Jilbab sekolah
Oleh : Setyo Rini (Aktivis Muslimah)
Diduga seorang siswi SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY, mengalami depresi. Hal ini terjadi saat MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Pihak yang diduga melakukan perudungan adalah guru BK. Dengan tuduhan melakukan pemaksaan untuk mengenakan hijab. Siswa merasa tertekan dari tindakan guru tersebut hingga ia mengurung dirinya. ( kumparan.com)
Dari kejadian tersebut, maka semua pihak yang terkait baik Disdikpora dan Ombudsman RI perwakilan DIY, mulai melakukan penelusuran untuk mengungkapkan fakta sebenarnya.
Sebagaimana diketahui bahwasanya sekolah pemerintah tidak boleh melakukan pemaksaan agar tercermin kebhinekaan, maka kasus pemakaian jilbab pun tidak boleh atas dasar paksaan, tetapi atas dasar kesadaran. Karena memang selama ini yang dipahami dan coba dijelaskan kepada masyarakat bahwasanya sekolah pemerintah bukanlah sekolah berbasis agama.
Oleh karenanya, jika peristiwa tersebut dirasa ada unsur paksaan dan dapat dibuktikan, maka pihak yang bersangkutan dalam hal ini guru BK, akan mendapat peringatan atau bahkan sanksi. Selain daripada itu, buntut kasus ini dijadikan evaluasi terhadap layanan pendidikan di seluruh SMA Negeri lainnya.
Inilah satu di antara fakta yang terjadi di negeri ini, bahwasanya sistem pendidikan pun sangat erat hubungannya dengan sistem yang diterapkan, yaitu kapitalisme sekuler.
Keberadaan guru, seakan hanya pentransfer ilmu semata, tidak lebih juga tidak kurang. Ketika guru mempunyai keinginan agar anak didiknya tidak sekadar berilmu, tapi juga bisa mempraktikkan ilmunya, maka ia akan mendapatkan banyak tantangan dan juga hambatan baik yang datang dari wali atau pihak sekolah sendiri. Mereka semua berdalih dibalik kebebasan. Dan inilah yang paling terlihat dan bisa dirasakan, yaitu kebebasan. Dan di sistem kapitalisme sekuler, paham kebebasan sangat diagungkan dan difasilitasi. Inilah mengapa guru yang mengajak kepada ketaatan akan merasa kurang optimal dan ada ketakutan dengan ancaman atau pun saksi yang akan diberikan.
Tujuan pendidikan pun tidak jelas, terbukti dari beberapa pergantian kurikulum membuktikan kurang sempurnanya dan belum teraihnya tujuan pendidikan. Belum lagi kualitas anak didik yang lebih mengedepankan kepuasan lahiriah semata yaitu kesuksesan belajar, mereka bukan di nilai seberapa besar manfaatnya untuk agama dan lingkungannya, tapi lebih condong kepada kerja apa yang cocok dan sesuai dengan ilmu serta jurusan pendidikannya. Mereka menjadi generasi yang lemah, kurang daya juang dan malas di ajak berfikir mendalam terutama dalam menjalani kehidupan.
Dari fakta ini pun, bisa kita baca dan fahami keberadaan sistem kapitalisme yang menaungi sistem pendidikan kita dapat melemahkan atau bahkan menghilangkan keimanan mereka. Yang seharusnya Allah menciptakan kita tidak sekadar diyakini sebagai pencipta saja, tapi sebagai pengatur segala sesuatu. Dengan kata lain, tidak sekadar menyakini zatnya semata, tapi juga sifat - sifat yang harus melekat pada dirinya sebagai Sang Pencipta.
Sehingga keimanan yang ada, mengharuskan mereka untuk taat kepada-Nya. Dan ketaatan itu adalah melakukan perintah dan menjauhi larangan yang sudah ditetapkan sebagai syariat-Nya. Dari keimanan yang kuat ini pula yang menjadikan mereka tidak merasa terpaksa atau malah tertekan menjalankannya.
Sekularisme, yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan ini pula yang memberikan batasan-batasan antara sekolah negeri ( pemerintah) atau swasta (ponpes) dengan hasil yang diharapkan dan didapatkan pun berbeda. Padahal mereka sama yaitu aset bangsa, generasi penerus yang akan meneruskan estafet perjuangan dan mengisi peradaban. Seharusnya tidak ada istilah ahli agama adalah keluaran Ponpes atau ahli ilmu ( ilmuan) lulusan SMA atau sederajat lainnya.
Begitu pun dalam kasus ini, seharusnya semua pihak menyadari bahwa merupakan tugas guru ketika di sekolah anak berhak mendapatkan pengarahan, pengajaran yang benar atas keimanan yang diyakininya. Dan kesadaran ini bisa terbentuk ketika di sekolah tersuasanakan ketaatan dan guru menjadi contoh teladan mereka. Sedangkan di rumah pun hal ini mereka dapatkan dari orang tua yang taat pula. Dan sebagai pemangku kebijakan maka negara mempunyai kewajiban yang lebih luas yaitu memberikan pembinaan yang tepat dengan mendorong mereka serta memfasilitasi mereka agar terbentuk kepribadian sesuai apa yang diyakininya. Salah satu syariat yang terkait dengan dirinya adalah mengenakan hijab atau kerudung, ketika keluar rumah temasuk di sekolah mereka, selain ini sebagai identitas sebagai seorang muslimah dan menjaga martabat dan kemuliaan, yang terpenting ini adalah tanda keimanan dan kebahagiaan pun akan mereka dapatkan yaitu teraihnya rida Allah atas apa yang di lakukan.
Allah Swt. berfirman yang artinya : "Wahai Nabi, Katakanlah kepada istri - istri mu, anak perempuan mu dan istri - istri orang mukmin, hendaknya mereka menutup kan jilbabnya ke seluruh tubuhnya, yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk di kenal , sehingga mereka pun tidak di ganggu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang" ( QS Al Ahzab : 59).
_Wallahu a'lam._
COMMENTS