Transportasi Umum Masa Khilafah
Oleh : Nurin Fiddarin
Mudik dalam masyarakat Indonesia, sudah menjadi agenda wajib tahunan. Apalagi menjelang Lebaran Idulfitri, jalan akan dipenuhi baik kendaraan umum maupun pribadi, baik bus, mobil, maupun sepeda motor. Bahkan jalan tol yang harusnya menjadi jalan pintas bebas hambatan akan macet berkilo-kilo meter saat mudik tiba. Belum lagi pemudik yang memilih naik travel, kereta api, dan pesawat juga membludak. Namun sayangnya, pemudik tahun ini harus merogoh kocek lebih dalam. Sebab, harga berbagai moda transportasi meroket menjelang mudik Lebaran.
Sebagaimana yang dilansir oleh m.bisnis.com (12/4/2022), Harga tiket pesawat menjelang mudik 2022 terkerek naik hingga 20 persen. Menurut Direktur Niaga Sriwijaya Air Group, Henoch Rudi Iwanudin mengatakan, bahwa kenaikan harga tiket pesawat sudah sesuai dengan Tarif Batas Atas (TBA) yang berlaku.
Begitupula dengan moda transportasi lainnya seperti bus dan travel juga mengalami kenaikan yang signifikan. Menurut salah satu penumpang bus yang diwawancarai oleh m.bisnis.com mengatakan, bahwa harga bus naik hingga dua kali lipat dari harga hari biasa. Inilah realita berulang yang selalu hadir dalam sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan oleh negara ini.
Aji Mumpung Sistem Ekonomi Kapitalis
Sistem ekonomi kapitalis, beralasan bahwa jika permintaan tinggi, maka penawaran akan meningkat. Sebagaimana jika permintaan terhadap jasa transportasi meningkat, maka harga yang ditawarkan juga ikut melonjak. Normalnya seperti itu, namun yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya jaminan oleh negara dalam meringankan kebutuhan rakyatnya.
Apalagi, kebanyakan transportasi adalah milik swasta yang profit oreinted. Sedangkan transportasi yang dimiliki oleh negara pun tak jauh beda dengan milik swasta, sama-sama mengejar keuntungan. Hal ini diperparah dengan kenaikan harga BBM jenis Pertamax beberapa pekan lalu, hingga menimbulkan berbagai problem lanjutan seperti kenaikan harga tiket, maupun antrean yang mengular untuk mendapat Pertalite. Sebab, banyak pengguna BBM yang semula adalah pengguna pertamax, mulai beralih pada Pertalite. Begitupula dengan harga tol yang semakin meningkat, yang kemudian dibebankan kepada penumpang menambah besar biaya perjalanan. Tentu hal ini adalah kezaliman yang nyata.
Adanya arus mudik dan balik, juga menjadi aji mumpung bagi para pengusaha untuk menarik keuntungan sebesar-besarnya. Baik pengusaha swasta maupun perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang transportasi, menjadikan momen mudik untuk menaikkan harga tiket. Kenaikan harga yang selalu terjadi tak pernah mendapat evaluasi dan solusi. Negara memandang hal ini adalah suatu kewajaran. Tanpa memikirkan kembali fungsi utama negara adalah menjadi institusi untuk menyejahterakan rakyatnya. Memudahkan segala urusan rakyat, dari mulai kebutuhan umum hingga administrasi. Bukannya dibiarkan bergulat sendiri dengan modal ekonomi yang sulit.
Hal ini diperjelas oleh Direktur Utama PT garuda Indonesia Tbk., Irfan Setiaputra mengatakan, bahwa peak season penerbangan menjadi ladang untuk mendulang uang demi mengisi kas perusahaan. Apalagi dua tahun berturut-turut perusahaan pelat merah ini stagnan sebab diterjang pandemi. Maka jelas, lagi-lagi rakyat yang menjadi objek penderita. Terkuras hartanya demi mudik ke kampung tercinta. Dan negara, juga mengamininya. Miris! Lantas, di mana peran negara?
Negara Islam Mempermudah Kebutuhan Rakyat
Dalam negara Islam (Khilafah), kebutuhan publik sebagaimana transportasi adalah tanggung jawab dari negara. Sebab, jalan hingga transportasi umum merupakan harta kepemilikan umum yang dikelola negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Ahmad, "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api."
Hal-hal yang masuk dalam kategori kebutuhan yang bisa digunakan secara umum, adalah harta kepemilikan umum, begitu pula dengan jalan dan transportasi umumnya. Maka wajib bagi negara mengelola jalan dan transportasi umum untuk kepentingan masyarakat. Pengelolaan ini akan dibiayai dari pemasukan negara, seperti dari pos pemanfaatan sumber daya alam, atau pos ganimah dan sebagainya.
Penyediaan jalan dan transportasinya ini, haruslah dalam kategori layak atau berkualitas, tak ada jalan yang berlubang yang berpotensi menimbulkan kecelakaan. Harga tiket tansportasi juga akan ditekan agar berbiaya murah, bahkan digratiskan dengan adanya pembiayaan dari pos-pos baitulmal. Bahkan, bagi pemudik akan disediakan rumah singgah untuk sejenak beristirahat dan memenuhi hajatul 'udhawiyah-nya. Begitu pula dengan bahan bakar, akan disediakan dengan harga murah, sebab bahan bakar juga merupakan harta kepemilikan bersama yang dimiliki oleh seluruh warga Khilafah. Dengan demikian, mudik baik dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum akan nyaman tanpa beban pembiayaan mahal.
Sedangkan perusahaan swasta dalam Khilafah, berfungsi sebagai support dalam menawarkan kelebihan khusus (luxury) dengan biaya khusus yang bisa dinikmati oleh yang mampu membayar. Peran swasta hanyalah pada posisi tersebut. Bukan malah sebagai pengendali dalam memenuhi kebutuhan publik masyarakat. Sebab, pemenuhan kebutuhan umum masyarakat adalah negara itu sendiri. Allahu a'lam bis-shawwab.
COMMENTS