program petani milenial
Penulis : Siti Rima Sarinah (Studi lingkar Perempuan dan Peradaban)
Program petani milenial yang digaungkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, punya banyak sasaran di Kota Bogor. Para petani dari kalangan muda itu bisa disasar dari potensi tanaman hias. Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jabar telah mengunjungi Pasar Tanaman Hias Minaqu BNR. Kunjungan itu sekaligus menyaksikan secara langsung potensi tanaman hias yang kerap menjadi perbincangan. Potensinya ekonominya dianggap mampu menjadi bagian dari daya dukung terhadap program 5000 petani milenial yang digagas oleh gubernur Ridwan Kamil (Radar Bogor, 10/3/2021)
Geliat perkembangan tanaman hias di Indonesia memang cukup menyita perhatian masyarakat. Pasalnya sejak boomingnya tanaman hias ini, yang dibandrol harga yang sangat fantatis. Sehingga pemerintah melihat bahwa ini merupakan peluang ekonomi yang akan menaikkan taraf tingkat kehidupan masyarakat. Maka wajarlah saat ini, sebagian besar masyarakat berbondong-bondong membudidayakan tanaman hias tersebut.
Untuk mensuksekkan program ini, Minaqu Home Nature bekerjasama dengan PT. GAP (Grup Bakrieland) telah menyiapkan sejumlah tenaga ahli, mulai dari penyilang, ahli pupuk hingga praktisi media sosial untuk melatih program petani milenial. Dengan harapan kedepannya para petani milenial dapat mendobrak bahkan menguasai perdagangan tanaman hias di dunia. Melonjaknya harga tanaman hias dimasa pandemii menjadi “angin segar” peluang bisnis ditengah pandemi yang telah berjalan setahun ini, yang berdampak pada perekonomian masyarakat.
Sekilas kita melihat program petani milenial sangat bagus dan dapat membantu perekonomian masyarakat. Namun jika kita meneliti secara cermat, bagaimana pemerintah selaku intistusi berwenang negara, justru menyerahkan pendidikan para petani milenial kepada pihak swasta dalam hal ini Minaqu Home Nature dan PT.. GAP. Hal ini menunjukkan bahwa Negara sedang melakukan tindakan outsourcing untuk mengurus rakyat yang notabene menjadi tanggung jawabnya. Semakin membuktikan bahwa lagi-lagi penguasa rezim Kapitalis mengabaikan tugasnya sebagai pengurus urusan rakyat.
Padahal pada hakikatnya negaralah yang memiliki kewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaaan untuk membantu rakyat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Yang terjadi justru penguasa terus mengarahkan rakyatnya untuk mandiri secara ekonomi dalam memenuhi semua kebutuhannya. Inilah letak kesalahan fatal rezim kapitalis yang enggan berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan urusan rakyatnya.
Selain itu, dalam sistem negara Kapitalis hubungan antara rakyat dengan pemerintah hanya didasarkan pada asas untung rugi. Hitung-hitungan ekonomis berlaku, dimana rakyat hanya menjadi beban Negara jika masih harus didanai atau disubsidi oleh kas negara. Inilah yang kemudian mendasari kenapa subsidi pemerintah di cabut, seperti pencabutan subsidi listrik, gas elpiji, subsidi kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Maka akibatnya harga barang-barang kebutuhan pokok maupun sekunder naik dan menjadi tanggung jawab rakyat sendiri.
Seharusnya sosok pemimpin yang hadir di tengah umat adalah orang yang sangat peduli dan concern terhadap pengurusan umatnya. Dalam hal ini, Islam selama berabad-abad telah memberikan contoh terbaik, bagaimana Rasulullah saw memberikan uang dan kapak kepada rakyatnya yang tidak memiliki pekerjaan. Fragmen diatas menggambarkan bahwa Rasulullah sebagai sosok kepala negara yang menfasilitasi dan membuka lapangan pekerjaan untuk seluruh rakyatnya, agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Jika kita melihat dari sudut pandang lain terkait program petani milenial ini, sebenarnya bentuk pemalingan tujuan utama pertanian hanya bersifat insidental (sementara). Karena tanaman hias hanya digandrungi oleh masyarakat, disaat ada momen tertentu dan kemudian viral di dunia maya. Seperti halnya yang terjadi ketika batu akik menjadi “primadona baru” yang mengakibatkan masyarakat berbondong-bondong mencari dan menjual batu akik yang harganya kala itu sangat fantastis.
Namun jika dikembalikan pada tujuan pertanian sesungguhnya adalah untuk swasembada pangan dan ketahanan pangan. Dan dengan swasembada pangan inilah rakyat bisa meningkatkan perekonomiannya karena negara Islam (Khilafah) benar-benar memfokuskan hal tersebut. Para petani pun bisa merasakan hidup sejahtera dan makmur. Berbeda halnya dengan periayahan sistem Kapitalis yang diterapkan di Indonesia, para petani jauh dari kehidupan yang layak karena penguasa sibuk membuka kran impor secara berkesinambungan, sehingga hasil panen petani harganya anjlok di pasaran akibat impor tersebut. Dan malah menyibukkan para petani dengan tanaman hias yang belum tentu menjadi jaminan meningkatnya perekonomian masyarakat.
Bahkan program petani milenial ini menjadi peluang bisnis baru bagi para kapital (Minaqu Nature Home dan PT. GAP). Karena mereka memiliki modal besar dan mampu berkompetisi dalam program ini, dan lagi-lagi merekalah yang meraup keuntungan besar. Sedangkan para petani hanya bisa “gigit jari” melihat keuntungan yang diraih para pemilik modal tersebut, sedang para petani tidak mendapatkan apapun.
Dari sini sudah sangat jelas mana sistem pemerintahan yang peduli dengan urusan rakyatnya dan mana yang tidak. Dan tentu saja rakyat menginginkan sistem pemerintah Islam (Khilafah) yang diterapkan atas mereka. Karena hanya sistem inilah yang benar-benar peduli pada rakyatnya dan mampu mewujudkan kesejahteraan yang hakiki. Sejarah kekhilafahan selama rentang 1300 tahun telah membuktikan hal ini. Sudah saatnya kita keluar dari system yang rusak nan batil ini, dan beranjak menyongsong fajar khilafah yang insya Allah dengan izin-Nya akan segera tegak. Wallahu a’lam.
COMMENTS