Sambo Bjorka
Oleh : Asha Tridayana, S.T.
Siapa yang tidak mengetahui kasus meninggalnya Brigadir J oleh oknum polisi? Yang tidak lain Ferdy Sambo seorang perwira tinggi Polri telah terbukti menjadi dalang utama kejahatan tersebut. Kasus yang cukup menghebohkan publik, kini sedang dalam proses hukum. Namun, banyak pihak yang terang-terangan curiga dengan hasil akhirnya.
Salah satunya eks Panglima TNI Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo di kanal YouTube Refly Harun yang tanpa basa-basi menyampaikan bahwa tersangka pembunuhan berencana sekaligus obstruction of justice Ferdy Sambo bisa kembali berkarier di kepolisian. Hal ini didasarkan pada Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022, yakni Kapolri berhak untuk meninjau kembali hasil sidang etik terhadap anggotanya. Peraturan ini dapat menjadi celah untuk Sambo, yang notabene telah di-PTDH karena terbukti terlibat dalam penembakan Brigadir J, untuk kembali ditinjau statusnya dalam kurun waktu 3 tahun ke depan. Oleh karena itu, Gatot mengajak masyarakat untuk terus mengawal kasus Brigadir J tersebut. (www.suara.com 17/09/22)
Namun, di tengah panasnya pembahasan berita Sambo, muncul kasus baru yang seolah langsung mengalihkan perhatian publik. Peristiwa pembobolan data pribadi para pejabat negara oleh hacker Bjorka. Bahkan dalam kasus ini, pemerintah lebih responsif menanggapinya. Seperti diketahui, tidak hanya membocorkan data instansi pemerintahan, tetapi juga membagikan data pribadi dari kalangan pejabat pemerintah. Kabarnya termasuk data rahasia milik Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi menggandeng Mabes Polri langsung untuk memburu Bjorka dengan membentuk tim khusus atau timsus lintas lembaga negara. Terdiri dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kepolisian Republik Indonesia, hingga Badan Intelijen Negara (BIN). Dalam perburuannya, Mabes Polri menetapkan seorang tersangka yaitu seorang pemuda asal Madiun, Jawa Timur, berinisial MAH.
Besar perhatian pemerintah menanggapi kasus Bjorka ini, semakin menambah kecurigaan masyarakat sebagai upaya pengalihan isu kasus Ferdy Sambo. Hal ini juga didukung dengan pernyataan dari Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifuddin menyebut bahwa aksi Bjorka berhasil membuat lalu lintas perbincangan publik menjadi riuh, dari ruang istana, ruang universitas, hingga ruang warung kopi. Masyarakat diharapkan agar tidak terlarut dalam perkembangan aksi hacker Bjorka. Karena perlu melakukan pengawasan kepada perkembangan kasus Ferdy Sambo yang masih belum juga selesai. (www.msn.com 17/09/22)
Sederet kasus yang terjadi di negara ini memang sering kali menimbulkan dugaan dari berbagai pihak. Terlebih adanya pengalihan isu dengan tujuan tertentu yang kerap digunakan dalam dunia politik pemerintahan. Sehingga masyarakat seharusnya bersikap cerdas menanggapi berbagai kasus di tanah air. Bukan malah ikut arus hingga terombang-ambing dalam permainan para elit kepentingan.
Seperti pada kasus yang dibahas sebelumnya, pembobolan data pejabat sebenarnya telah terjadi beberapa kali. Sehingga sistem keamanan negara yang semestinya dipertanyakan, bukan terlalu heboh mencari dalang peretasan. Sementara kasus pembunuhan berencana oleh oknum polisi seringkali ditutup-tutupi sebagaimana pada kasus Brigadir J ini. Maka sudah sepantasnya mendapatkan prioritas agar pelaku benar-benar mendapatkan hukuman sekalipun memiliki jabatan tinggi di kepolisian. Namun, sayangnya justru beredar fakta bahwa dalam peraturan kepolisian terdapat peninjauan kembali bagi polisi yang telah diberhentikan sehingga dapat berkarir lagi.
Tentu hal ini sangat tidak manusiawi, kejahatan keji dapat diampuni bahkan dilindungi oleh peraturan negara. Apalagi terbukti benar adanya pengalihan isu tersebut. Karena seharusnya kasus apapun yang terjadi, pemerintah mampu mengatasinya untuk membangun kepercayaan rakyat. Sebagaimana pada dua kasus penting yang saat ini terjadi. Bukan memprioritaskan salah satu kasus tetapi seharusnya dua kasus tersebut berjalan bersama dengan perhatian dan pemberlakuan hukum yang adil.
Ketidakadilan yang merajarela tentunya tidak terlepas dari penerapan sistem di negara ini. Karena sistem inilah yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk dalam sistem peradilannya. Bukan hal mustahil pula jika bermunculan peraturan-peraturan yang hanya menguntungan sejumlah pihak sekalipun pelaku kejahatan pembunuhan. Tidak lain sistem demokrasi kapitalis yang menjadikan manfaat sebagai tujuan dan menjunjung tinggi kebebasan.
Sistem buatan manusia yang mampu melegalkan segala cara demi mencapai tujuan termasuk pengalihan isu yang bisa saja digunakan. Karena opini yang beredar di masyarakat sangatlah berpengaruh dalam dunia politik pemerintah. Sehingga diupayakan selalu sejalan dengan target capaian. Termasuk dalam kasus sebelumnya, opini masyarakat dialihkan dari fakta sebenarnya.
Akan berbeda ketika sistem Islam yang merupakan wahyu Allah swt diterapkan di segala aspek kehidupan. Termasuk dalam sistem keamanan baik dunia nyata maupun maya. Keamanan data menjadi poin penting yang dilindungi oleh negara. Sehingga peretasan oleh hacker dapat diminimalisir. Apalagi modus pembobolan data hanya mendapatkan uang yang karena pada sistem saat ini kesejahteraan menjadi hal langka. Sementara dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan masyarakat menjadi tanggungjawab negara sehingga tidak ada kejahatan yang berdalih materi semata.
Disamping itu, sistem peradilan negara juga menerapkan keadilan sesuai syariat Islam. Setiap kasus akan dituntaskan hingga pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan aturan Islam. Tidak ada penyelewengan kekuasaan apalagi ketidakadilan yang merajarela di tengah masyarakat. Karena pemimpin negara menjalankan kekuasaannya atas dasar amanah yang mesti dipertanggungjawabkan kelak diakhirat. Sebagaimana Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim).
Wallahu'alam bishowab.
COMMENTS