utang indonesia 2021
Oleh: Djumriah Lina Johan (Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) mencapai 420,7 miliar dollar AS pada akhir Januari 2021. Jumlahnya setara dengan Rp 6.058 triliun (kurs Rp 14.400 per dollar AS).
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, ULN terdiri dari ULN sektor publik termasuk pemerintah dan bank sentral sebesar 213,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar 207,1 miliar dolar AS.
"Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir Januari 2021 tumbuh sebesar 2,6 persen (secara tahunan/yoy)," kata Erwin dalam siaran pers, Senin (15/3/2021). (Kompas.com)
Kembali meningkatnya utang luar negeri Indonesia yang naik 2,6 persen menunjukkan rezim saat ini tidak ada kemauan untuk bebas dari utang. Padahal, ada banyak cara untuk mendapatkan dana APBN selain utang.
Tiga di antaranya, yakni pertama, pemerintah bisa mendapatkan dana dengan jalan mengambil alih harta-harta milik umum dalam berbagai jenis SDA baik tambang, maupun SDA lainnya yang sekarang dikelola oleh swasta.
Kedua, memaksa dana milik para kapitalis yang disimpan di luar negeri untuk disimpan di dalam negeri.
Ketiga, dengan jalan penghematan penggunaan anggaran. Sehingga tidak perlu utang untuk membangun infrastruktur yang tidak urgen dan hanya menguntungkan para kapitalis.
Bergantung pada utang dalam mengelola dan mengurusi negara sangat berbahaya. Bahaya dari utang akan membebani APBN dengan bunganya yang sangat tinggi. Tahun ini saja hampir 375 triliun dana APBN digunakan untuk membayar bunga utang, bukan pokoknya. Bahaya lainnya, utang itu dijadikan alat untuk menjajah ekonomi dan politik sesuai dengan kepentingan para kapitalis.
Selain itu, utang dengan bunga termasuk riba. Dan dosa terendah dari riba seperti seseorang yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Di dalam hadis lain dikatakan pula, satu dirham atau sekitar Rp75 ribu dari riba dosanya sama dengan berzina dengan 36 pelacur.
Lebih dari itu, perilaku mengambil riba mendapat ancaman dari Allah SWT. Bukan hanya di akhirat, tapi di dunia. Riba menjadi sumber datangnya azab Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadist riwayat Hakim yang artinya, “Apabila zina dan riba telah merajalela dalam suatu negeri, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah diturunkan kepadanya.”
Islam memiliki solusi sistem keuangan negara yang tidak bertumpu pada pemasukan pajak dan utang. Sistem itu disebut Baitulmal.
Baitulmal adalah sebuah sistem keuangan negara yang memiliki beragam penerimaan yang memicu produktivitas. Dalam Baitulmal terdapat tiga pos penerimaan besar. Masing-masing memiliki perincian pos yang beragam. Yakni, pos penerimaan dari zakat mal, aset kepemilikan umum, dan aset kepemilikan negara. Sistem ini sudah pernah dijalankan lebih dari 1.300 tahun, yaitu di masa kejayaan peradaban Islam.
Sistem yang terbukti mampu menjadi penopang keuangan negara yang efektif, bahkan di saat terjadi penyebaran wabah.
Sebagai contoh, pada masa Rasulullah saw., Baitulmal hanya mengalami satu kali defisit dan bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari setahun.
Ketika terjadi wabah pada masa Umar bin Khaththab ra., Baitulmal juga menjadi penopang pemberian makanan dan obat-obatan secara gratis kepada masyarakat.
Sementara pada masa Umar bin Abdul Aziz, negara bahkan kesulitan mendistribusikan zakat mal karena kesejahteraan rakyatnya sudah merata.
Itulah sekilas gambaran sistem keuangan dalam Islam yang terbebas dari jeratan utang luar negeri. Apabila Indonesia pun ingin keluar dari jeratan tersebut dibutuhkan perubahan paradigma sistem ekonomi negara yang kini masih menggunakan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Sebab, sistem inilah yang menjadikan utang sebagai pondasi utama dalam pembangunan nasional.
COMMENTS