polemik revisi uu ite
Oleh : War Yati (Komunitas Pena Islam)
Undang-undang ITE ramai diperbincangkan kembali. Pasalnya, Presiden Joko Widodo mengintruksikan kepada jajarannya untuk merevisi UU tersebut. Beliau beralasan banyak masyarakat yang melaporkan bahwa UU ITE tidak memiliki rasa berkeadilan.
UU ITE dari awal dibuat memang sudah menuai polemik. Banyak yang beranggapan dalam UU tersebut banyak memiliki pasal karet. Seperti Pasal 27 Ayat (1) soal kesusilaan, Pasal 27 Ayat (3) soal penghinaan dan / atau pencemaran nama baik, dan Pasal 28 Ayat (2) soal ujaran kebencian. Tetapi, tetap saja UU ITE disahkan.
Bagi sebagian pihak, UU ITE hanya dianggap sebagai cara pemerintah untuk membungkam lawan politiknya. Siapa berani mengritisi arah kebijakan pemerintah, maka harus bersiap menghadapi pelaporan dan berujung pemenjaraan. Terbukti sudah banyak korban yang dijerujikan gara-gara mereka berbeda pandangan dengan pemerintah.
Nasi sudah menjadi bubur. Kenapa baru sekarang pemerintah ingin merevisi UU tersebut? Setelah banyak masyarakat yang menjadi korban. Bukannya dari awal rakyat menyuarakan penolakan? Karena menduga UU ITE hanya akan menjadi alat bagi rezim tuk membungkam kritik dari rakyat.
Masifnya buzzer di media sosial menyerang para aktivis dengan berbagai macam cara, tentu semakin memperkuat dugaan bahwa buzzer menjadi alat rezim tuk melindungi kekuasaan. Kalau ditelisik mereka banyak melakukan berbagai macam fitnah dan menggulirkan opini yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pun melakukan teror-teror dengan meretas alat komunikasi khususnya di kalangan aktivis dan mahasiswa. Akan tetapi, sampai saat ini tak satu pun buzzer yang terkena hukuman.
UU ITE memiliki karakter sebagai pelembagaan buzzer yang seolah-olah melegalkan setiap perbuatan para buzzer. Jelas sekali perbuatan para buzzer ini meresahkan dan menimbulkan kegaduhan. Namun, tak ada peran pemerintah untuk melakukan tindakan pada mereka. Walau perbuatan mereka merugikan banyak pihak.
Nampaknya Revisi UU ITE bukan solusi. Pasalnya, revisi bukan untuk memberi ruang bagi kritik rakyat. Tetapi, justru menjadi cara rezim semakin membungkam sikap kritis rakyat. Siapa mendekat kau ku tangkap. Siapa bersuara kau ku laporkan. Begitu kira-kira.
Kritikan memang terdengar menyakitkan, apalagi jika disampaikan dengan bahasa yang kurang mengenakkan. Tapi, di dalam sebuah kepemimpinan terkadang kritikan sangat dibutuhkan. Ini bisa menjaga apabila terjadi kesalahan dalam kepemimpinannya, maka dapat segera diperbaiki.
Dalam Islam, sekasar apa pun saat rakyat menyampaikan kritikan, seorang pemimpin harus tetap berlaku baik padanya. Apalagi jika rakyat melakukan kritik dengan sopan, pemerintah akan berterimakasih dan menganggapnya sebagai bentuk kasih sayang dari rakyat. Karena rakyat telah berani mengingatkan kekeliruan pemimpin supaya tidak berlanjut dan menyengsarakan rakyat.
Sungguh, Islam adalah sistem terbaik yang pernah ada. Rakyat diperlakukan sangat baik melebihi perlakuan seorang pemimpin terhadap keluarganya sendiri. Tak ada marah, apalagi sampai menyakiti. Prinsip berkeadilan benar-benar diimplementasikan dengan benar dan sempurna. Wallahua'lam.
COMMENTS