Kasus pedofilia
Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Indonesia merupakan negeri dengan penduduk muslimnya terbesar di dunia. Namun status muslim tak menjamin kehidupan yang relijius. Terbukti berbagai kasus yang menunjukkan degradasi moral kian hari kian meningkat.
Kasus pedofilia ialah salah satu kasus yang kian hari kian marak terjadi. Tak hanya terjadi di ibu kota negara atau provinsi, namun sudah meluas ke seluruh wilayah yang ada di negeri ini. Kenyataan yang sangat mengiris hati nurani.
Kasus pedofilia kian hari semakin sadis tanpa memandang lagi siapa korbannya. Pelaku hanya memperturutkan hawa nafsu bejat yang melingkupi dirinya. Tak peduli dampak besar yang timbul ke depannya.
Sebagaimana kasus pedofilia yang terjadi di kecamatan Nglegok kabupaten Blitar bahwa pelaku MY laki-laki (57) melakukan pencabulan hingga persetubuhan kepada 6 orang anak dibawah umur. Aksi pencabulan dan persetubuhan itu dilakukan sejak tahun 2017 lalu di ruang sholat di rumahnya, saat korban membeli jajan di warung kelontong rumahnya. (Mayangkaranews.com, 31/3/2021)
Rantai Pedofilia
Kasus pedofilia seakan tak nampak ujung penyelesaiannya. Alih-alih nol kasus atau setidaknya mereda kasusnya, sebaliknya kian hari semakin banyak dan meluas. Tentu saja wajar terjadi, sebab kasus pedofilia itu semacam rantai yang tak kelihatan ujung pangkalnya. Pelaku pedofilia bisa jadi merupakan korban di masa sebelumnya. Sebab, jika tak dilakukan penanganan yang tepat terhadap korban akan menimbulkan semacam luka psikis yang kapan saja bisa bangkit berbalik menjadi pelaku.
Sayangnya, negeri ini menanggalkan Islam sebagai dasar pembuatan aturan. Sehingga dalam menyelesaikan berbagai persoalan termasuk kasus pedofilia ini malah memakai aturan dari selain Islam. Proses persidangan yang berbelit dan hukuman yang tidak sampai menyentuh akar persoalan menjadi andil kian maraknya kasus pedofilia ini. Bahkan hukum kebiri dianggap menjadi solusi terbaik bagi pelaku pedofilia. Padahal hukuman ini bertentangan dengan aturan Islam dan tak sampai membuat jera para pelaku.
Selain itu, hilangnya kontrol yang terjadi di masyarakat. Individualisme kian merasuk ke berbagai kalangan masyarakat. Akibatnya seperti kasus ini sudah lama terjadi sejak tahun 2017 baru tertangkap empat tahun setelahnya. Bisa dibayangkan sudah berapa kali pencabulan pelaku terhadap korban terjadi. Sudah sedalam apa luka psikis yang timbul pada korban akibat pencabulan tersebut. Kalaupun ada pendampingan terhadap korban, harus dilakukan intensif setiap saat.
Seiring berjalannya waktu, peran keluarga juga kian luntur. Tak ada kepekaan terhadap apa yang menimpa buah hatinya. Semestinya jika dilakukan pengamatan yang jeli, ada perubahan perilaku yang terjadi pada korban pencabulan. Namun, peran paling besar adalah negara sebagai pembuat kebijakan semestinya memberikan benteng akidah Islam yang menancap kuat dan sanksi berat bagi pelaku.
Islam Memutus Rantai Pedofilia
Islam memberikan solusi paripurna bagi kasus pedofilia. Hukuman yang tegas dijatuhkan pada pelaku dimana hukuman tersebut bisa memutus rantai pedofilia yang seakan ilusi terjadi pada sistem kapitalisme. Bagi pelaku jika sampai berzina dikenakan hukuman rajam sampai mati (menikah) dan jilid seratus kali (belum menikah). Jika kasusnya liwath (homoseksual) maka hukumannya mati. Jika pelecehan seksual yang terjadi tidak sampai pada perzinahan maka hukumannya ta'zir dari Khalifah.
Selain memberikan hukuman yang tegas, Islam dalam hal ini Khilafah sebagai institusi yang menerapkan hukum juga menutup segala celah yang memungkinkan bisa menjadi pemicu terjadinya tindakan pelecehan seksual. Yakni mulai dari para pelajar yang diperkuat akidah Islamnya supaya terbentuk syakhsiyah Islam.
Negara juga memblokir semua situs pornografi sehingga hawa nafsu bejat tidak mendominasi di kalangan masyarakat.
Kemudian memaksimalkan peran tiga pilar yakni keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga sebagai pendidik awal diharapkan ikut ambil bagian dalam pembentukan syakhsiyah Islam para anggota keluarganya. Pun masyarakat harus memainkan perannya sebagai kontrol sosial. Sehingga jika ada yang mencurigakan lekas terendus. Negara merupakan pemegang peranan yang paling penting, sebab tanpa kebijakan yang diterapkan negara maka peran keluarga dan masyarakat sia-sia belaka.
Wallahu a'lamu bish showab
COMMENTS