ini, referensi fiqih siyasah menyebutkan penyebab seorang penguasa dipecat atau diturunkan dari jabatan khilafahnya, diantaranya: (1) kufur dan murtad dari Islam; (2) sengaja meninggalkan shalat dan memprovokasi rakyat berbuat serupa; (3) sengaja meninggalkan hukum yang Allah turunkan; (4) fasiq, zhalim dan melakukan bid’ah; (5) kehilangan independensi kebijakan; dan (6) kehilangan kapabilitas kepemimpinan. (Sulaiman ad-Dumaiji, al-Imamah al-‘Uzhma’ ‘inda Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah, h. 468 - 486).

Jadi dalam konteks turats memang tidak ditemukan istilah satu, dua atau tiga periode kepemimpinan. Secara lebih sistematis Syaikh Muhammad Husain Abdullah menjelaskan:

الأمة هي التى تنصب الخلافة، وليس لرئاسة مدة محدودة، و لا يصح عزله إلا لسبب من الأسباب التالية: (أ) إذا اختل شرط من شروط انعقاد الخلافة، كأن ارتد عن الإسلام أو جنّ، أو فسق فسقا ظاهرا أو ما شاكل ذلك؛ (ب) العجز عن القيام بأعباء رئاسة الدولة لأي سبب من الأسباب كالمرض الشديد؛ (ج) القهر الذي يجعله عاجزا عن التصرف، كأن يقع أسيرا في أيدي الأعداء، و لا يؤمل خلاصه، أو أن يتسلط عليه فرد أو أكثر من حاشيته فيستبدون بتنفيذ الأمور

Umatlah yang berhak mengangkat khalifah, sedangkan kepemimpinan tidak dibatasi masa tertentu, dan seorang khalifah bisa diturunkan karena beberapa sebab berikut: (a) Jika kehilangan salah satu syarat in’iqad khilafah, seperti: murtad dari Islam, gila, fasiq yang nyata dan yang semisalnya; (b) Tidak mampu melaksanakan tanggungjawab kepemimpinan negara karena sebab tertentu, seperti: sakit parah dll; (c) Adanya tekanan sehingga tidak bisa mengeluarkan kebijakan independen, seperti: ditawan musuh yang tidak ada harapan selamat, dikendalikan satu pihak atau lebih dari kroninya, sehingga mereka bisa memaksakan kebijakan. (Dirasat fi al-Fikr al-Islami, h. 60-61).

Kedelapan, sang penguasa dunia Islam dengan beragam istilahnya, wajib memiliki adab atau akhlaq sebagai penguasa yang teguh dan kokoh dalam memegang kepribadian Islamnya. Adab atau akhlaq para penguasa dari kalangan sahabat bisa menjadi contoh terbaik. Bahkan tidak hanya dari generasi awal kaum muslimin, pada masa khilafah utsmani pun, kita bisa mengambil hikmah atau pelajaran berharga, betapa hebatnya akhlak atau adab sang penguasa dunia Islam yang memegang teguh kepribadian Islam. Disaat-saat terakhir hidupnya, Muhammad al-Fatih rahimahullah (berkuasa 855-886 H) berwasiat kepada anaknya, yang berisi sebuah ungkapan jujur, tentang jalan, nilai dan prinsip hidup yang diyakininya. Wasiat ini pun merupakan harapan agar para Khalifah penggantinya mampu menempuh jalan kokoh, sebagaimana Muhammad al-Fatih lalui. Sang penguasa dunia Islam era ustmani tersebut bewasiat:

ها أنذا أموت، ولكني غير آسف لاني تارك خلفاً مثلك، كن عادلاً صالحاً رحيماً، وابسط على الرعية حمايتك بدون تمييز، واعمل على نشر الدين الاسلامي، فإن هذا هو واجب الملوك على الأرض، قدم الاهتمام بأمر الدين على كل شيء، ولاتفتر في المواظبة عليه، ولا تستخدم الأشخاص الذين لايهتمون بأمر الدين، ولا يجتنبون الكبائر وينغمسون في الفحش، وجانب البدع المفسدة، وباعد الذين يحرضونك عليها، وسع رقعة البلاد بالجهاد واحرس أموال بيت المال من أن تتبدد، إياك أن تمد يدك الى مال أحد من رعيتك إلا بحق الاسلام، واضمن للمعوزين قوتهم، وابذل اكرامك للمستحقين. وبما أن العلماء هم بمثابة القوة المبثوثة في جسم الدولة، فعظم جانبهم وشجعهم، واذا سمعت بأحد منهم في بلد آخر فاستقدمه إليك وأكرمه بالمال. حذار حذار لا يغرنك المال ولا الجند، وإياك أن تبعد أهل الشريعة عن بابك، وإياك أن تميل الى أي عمل يخالف أحكام الشريعة، فان الدين غايتنا، والهداية منهجنا وبذلك انتصرنا. خذ مني هذه العبرة: حضرت هذه البلاد كنملة صغيرة، فأعطاني الله تعالى هذه النعم الجليلة، فالزم مسلكي، وأحذ حذوي، واعمل على تعزيز هذا الدين وتوقير اهله ولا تصرف أموال الدولة في ترف أو لهو، واكثر من قدر اللزوم فإن ذلك من أعظم أسباب الهلاك.

Sebentar lagi ayah akan meninggal, tapi tiada yang mesti disesali, sebab ayah meninggalkan orang sepertimu sebagai pengganti. Jadilah engkau orang adil, shalih dan penyayang; berikan rakyat perlindungan tanpa pandang bulu. Berjuanglah untuk penyebaran Islam, karena itu kewajiban para penguasa di bumi; utamakan kepentingan agama diatas segalanya, jangan pernah lemah melaksanakannya; Jangan engkau angkat oknum pejabat yang tidak memprioritaskan agama, yang tidak mau menjauhi dosa besar dan tenggelam dalam perbuatan keji; hindari bid’ah yang merusak, termasuk jauhi orang-orang yang mendorong perbuatan itu. Perluaslah perbatasan negeri dengan jihad dan lindungi baitul mal (kas negara) dari penjarahan; jangan merampas harta seorangpun dari rakyatmu kecuali karena hukum Islam; sediakan kebutuhan pokok mereka, berikan zakat dan hormati para mustahiq. Karena ulama merupakan kekuatan yang tersebar dalam tubuh negara, maka muliakan, beradalah disamping mereka dan dukung mereka. Jika suatu saat mendengar seorang ulama yang ada di luar negeri, maka mintalah ia datang, sembari hormati ulama itu dengan hadiah dari hartamu. Berhati-hatilah, jangan sampai harta dan pasukan membuatmu terlena; jangan sampai engkau menjauhkan ahli syariah dari pintu istanamu; jangan pula kamu condong pada kebijakan yang menyimpang dari hukum syariah. Sebab agama adalah tujuan dan hidayah adalah jalan hidup kita, karena itu kita senantiasa mendapat kemenangan. Camkan pelajaran ini: negeri ini dahulu seperti semut kecil, lalu Allah memberiku nikmat yang besar dengan takluknya Konstantinopel. Maka, tempuhlah jalanku dan ambilah jejakku. Berjuanglah memuliakan agama ini, hormati pemeluknya. Jangan keluarkan anggaran negara demi kemewahan dan kesenangan. Terlampau banyak pengeluaran dari yang dibutuhkan merupakan sebab kehancuran. (Dikutip dari: Ad-Daulah al-‘Ustmaniyah: Awamil an-Nuhud wa Asbab as-Suqut karya Shalabi. Dan As-Sulthan Muhammad al-Fatih: Fatih al-Qusthanthiniyah wa Qahir ar-Rum karya Fahmi).

Demikianlah sang penguasa dunia Islam dalam perspektif fiqih siyasah, sosok penguasa yang sangat berbeda secara diametral dengan sosok penguasa hasil produk peradaban selain Islam. Wallahu a’lam.

Yan S. Prasetiadi
7 Jumada al-Ula 1445 H

COMMENTS

BLOGGER: 1
  1. Maasyaa Allah.. tulisannya sangat mencerdaskan.. semoga penulis diberikan keberkahan oleh Allah SWT

    ReplyDelete

Name

afkar,5,agama bahai,1,Agraria,2,ahok,2,Analysis,50,aqidah,9,artikel,13,bedah buku,1,bencana,23,berita,49,berita terkini,228,Breaking News,8,Buletin al-Islam,13,Buletin kaffah,54,catatan,5,cek fakta,2,Corona,122,curang,1,Dakwah,42,demokrasi,52,Editorial,4,Ekonomi,186,fikrah,6,Fiqih,16,fokus,3,Geopolitik,7,gerakan,5,Hukum,90,ibroh,17,Ideologi,68,Indonesia,1,info HTI,10,informasi,1,inspirasi,32,Internasional,3,islam,192,Kapitalisme,23,keamanan,8,keluarga,51,Keluarga Ideologis,2,kesehatan,83,ketahanan,2,khi,1,Khilafah,289,khutbah jum'at,3,Kitab,3,klarifikasi,4,Komentar,76,komunisme,2,konspirasi,1,kontra opini,28,korupsi,40,Kriminal,1,Legal Opini,17,liberal,2,lockdown,24,luar negeri,47,mahasiswa,3,Medsos,5,migas,1,militer,1,Motivasi,3,muhasabah,17,Musibah,4,Muslimah,87,Nafsiyah,9,Nasihat,9,Nasional,2,Nasjo,12,ngaji,1,Opini,3556,opini islam,87,Opini Netizen,1,Opini Tokoh,102,ormas,4,Otomotif,1,Pandemi,4,parenting,4,Pemberdayaan,1,pemikiran,19,Pendidikan,112,Peradaban,1,Peristiwa,12,pertahanan,1,pertanian,2,politik,320,Politik Islam,14,Politik khilafah,1,propaganda,5,Ramadhan,5,Redaksi,3,remaja,7,Renungan,5,Review Buku,5,rohingya,1,Sains,3,santai sejenak,2,sejarah,70,Sekularisme,5,Sepiritual,1,skandal,3,Sorotan,1,sosial,66,Sosok,1,Surat Pembaca,1,syarah hadits,8,Syarah Kitab,1,Syari'ah,45,Tadabbur al-Qur’an,1,tahun baru,2,Tarikh,2,Tekhnologi,2,Teladan,7,timur tengah,32,tokoh,49,Tren Opini Channel,3,tsaqofah,6,tulisan,5,ulama,5,Ultimatum,7,video,1,
ltr
item
Tren Opini: Penguasa Dunia Islam Perspektif Fiqih Siyasah
Penguasa Dunia Islam Perspektif Fiqih Siyasah
Penguasa Dunia Islam
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1EBllSple-rctKuZTkjoid7WGpMef5pkMwPet1D1qQKmrAN72mDTkkDccz-ErYe7e0AD8XyAvGPRIMzGvu7sPXYzJT7DuABOnIr6UHsZIuL9y-UneoJTiVzhH2mWGP2pb2fJMEs4CoMmUaJ7Qi595sbTj_y-NyHVhxSwPgmr52miCXWI6VM0JdGtN3oM/s16000/PicsArt_11-29-08.50.51_compress9.webp
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1EBllSple-rctKuZTkjoid7WGpMef5pkMwPet1D1qQKmrAN72mDTkkDccz-ErYe7e0AD8XyAvGPRIMzGvu7sPXYzJT7DuABOnIr6UHsZIuL9y-UneoJTiVzhH2mWGP2pb2fJMEs4CoMmUaJ7Qi595sbTj_y-NyHVhxSwPgmr52miCXWI6VM0JdGtN3oM/s72-c/PicsArt_11-29-08.50.51_compress9.webp
Tren Opini
https://www.trenopini.com/2023/11/penguasa-dunia-islam-perspektif-fiqih.html
https://www.trenopini.com/
https://www.trenopini.com/
https://www.trenopini.com/2023/11/penguasa-dunia-islam-perspektif-fiqih.html
true
6964008929711366424
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy