Solusi seks bebas
By : Ayiek Rahman (Komunitas Ibu Bahagia)
Sungguh memprihatinkan generasi muda di sistem sekularisme. Di tengah kepungan pemikiran dan perilaku sekuler yang kian bebas, perilaku yang tak jelas, mental illness, menjadi bahaya yang siap menghancurkan bagi peradaban manusia.
Dilansir dari Ijenindonesia.com(08/11/2022) data dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (Dinsos P3AKB) Bondowoso pada 2020 lalu, tercatat 36 anak usia di bawah 15 tahun sudah hamil. Yang memprihatinkan dari data tersebut, mengalami kenaikan pesat di tahun berikutnya yaitu sebanyak 45 kasus. Bahkan tak sedikit diantara mereka yang masih berusia 13 tahun.
Pernikahan dini ini di tengarai sebagai faktor pemicu tingginya angka stunting di kabupaten Bondowoso. Menurut Kepala Dinsos P3AKB Anisatul Hamidah, anak usia tersebut belum siap secara psikis dan fisik untuk hamil. Risikonya bayi yang di lahirkan nanti rentan mengalami stunting dan gizi buruk.
Dalam penuturannya Kepala Dinsos P3AKB Bondowoso menyebutkan budaya tunangan yang masih melekat di masyarakat memiliki andil sebagai pemicu maraknya pernikahan dini. Dimana masyarakat beranggapan jika sudah bertunangan, berarti bisa di bawa sesuka hati. Hal ini memberi peluang pada pasangan muda untuk melakukan hal yang seharusnya belum pantas mereka lakukan.
Yayasan Kesehatan Perempuan menjelaskan, tingginya kasus pernikahan dini diprediksi banyak menimbulkan masalah. Diantaranya meningkatnya angka risiko kematian bayi, kelahiran prematur, hingga stunting. Bahkan risiko kematian ibu melahirkan. Belum lagi tekanan hidup setelah pernikahan akan sangat mungkin berimbas negatif, pertengkaran, depresi, hingga pada perceraian (ykp[dot]or[dot]I.
Bondowoso hanya sebagian kecil contoh di negeri ini, di daerah lain terdapat banyak kasus pernikahan dini, problem anak melahirkan anak. Berangkat dari banyaknya problem tersebut, maka kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan PUP (Pendewasaan Usia Perkawinan). Program yang di terbitkan untuk mengatur usia perkawinan laki-laki dan perempuan. Kebijakan tentang batasan usia perkawinan bagi laki-laki yaitu 25 tahun dan perempuan 20 tahun, jadi sebelum mencapai usia tersebut seseorang belum dibolehkan melaksanakan pernikahan. Dengan program ini diharapkan dapat menekan tingginya angka pernikahan dini. Mengandalkan program Generasi Berencana(Genre), kebijakan ini terus diaruskan hampir ke seluruh daerah, sosialisasi PUP pun dilaksanakan.
Mampukah PUP Menyolusi Masalah?
Manusia dalam penciptaannya dibekali dengan gharizah atau naluri yang akan muncul ketika ada faktor pemicu, yang tidak terbatas pada usia. Salah satu gharizah yang ada dalam diri manusia adalah menyukai lawan jenis. Dan di sistem sekuler saat ini, faktor pemicu itu bertebaran dimana-mana, seperti pergaulan bebas, gaya hidup ala budaya Barat yang kian menjangkiti masyarakat, aurat diumbar bebas, tayangan percintaan yang mengacaukan perasaan, serta konten-konten yang memancing ketertarikan pada lawan jenis, dan sebagainya. Walhasil para remaja juga menjadikan orang-orang Barat atau Korea sebagai kiblat hidupnya, bergaya hidup seperti budaya mereka. Menjadikan berpacaran sebagai solusi memenuhi naluri ketertarikan pada lawan jenis. Ditambah lagi dukungan masyarakat yang mengukuhkan budaya tunangan, seakan memberikan keabsahan pacaran.
Akibatnya, tragedi married by accident (MBA) pun tak dapat dihindari, yang berakhir pada pengajuan dispensasi nikah karena hamil, bagi yang terlanjur hamil. Bagi yang belum hamil, mereka terus dengan bebas dan leluasa melakukan zina, hubungan diluar nikah.
Ternyata dalam hal ini, kebijakan PUP saja tidak cukup mampu menyolusi problem yang terjadi. Ibarat gali lubang tutup lubang, PUP hanya menyelesaikan satu masalah namun menimbulkan masalah lain, yaitu melestarikan kebebasan seksual. Dari beberapa survei yang dilakukan menyebutkan banyak remaja di negeri ini telah melakukan zina.
Bagaimana Solusi dalam Islam?
Hubungan laki-laki dan perempuan diatur oleh Islam dengan ikatan pernikahan, bertujuan untuk melanjutkan keturunan. Karena dalam pandangan Islam, manakala telah baligh laki-laki dan perempuan akalnya dianggap telah sempurna, bisa membedakan yang salah dan benar. Harusnya di usia baligh ini seseorang baik laki-laki maupun perempuan telah siap menikah.
Apabila mereka belum siap menikah, maka Islam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dengan memisahkan kehidupan antara keduanya, misal tidak dibolehkan bercampur baur antara laki-laki dan perempuan (ikhtilat), berdua-duaan tanpa mahram dan bercanda di luar batas aturan syariat, diwajibkannya menutup aurat, serta larangan keras kegiatan mendekati zina apalagi berbuat zina. Bahkan Islam memberikan sanksi tegas bagi pelaku zina.
Ide kebebasan yang dianut saat ini, dimana setiap orang di bolehkan berbuat apa pun bahkan tidak ada aturan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan, justru membuka pintu kebebasan berekspresi. Tidak adanya aturan pergaulan yang jelas, mengakibatkan perilaku seks bebas kian menjamur, sehingga menyebabkan anak-anak dan remaja tidak bisa membendung hawa nafsu. Mau menikah mereka belum siap secara mental dan fisik, ditambah lagi adanya kebijakan larangan menikah sebelum usia yang ditentukan. Hal ini juga merupakan dampak dari pendidikan saat ini yang orientasinya hanya materi. Kurikulum yang diberlakukan hanya untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) berdaya saing tinggi tanpa memiliki pemahaman agama yang benar. Alhasil, para cendekiawan yang dilahirkan tidak memiliki parameter yang valid untuk membedakan salah dan benar, akhirnya cenderung mengikuti hawa nafsu.
Inilah akar masalah yang sebenarnya, sangat kompleks tidak sebatas pada pernikahan dini saja. Upaya yang harusnya di lakukan adalah memahamkan generasi muda tentang tata aturan pergaulan dengan lawan jenisnya sebagaimana Islam mengatur. Tidak cukup di sini, penanaman akidah Islam harus semakin gencar dilakukan agar mereka menjadi pribadi-pribadi mulia yang bertakwa. Semua upaya diatas tentunya juga membutuhkan kontrol dari masyarakat, untuk tidak diam tatkala melihat kemaksiatan terjadi di sekitar.
Akan tetapi manakala negara masih menerapkan aturan sistem kapitalisme seperti saat ini, syariat Islam tidak mungkin dapat di terapkan malah akan berbenturan dengan aturan yang ada. Maka solusi satu-satunya hanyalah dengan menerapkan sistem Islam yang sempurna.
COMMENTS