Capres 2024
Oleh : Hani Handayani, A.Md (Penggiat Literasi)
Pemilihan Calon Presiden (Capres) yang akan diadakan di
tahun 2024, telah membuat beberapa partai politik (Parpol) grasak-grusuk. Bisa
dilihat dari silaturahmi antar ketua umum parpol beberapa hari ini gencar
dilakukan. Entah apa yang dibicarakan oleh para ketua parpol itu, rakyat hanya
bisa menyaksikan lewat pemberitaan. Deal-deal dan pembicaraan apa saja yang
dilakukan itu hanya mereka yang tahu karena pertemuan itu dilakukan diruang
tertutup.
Posisi rakyat hanya dipaksa menonton apa hasil deal-deal mereka
dan tidak bisa ikut andil dalam penentuan calon pemimpin negeri ini. Peran
rakyat hanya dibutuhkah saat pemilihan umum terjadi. Di saat pemilihan umum
nanti maka rakyat akan diberikan janji, sembako, baju dan lain-lain yang seolah
mereka butuh rakyat.
Pengusungan Capres
Seperti diketahui pemilihan presiden di negeri ini diatur
dalam Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), “Pasangan
calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu
yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit dua puluh persen dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh dua puluh lima persen dari suara sah secara
nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya”.
Hal ini pula yang akhirnya menuai kritik dari Ketua DPD RI
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang mengatakan bahwa Pasal 222 UU 7/2017 yang
berisi tentang Ambang Batas Pemilihan Presiden adalah pasal yang bukan saja
bertentangan dengan konstitusi, tetapi dapat berpotensi merusak dan menimbulkan
kekacauan tata negara bangsa ini. Dan dapat mengancam tujuan serta cita-cita
nasional seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, detik.com (27/4/2022).
Sistem demokrasi yang diemban negeri ini memberikan kekuasaan
penuh bagi anggota DPR dalam menentukan siapa calon presiden kelak. Lantas bila
sistem ini tidak mampu mewakili suara rakyat yang sesungguhnya, masihkah
berharap mendapatkan pemimpin yang menjadi keinginan rakyat dan seperti apa memilih
pemimpin yang benar?
Pengangkatan Pemimpin
Pemimpin adalah orang yang bertanggung jawab terhadap rakyat
yang akan dipimpinnya. Oleh karena itu, memilih pemimpin haruslah tepat, agar bisa
menciptakan kesejahteraan dan kebaikan bagi rakyatnya. Namun di sistem demokrasi
kapitalisme utopis mendapatkan pemimpin yang seperti Abu Bakar ra, Umar bin
Khattab ra, Usman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra.
Dalam sistem Islam seorang Khalifah diangkat oleh kaum Muslim karena sesungguhnya
Khalifah adalah wakil umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan
penerapan hukum-hukum syariah. Dalam menentukan calon Khalifah ada syarat wajib
yang harus dipenuhi, seperti; Muslim, laki-laki, berakal, adil, merdeka dan
mampu. Seluruh syarat tadi haruslah lengkap jika tidak, gagal untuk dicalonkan sebagai
Khalifah.
Sementara metode pengangkatan seorang Khalifah ditetapkan
berdasarkan Al-Qur’an, as- Sunnah, dan Ijma Sahabat yakni dengan baiat. Bila
menilik sejarah pengangkatan Abu Bakar kaum Muslim berdiskusi di Saqifah Bani Saidah,
saat itu muncul nama-nama calon seperti Sa’ad, Abu Ubaidah, Umar dan Abu Bakar.
Hanya saja Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah
tidak ingin bersaing dengan Abu Bakar sehingga seolah-olah hanya Abu
Bakar dan Sa’ad bin Ubaidah, bukan yang lain. Hasilnya Abu Bakar yang terpilih
menjadi Khalifah.
Saat Abu Bakar merasakan kematian akan segera menjumpainya, maka
Abu Bakar memanggil Umat Muslim untuk diminta pendapat mereka untuk
menggantikan posisinya. Proses jajak pendapat terjadi selama tiga bulan,
hasilnya mayoritas umat Muslim mencalonkan Umar bin Khattab dan terpilihlah
Umar sebagai Khalifah setelah dibaiat menggantikan Abu Bakar. Namun metode
berbeda dilakukan Umar saat dirinya tertikam.
Umar didesak agar menunjuk calon penggantinya, akhirnya Umar
menunjuk enam orang calon. Setelah
beliau wafat para calon berkumpul dan ternyata salah satu calon yakni
Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri dan yang lain mengikuti sehingga hanya
tersisa nama Ali dan Utsman. Selanjutnya
dilakukan pemilihan dua calon tersebut dengan menggali pendapat masyarakat yang
dilakukan pada siang hingga malam hari selama tiga hari. Hasil pengumpulan pendapat
masyarakat saat itu menjadikan Ustman bin Affan sebagi Khalifah dan beliau dibaiat
saat melaksanakan shalat subuh.
Ketika Ustman terbunuh mayoritas kaum Muslim di Madinah dan
Kufah membaiat Ali bin Abi Thalib. Inilah gambaran bagaimana pencalonan dan
pengangkutan para Khalaufah Rasyidin. Bila prosedur ini diterapkan dalam
bingkai sistem Islam maka biaya pemilihan umum akan sangat minim, dan tidak
akan ada deal-deal politik yang akan merugikan rakyat. Hanya dalam sistem Islam
akan lahir pemimpin yang akan menjadi perisai umat. Sebagai mana Rasulullah SAW
bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di
belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam
COMMENTS