harga cabai anjlok
Oleh : Rizkika A.M.(Aktivis Muslimah Mataram)
Dilansir dari laman rctiplus.com, terdapat sebuah video viral yang berasal dari akun Instagram@andrelia48, Rabu (04/08/2021) dimana dalam video tersebut memperlihatkan seorang petani yang sedang mengamuk bahkan merusak kebun cabai miliknya sebagai bentuk kemarahan mereka akibat makin ambruknya harga jual cabai di tingkat petani (29/08/2021).
Menanggapi hal tersebut, Slamet, anggota Komisi IV DPR RI, menyatakan bahwa seharusnya pemerintah memberikan perhatian dan perlindungan serius bagi para petani Indonesia. Salah satunya dengan tidak terus-menerus melakukan impor yang malah membuat para petani semakin sengsara. Ia juga menyatakan terjadi kenaikan impor cabai sebesar 54% semenjak semester I-2020 sampai semester I-2021 yakni sebesar18.075,16 ton pada semester I-2020 dan 27,851 tonpadasemester I-2021. (rctiplus.com, 29/08/2021)
Bambang Sugiharto, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Kementan pun menjelaskan alasan dilakukannya impor cabai sebesar 27,851 ton pada semester I-2021 guna memenuhi kebutuhan industri. Cabai diimpor dalam bentuk cabai kering atau tumbuk bukan dalam keadaan segar. (bisnis.com, 24/08/2021).
Padahal beberapa bulan sebelumnya banyak ditemukan impor cabai segar dan kering di Pasar Pon Jombang, Jawa Timur yang dijual seharga Rp 34 ribu cabai merah keriting dalam kondisi segar dan Rp 40 ribu dalam kondisi kering per kilogramnya. (kabarjombang.com, 17/3/2021).
Negara Keempat Penghasil Cabai di Dunia
Jika melihat fakta, melansir dari laman detik.com, menurut data yang dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO), Indonesia merupakan negara penghasil cabai terbesar keempat di dunia pada tahun 2018 dengan total produksi sebesar 2.542.358 ton (01/10/2020).
Bukan hanya itu, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) produksi cabai nasional tahun 2020 mencapai 2.772,59 juta ton. Angka ini naik sebesar 183,96 ribu ton atau 7,11% dibandingkan tahun 2019. Dari data tersebut Provinsi Jawa Timur merupakan penghasil cabai terbesar di Indonesia yakni sebesar 784,053 ribu ton atau 28,28%. Dengan besarnya jumlah produksi cabai tersebut seharusnya pemerintah tidak membuka keran impor yang malah hanya membuat semakin anjloknya nilai jual cabai akibat terjadinya surplus.
Di tambah lagi, menurut Suparmono, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman menyatakan bahwa beberapa hari terakhir terjadi ketidak seimbangan antara jumlah produksi dan jumlah permintaan semua produk pertanian, peternakan, maupun perikanan. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa permintaan cabai menurun sebagai dampak semua pihak sedang konsentrasi memutus mata rantai penyebaran Covid-19 (PPKM darurat dan PPKM Level 4) (yogya.ayoindonesia.com, 26/8/2021).
Harga Jual Cabai Petani Merosot Drastis
Sungguh miris, begitu melimpahnyaproduksi cabai yang dihasilkan namun tidak mampu untuk memberikan kesejahteraan bagi para petani. Yang ada hanya kekecewaan akibat makin anjloknya harga cabai di pasaran.
Terbukti, dilansir dari laman yogya.ayoindonesia.com (26/8/2021), Riyanto,Ketua Forum Petani, Kalasan Janu Riyanto, mengeluhkan harga cabai di tingkat petani merosot hingga 50% dari harga normal, yaitu dari harga kisaran Rp11.000 per kilogram anjlok ke harga Rp5.000 per kilogram.
Begitu pula yang dirasakan oleh para petani Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Harga jual cabai merah keriting di tingkat petani hanya berkisar Rp 2.500 sampai Rp 3.000. Rendahnya harga jual tersebut membuat para petani di Kelurahan Garongan, Panjatan lebih memilih untuk membagikan cabai secara cuma-cuma kepada warga yang membutuhkan bahkan ada yang membakarnya juga. Bahkan, anjloknya harga cabai di pasaran tersebut hingga tidak mampu mengembalikan titik impas biaya produksi para petani yang idealnya di atas angka Rp10 ribu per kilogram (detikNews, 24/07/2021).
Campakkan Sistem Kapitalisme
Itulah beberapa permasalahan yang akan dihadapi jika hidup pada sistem kapitalisme. Sistem ini menghilangkan peran negara yang seharusnya sebagai pelayan rakyat dan pengatur utama dalam pengelolaan pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan negeri. Selain itu, dalam sistem ini juga para korporat bisa berperan sebebas-bebasnya menguasai dan mengelola aset-aset penting yang berhubungan dengan tata kelola pertanian. Korporasi-korporasi besar yang menguasai modal itulah yang tentunya akan menjadi pemeran utama. Bagaimana dengan nasib petani kecil nan miskin ? Merekapun akan semakin susah dan tak jarang yang akhirnya memilih untuk berganti profesi dan tidak mau lagi menjadi petani. Ditambah lagi kurangnya perhatian penguasa kepada nasib para petani yang terbatas akan lahan, minimnya modal, kurangnya keahlian dalam menggunakan teknologi pertanian, dan lemahnya posisi petani di hadapan para pengepul. Belum lagi tingginya tingkat impor bahan pangan oleh pemerintah yang semakin melemahkan nilai jual hasil tani para petani lokal yang mau tidak mau harus tetap menekuni bidang ini.
Tentunya semua hal tersebut tidak akan terjadi jika diatur oleh Sistem Khilafah Islam. Sistem yang aturannya berasal langsung dari Sang Khaliq yakni Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Yang mengetahui kekurangan, kelebihan, dan apa-apa yang terbaik untuk hamba-Nya.
Khilafah Islam akan menghadirkan penguasa yang mengayomi umat dengan sepenuh hati dan atas dasar ketaatannya kepada Allah, bukan karena materi ataupun keuntungan lainnya yang bisa didapatkan oleh para pemangku kekuasaan.
Penguasa dalam sistem Khilafah Islam tersebut akan fokus untuk melakukan pendistribusian bahan pangan ke seluruh masyarakat agar tidak terjadi penumpukan hasil produksi yang dapat mengakibatkan anjloknya harga jual bahan pangan di tingkatan petani.
Penguasa tidak akan mengizinkan terjadinya kegiatan impor bahan pangan apapun, kecuali dalam keadaan mendesak. Para korporat pun tidak akan dibiarkan sedikit pun ikut campur urusan dapur negara seperti dalam hal penguasaan dan pengelolaan aset-aset penting yang berhubungan dengan tata pengelolaan pertanian.
Para petani kecil nan miskin pun akan disokong seluruh kebutuhan pertaniannya oleh negara, guna membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat tani dan menghasilkan bahan pangan berkualitas unggul sehingga tak ada lagi para petani yang marah, ngamuk, atau bahkan beralih profesi akibat anjloknya harga jual bahan pangan, salah satunya cabai.
Karena itu sudah saatnya umat bangkit dan mencampakkan sistem kapitalisme yang telah memberikan kesengsaraan kepada umat khususnya petani cabai. Kemudian berjuang menegakkan Khilafah. wallahu ‘Alam
Maa syaa Allah, tabarakallah
ReplyDelete