tugas dan wewenang kadhi hisbah
Oleh : Heni Rohmawati, S.E.I
Masyarakat harus makin waspada dalam memilih produk kopi. Pasalnya telah beredar kopi dengan kandungan bahan kimia obat. Temuan ini didapatkan oleh BPOM pada produk kopi instan saset yang diduga mengandung viagra dan parasetamol.
Sebagaimana dilansir dari suara.com pada sabtu (5/3/2022) Kepala BPOM Penny L. Lukito menyatakan bahwa, “Bahan kimia obat merupakan bahan yang dilarang digunakan dalam obat tradisional dan pangan olahan. Dan sildenafil merupakan bahan yang digunakan untuk produksi obat. Jika tidak digunakan sesuai aturan pakai, bahan kimia obat ini akan menimbulkan risiko tinggi dan efek samping yang dapat membahayakan masyarakat.”
Adapun merk yang menjadi bukti ditemukannya pangan olahan dan obat tradisional adalah sebagai berikut, Kopi Jantan, Kopi Cleng, Kopi Bapak, Spider, Urat Madu, dan Jakarta Bandung. Produk-produk tersebut diduga mengandung BKO Paracetamol dan Sildenafil.
Ia pun melanjutkan bahwa penggunaan bahan kimia obat paracetamol dan sildenafil secara tidak tepat dapat mengakibatkan efek samping dari ringan hingga berat dan bisa menyebabkan kematian. Paracetamol juga dapat mengakibatkan efek samping seperti, mual, alergi, tekanan darah rendah, kelainan darah, dan jika digunakan terus-menerus dapat menimbulkan efek fatal yakni, kerusakan pada hati dan ginjal.
Sementara itu Sildenafil dapat mengakibatkan efek samping berupa mual, diare, kemerahan pada kulit, hingga reaksi serius seperti kejang, denyut jantung tidak teratur, pandangan kabur atau buta mendadak, bahkan dapat menimbulkan kematian, Pungkas Penny.
Kepala Badan POM juga mengungkap nilai keekonomian atau besarnya transaksi ini ditaksir mencapai 1,5 miliar rupiah. Sebelumnya Badan Pom telah melakukan ananlisis terhadap penjulan online produk olahan pangan yang mengandung BKO dengan merk kopi jantan selama periode oktober-November 2021. Dan hasil pemantauan tersebut menunjukkan transaksi rata-rata mencapai 7 miliar rupiah tiap bulannya. Fantastis bukan?
Hanya Sekedar Meraih Materi
Dalam sistem kapitalisme sekuler seperti yang diterapkan saat ini, sungguh orientasi para pengusaha hanya ingin mendapatkan profit atau materi. Tidak peduli apakah produk yang dibuat akan membahayakan konsumen atau tidak. Karena yang paling diperhatikan adalah keuntungan sendiri. Teori ekoniomi kapitalisme mengatakan dengan modal sedikit ingin mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya.
Wajar saja adanya, karena dalam sistem sekuler, agama tidak digunakan untuk standar perbuatan. Halal atau haram, hantam saja. Sekali lagi, hanya berorientasi materi. Jika sudah begini, masyarakat hanya bisa mengandalkan pengawasan negara. Nahasnya, jika pengawasan negara lemah, maka rakyat sipil yang akan menjadi korban produk berbahaya dimana-mana.
Pengawasan negara yang lemah, tanggung jawab produsen yang terabaikan, ini akan membawa konsekuensi besar terhadap masyarakatnya. Maka rakyat harus jeli dan teliti dalam memilah dan memilih setiap produk yang akan dibeli. Jika mungkin produk halal masih banyak didapatkan, tapi siapa yang menjamin aspek kebaikan (Thoyyiban) masih ada di dalam produk yang dipilihnya.
Umat Butuh Qadhi Hisbah
Hisbah adalah peradilan yang dipimpin oleh Qadhi al Muhtasib. Ia berfungsi unruk menyelesaikan pelanggaran yang bisa membahayakan hak masyarakat (jamaah). Qadhi muhtasib ini bertugas mempelajari semua masalah yang terkait dengan hak umum, tanpa adanya penuntut. (Buku Kebijakan Agung Khilafah Islam, hal. 8)
Qadhi al Muhtasib bisa menegakkan kema’rufan dan mencegah kezaliman dimana saja ia menemukan kezaliman. Tanpa membutuhkan majelis. Khalifah bisa membekali Qadhi al Muhtasib dengan polisi. Dalam hal ini, polisi adalah pihak yang mengeksekusi keputusan dan perintahnya. Keputusan yang bersifat mengikat dan harus dilaksanakan saat itu juga.
Kisah Qadhi al Muhtasib Pada Masa Kekhilafahan Islam
Sesungguhnya sejarah Qadhi al Muhtasib sudah ada sejak Rasulullah saw. memimpin Daulah Islam. Namun, aktivitas seorang Qadhi al Muhtasib masih dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw. dengan berkunjung di pasar secara langsung.
Adapun pada saat ‘Umar ibn Khattab yang menjadi Khalifah, ia menunjukan Qadhi Muhtasib seorang wanita bernama as-Syifa’. Bahkan di zaman Khalifah Mu’tadzidz (279 H), Hanan bin Tsabit ditunjuk sebagai Qadhi Muhtasib. Ia ditugaskan untuk menguji dan menyeleksi seluruh dokter di Baghdad. Dokter itu berjumlah 860 dokter. Qadhi Muhtasib ini diberi wewenang untuk melarang para dokter melakukan praktik, kecuali setelah mendapatkan izin praktik dari Qadhi Hisbah. (Ibn Abi Ushabi’ah, ‘uyun al-Anba’, Juz 1/112) (dikutip dari buku Kebijakan Agung Khilafah Islamiyah Jilid 1, hal 9).
Demikianlah jaminan negara dalam Islam untuk menjaga rakyat daripada kezaliman orang-orang yang berniat menzalimi atau memanipulasi rakyat demi mendapatkan keuntungan materi. Sungguh kita teramat sangat membutuhkan istitusi yang bisa menjamin hak-hak rakyat dengan sebaik-baiknya. Dan semua itu insyaa Allah akan terwujud dalam bingkai Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti metode kenabian.
Wallahu a’lam bishowab.
COMMENTS