Muslimah Afghanistan
Oleh : Yuli Maha (Universitas UM Buton)
Dalam beberapa pekan lalu kita diramaikan dengan adanya permasalahan Afghanistan yang kian memburuk. Apalagi terhadap aturan yang kian menzalimi sebagian yang lain.
Lalu kini kembali kacau dengan Puluhan perempuan Afghanistan yang menggelar demonstrasi menuntut pemenuhan hak-hak mereka di bidang pekerjaan dan pendidikan kepada pemerintahan Taliban. Sekelompok anggota Taliban membubarkan aksi unjuk rasa tersebut. Demonstrasi yang diikuti sekitar 20 perempuan Afghanistan itu berlangsung di depan Universitas Kabul. Mereka meneriakkan “kesetaraan dan keadilan” seraya membentangkan spanduk bertuliskan “hak-hak perempuan dan hak asasi manusia (HAM)”. Seorang saksi di lokasi kejadian mengungkapkan, anggota Taliban turut merebut ponsel dari seorang pria yang merekam unjuk rasa tersebut. Para perempuan Afghanistan telah beberapa kali menggelar demonstrasi untuk menuntut pemenuhan hak mereka sejak Taliban berkuasa pada Agustus tahun lalu (Republika.co.id, 16/01/2022).
Afghanistan telah jatuh ke dalam krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bank-bank kehabisan uang, dan pegawai negeri tidak dibayar selama berbulan-bulan. Penguatan miliaran dolar kekayaan Afghanistan oleh Amerika Serikat dan penangguhan bantuan keuangan oleh lembaga keuangan internasional telah mendekati keruntuhan pada sistem ekonominya. Bahkan Afghanistan yang kian rapuh, telah dihancurkan oleh perang dan pendudukan selama beberapa dekade.
Lebih-lebih lagi yang membuat keadaan menjadi lebih buruk adalah larangan berpartisipasi dalam bidang olahraga untuk perempuan. Akhirnya ini makin menambah daftar penderitaan bagi para wanita di sana. Mereka menderita dari pendidikan yang terbatas untuk perempuan dan situasi keuangan keluarga mereka. Terlebih dengan makin peliknya permasalahan Afghanistan saat ini mereka sangat menginginkan hak-haknya untuk dipenuhi.
Apalagi dengan persoalan negara yang seharusnya memberikan pemenuhan secara penuh bagi seluruh rakyatnya. Alhasil lagi-lagi permasalahan mendasar saat ini adalah jika penguasa yang masih berpaling dari syariat islam kaffah memicu terjadinya terbengkalainya aturan negara. Jika saja aturan kelompok tidak dipenuhi apalagi aturan yang mengaitkan individual. Maka dari itu sudah seharusnya penguasa Afganistan semakin melirik kerjasama bersama aturan Islam bukan pada aturan nasionalis yang sangat terbengkalai.
Meski praktik Islam yang ingin dijalankan, tetapi dengan ketidakutuhan rezim baru saat ini justru menjadi celah menekan Afghanistan agar lepas dari keterikatan Islam. Hal ini membuktikan bahwa perempuan Afganistan membutuhkan junah yang dapat melindungi mereka tetapi tidak mengekang atas haknya. Sehingga solusi ini hanya muncul pada Islam yang kaffah.
Disini dapat dipahami bahwa Afghanistan tidak akan pernah merdeka dan stabil tanpa dukungan Islam. Sebagaimana masa Khulafaur Rasyidin dan khulafa setelahnya. Hanya dibawah naungan khilafah, Afganistan tidak akan tunduk pada asing. Begitupun terhadap sumber daya alamnya, hanya aturan Islam yang mampu mengelola untuk diberikan kepada rakyat. Oleh karena itu, baik di Afghanistan maupun negara-negara Islam lainnya hanya Khilafah Islamiyah yang layak mendapatkan harapan dari semua wanita.
Seharusnya kaum muslimin berlepas dari intervensi barat dan tidak mengambil ide ide mereka sebagai solusi. Sebab itulah pangkal kenistaan yang dialami oleh kaum perempuan. Seharusnya kaum muslimin kembali kepada ajaran Islam kaffah yang memberi rahmat bagi seluruh alam, bukan ajaran Islam yang kaku (ifrath) dan bebas (tafrith).
Ajaran Islam yang diterapkan oleh institusi negara khilafah, akan memuliakan perempuan dengan memberikan perlindungan atas kehormatan dan keselamatan jiwanya. Hal ini terlihat dari peraturan terhadap perempuan baik di ranah domestik maupun publik.
Islam membolehkan perempuan bekerja dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntunan syariah. Islam juga membolehkan perempuan untuk mencari ilmu untuk mengamalkannya dalam kehidupan. Islam memang melarang perempuan untuk menjadi penguasa namun tidak lantas mengabaikan urusan perempuan. Islam mewajibkan laki-laki sebagai pemimpin untuk mengurusi perempuan sebagai bagian dari rakyat yang dia pimpin.
Islam mempelopori pemberian hak-hak politik kepada perempuan, seperti hak memilih penguasa, hak untuk menjadi rakyat untuk menasihati penguasa. Islam menjadikan perempuan sebagai istri, ibu, dan pengurus generasi sesuai dengan kodrat yang diberikan Allah kepada dirinya.
Islam tidak menjadikan perempuan lebih rendah derajatnya dibandingkan laki laki. Islam menentukan kemuliaan seseorang pada ketakwaannya. Sehingga inilah bentuk perlindungan dan jaminan khilafah terhadap perempuan. Semua itu berlangsung selama 1300 tahun lamanya saat khilafah masih menjadi negara adidaya. Maka sudah seharusnya Afganistan dapat mencontoh dari kejayaan Islam yang lalu agar diterapkan dalam pemerintahannya.
Wallahu'alam Bishawab.
COMMENTS