indopasifik amerika china
Oleh: Ana Mujianah, S.Sos.I
Potensi Indo-Pasifik memang nyentrik untuk dilirik. Banyak negara dengan beragam kepentingannya masing-masing berupaya memperkuat posisinya di wilayah tersebut. Tak terkecuali Amerika Serikat (AS).
Terletak di wilayah yang strategis, yaitu pertemuan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Indo-Asia-Pasifik diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia dan menawarkan keuntungan paling potensial untuk investasi asing langsung (foreign direct Investment -FDI) selama 10 tahun ke depan.
Hal itu berdasarkan hasil temuan perusahaan informasi global IHS Inc. pada pertengahan April 2016 bahwa kawasan Asia Pasifik akan tumbuh pada tingkat 4,5 persen per tahun yang didorong oleh pertumbuhan cepat dalam belanja konsumen di Tiongkok, India, dan Asia Tenggara (ipdefenseforum.com, 23/5/2016).
Melihat besarnya potensi Indo-Pasifik, kemungkinan besar China pun tak mau ketinggalan. Berbagai proyek diluncurkan China dalam rangka melebarkan sayapnya untuk menguasai wilayah tersebut, salah satunya adalah China's Belt and Road Initiative (BRI). Proyek-proyek dan kekuatan China yang lain terus berkembang, hal ini tentu saja membuat kepanasan negara-negara kapitalis yang lain termasuk AS.
Dilansir dari Liputan 6.com, 12/3/2021, Presiden AS Joe Biden, mengadakan pertemuan empat arah pertama secara virtual, pada Jumat, 12/3 dalam rangka memperkuat aliansi karena kekhawatiran atas kebangkitan China. Pertemuan empat arah tersebut dikenal dengan sebutan "Quad". Adapun empat negara yang tergabung dalam kepemimpinan Quad yaitu: AS, India, Jepang, dan Australia.
Meski dalam KTT virtual tersebut mereka tidak menyebutkan akan fokus membahas Republik Rakyat Tiongkok (RRT), tetapi jika melihat ketegangan yang terjadi antara negara-negara Quad dengan RRT, maka indikasi pembicaraannya tetap tidak keluar dari bagaimana mengantisipasi kekuatan China yang semakin ekspansif di Indo-Pasifik.
Hal itu juga bisa kita lihat dari pembicaraan tingkat tinggi seminggu setelah KTT virtual itu antara AS dan RRT, dimana dalam pembicaraan tersebut perwakilan AS menyuarakan keprihatinan para pemimpin Quad tentang meningkatnya keagresifan RRT di Laut Cina Selatan (ipdefenseforum.com, 24/3/2021).
Ketegangan yang terjadi antara negara-negara kapitalis itu, jika ditilik lebih dalam sejatinya tidak jauh dari berebut pengaruh dan kekuasaan semata. Asia Tenggara yang diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi siginifikan tentu saja menjadi sasaran utamanya. Terlebih Indonesia, sebagai salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara, yang memiliki banyak potensi strategis tak luput menjadi incaran.
Selain dilirik sebagai pasar, Indonesia juga dibidik karena kaya akan sumber daya baik sumber daya manusia dengan upah rendah maupun sumber daya alamnya yang melimpah. Tak heran jika Indonesia menjadi primadona bagi negara-negara kapitalis baik AS maupun China untuk dikuasai demi kepentingan mereka.
Oleh karenanya, sebagai negeri yang memiliki potensi sumber daya yang besar, saatnya bangsa Indonesia berdikari. Berani menentukan arah politik sendiri, tidak mudah didikte, dan tidak bergantung pada politik yang diemban oleh negara kapitalis sekuler.
Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, sejatinya cukup sebagai modal bagi bangsa Indonesia untuk mengambil peran yaitu menjadikan ideologi Islam sebagai landasan dalam mengatur kehidupan.
Konsep politik dalam Islam jelas berbeda dengan konsep kapitalis yang hanya mengeruk kekayaan negara lain demi kemakmuran bangsanya sendiri. Sistem Islam hadir justru untuk memberikan jaminan pelayanan kepada siapapun yang menjadi warga negaranya. Adapun penaklukan yang dilakukan dalam Islam bukan untuk mengeruk kekayaan negara yang ditaklukkan, tapi justru untuk mengurusi negeri tersebut dengan Islam.
Dan semua itu tentu akan bisa terlaksana jika umat Islam memiliki kesadaran yang sama untuk mewujudkan institusi politik yang akan menerapkan aturan Islam yaitu sistem Khilafah. Hanya dengan sistem Khilafah maka hegemoni negara kapitalis penjajah bisa dilawan. Oleh karenanya, saatnya umat Islam bangkit dan bersatu tegakkan Islam secara kaffah dalam institusi Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu'alam bish shawab.
COMMENTS