kebijakan impor khilafah
Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
Negara yang dibentuk dari sistem demokrasi bisa terkena penyakit suka impor. Ada negara yang walaupun memiliki kekayaan sumber daya alam maupun nabati tetap melakukan impor besar-besaran.
Misalnya ada negara yang mengimpor satu juta ton beras. Padahal negaranya bukan negara padang pasir, justru wilayah persawahannya jutaan hektar. Sering panen raya beras namun sayang impor terus saja dilakukan.
Bukan saja beras, gula pasir juga diimpor sebanyak lebih dari 600.000 ton, sapi lebih dari 150.000 ton dan bawang putih lebih dari 250.000 ton.
Publik pun bertanya mengapa suka mengimpor barang begitu banyak sedangkan negara ini memang memiliki kekayaan alam yang melimpah? Seharusnya yang terjadi hasil kekayaan alam bisa mencukupi masyarakat di kawasannya. Dan seharusnya potensi yang ada bisa dikembangkan agar berhenti impor dan berbalik menjadi negara yang memiliki swasembada beras, gula, bawang putih dan sebagainya.
Lalu apakah ketika sistem Demokrasi yang memayungi sebuah negara diganti dengan Khilafah masalah impor akan berkurang atau bahkan dihilangkan? Apakah sistem Khilafah bisa dijamin sebagai suatu sistem yang tak doyan impor?
Untuk menjawabnya kita harus merujuk kepada sejarah Khilafah dulu. Ketika Islam diterapkan secara Kaffah dalam institusi Khilafah, ada sebuah temuan bahwa Khilafah pernah menjadi negara yang sukses menjadi produsen beberapa komoditas kelas dunia.
Islam telah memberikan motivasi yang besar untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan. Rasulullah saw. pun bersabda: ...Tidaklah seorong Muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmizi dan Ahmad).
Khilafah mendorong warganya dan memfasilitasi mereka sehingga dunia pertanian maju pesat. Khilafah memberikan bantuan berupa modal, fasilitas dan teknologi. Hasilnya tercatat dalam sejarah melimpahnya komoditas dalam negeri.
pada abad ke-10 M, industri penggilingan tepung di Baghdad dapat memproduksi 10 ton tepung per hari. Industri penggilingan tepung pertama di Eropa berdiri pada abad ke-12 M di Spanyol Muslim. Pencapaian umat Islam dalam industri pangan tercatat lebih awal dari peradaban Barat. Masyarakat Inggris baru mengembangkan industri tepung pada 1600 M (Republika.co.id, 19/03/2009).
Dengan proses intensifikasi pada bidang pertanian, pada awal abad ke-9, sistem pertanian modern telah menjadi pusat kehidupan ekonomi dan organisasi di negeri-negeri Muslim. Pertanian di Timur Dekat, Afrika Utara dan Spanyol didukung sistem pertanian yang maju, menggunakan irigasi yang canggih dan pengetahuan yang sangat memadai. Kaum Muslim telah menguasai teknik budidaya modern untuk kebun buah dan sayuran.
Proses perubahan tebu yang menjadi cikal bakal gula adalah inovasi yang ditemukan dalam sistem Islam. Kata Sugar berasal dari bahasa Arab Sukara. Gula yang dikembangkan dalam dunia Islam berhasil merajai pasar dunia kala itu. Pada abad ke 14 pabrik Gula terbesar berada di wilayah Islam di Andalusia Spanyol.
Bisa mencukupi keperluan warga negara kala itu. Sehingga tidak ada ceritanya impor gula mau pun bahan pangan dalam jumlah yang besar. Khilafah dalam sejarah pun pernah swasembada hewan ternak.
Lalu mengapa Khilafah menjadi penghasil komoditas terbesar sedangkan dalam sistem demokrasi kapitalisme banyak negara malah jadi pengimpor besar.
Faktor utamanya karena ada balas jasa dari penguasa kepada para kapitalis yang telah mendanai biaya kampanye mereka. Alasan bisa dibuat asalkan keran impor itu bisa lancar mengalirkan komoditasnya ke dalam negeri.
Sedangkan dalam Sistem Islam, komoditas dalam negeri berkembang begitu pesat karena tidak ada proses balas jasa atas kegiatan pemilu yang dilakukan. Pengembangan komoditas dalam Sistem Islam karena panggilan iman, mencari pahala dan keridhoannya.
Agar Sistem Islam yang terwujud dalam negara itu menjadikannya mandiri dan lepas dari kelompok atau negara kapitalis asing. Ini lah yang hilang pada sistem di dunia saat ini.
Oleh karena itu jika ingin menghentikan meledaknya jumlah impor barang, mau tidak mau harus kembali ke sistem yang diridhoi Allah SWT yakni Khilafah. Terlepas dari hukum fiqh hubungan ekspor impor dengan negara Non-Muslim, Sistem Khilafah adalah yang terbaik dalam memajukan komoditas dalam negeri dan meminumkan impor. Mari tegakkan kembali. []
Bumi Allah SWT, 18 Maret 2021
#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
COMMENTS