Partai Kontestan pemilu 2024
Oleh : Setyo Rini (Aktivis Muslimah Gempol)
Sejak dibuka pendaftaran, terhitung mulai tanggal 1 - 14 Agustus 2022 oleh KPU, setidaknya sudah ada 18 partai politik yang telah berpartisipasi memeriahkan pesta demokrasi pada tahun 2024 mendatang.
Partai yang sudah mendaftar pun semakin banyak karena Indonesia memakai sistem multipartai. Terbukti, antusias mereka mendaftarkan partainya hingga tanggal 8 Agustus 2022 yang masuk dan mendaftar di KPU ada 18 partai, baik partai baru ataupun lama seperti PKB, GERINDRA, PARTAI REPUBLIK INDONESIA dan HANURA.
Mekanisme pendaftaran dan verifikasi Parpol untuk tahun ini berbeda dengan tahun 2017 yang lalu, yaitu harus memasukkan data persyaratan sebagai Parpol peserta pemilu ke Sipol, baru bisa dilanjutkan mendatangi dan mendaftar di KPU. Artinya mereka harus meng- input data persyaratan di sistem informasi parpol. Dimana pada tahun lalu pihak DPW dan DPD bisa langsung mendaftar di KPU baik tingkat provinsi, kota, kabupaten.
Keberadaan parpol di sistem demokrasi kapitalisme ini sebagai sarana yang akan menjembatani warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Oleh karenanya, parpol mempunyai peranan penting dan merupakan unsur terbesar atas kelancaran proses politik dalam sistem demokrasi ini.
Parpol adalah agen demokratisasi dengan tujuan hakikinya mewujudkan program yang telah disusun berdasarkan ideologi tertentu yang diterapkan. Maka mendapatkan kekuasaan ataupun mempertahankan kekuasaan adalah ciri utama dari keberadaan parpol. Keberadaan pendukung pun sangat diperhitungkan.
Berbondong-bondongnya calon kontestan mendaftarkan parpol ke KPU tersebut, seolah - olah akan memberikan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini.
Pemahaman seperti ini sudah waktunya untuk diubah, malu apabila harus jatuh pada lubang yang sama. Kehadiran sistem multipartai bukan solusi dari segala permasalahan negeri ini, bahkan bisa dibilang "Jauh panggang daripada api".
Kehadiran mereka untuk membenahi negeri ini yang bersifat temporal saja bisa dijadikan satu alasannya. Belum lagi banyaknya kepentingan yang mendorong berdirinya parpol lengkap dengan visi, misi dan ideologi yang dibawa akan banyak memunculkan pertentangan atau bahkan permusuhan terutama bagi para pendukungnya. Dan juga kita tidak bisa menutup mata bahwa di sistem demokrasi kapitalisme tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kompromi demi kepentingan golongan.
Belum lagi peraturan yang dibuat pun tidak akan luput dari keuntungan atau manfaat yang akan didapatkan sebagai balas budi yang tak berbelas kepada rakyat. Itu artinya kepentingan rakyat bukan prioritas, tapi ala kadarnya.
Peraturan semacam ini wajar terjadi di sistem demokrasi kapitalisme, karena undang - undang yang menjadi produk andalan adalah buah pikir manusia. Tidak ada batasan yang jelas dalam mengelola negara dalam segala aspek kehidupan yang ada hanya manfaat semata.
Misalnya saja untuk undang -undang terkait pengelolaan sumber daya alam, terkesan lebih menguntungkan pihak asing dari pada negara yang semestinya hasil pengelolaan yang didapat untuk menyejahterakan rakyat. Belum lagi masalah pendidikan, interaksi sosial masyarakat, hingga undang-undang tentang makanan halal dan bisa dikonsumsi pun masih sarat dengan berbagai kepentingan, terutama kepentingan investor.
Solusi yang ditawarkan pun tidak menyentuh pada akar masalahnya, tetapi hanya tambal sulam buah pikir manusia yang penuh keterbatasan dan sarat kepentingan golongan, sehingga semua aturannya salah sasaran. Aturan Sang Pencipta hanya dipakai untuk mengatur urusan ibadah semata. Allah Swt. dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya diposisikan sebagai pencipta saja. Untuk urusan dunia yang lain diserahkan pada kejeniusan otak manusia.
Paham sekularisme yang memisahkan urusan agama dari kehidupan inilah akar masalahnya. Artinya setiap permasalahan yang sedang dihadapi bangsa ini karena mencampakkan aturan Allah Swt.
_Wallahu a'lam_
COMMENTS