sekolah dibuka 2021
Oleh : Anisa septaz | Mahasiswi
Semenjak kemunculan COVID-19 di Indonesia pada awal bulan Maret 2020, seluruh instansi pendidikan diwajibkan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring. Hal ini dilakukan tak lain sebagai bentuk pencegahan terhadap penularan COVID-19.
Hingga akhir November 2020, kurva kasus COVID-19 belum juga landai. Akan tetapi, pemerintah sudah berencana untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara luring atau offline.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyatakan, Komisi X DPR mendukung rencana tersebut dengan beberapa syarat.
"Kami mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan protokol Kesehatan ketat” ujar Huda dalam keterangannya, Jumat (20/11/2020). (m.liputan6.com)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan bahwa "Kebijakan ini berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. Jadi bulan Januari 2021. Jadi daerah dan sekolah sampai sekarang kalau siap tatap muka ingin tatap muka, segera tingkatkan kesiapan untuk laksanakan ini,". (m.cnnindonesia.com)
Sebetulnya, tidak ada yang salah dari sekolah kembali secara laring. Yang menjadi persoalan ialah kesiapan pemerintah dalam menghadapi risiko yang mungkin terjadi. Di satu sisi, pemerintah belum dapat menyelesaikan secara tuntas dan jelas mengenai penanganan kasus COVID-19. Di sisi lain, pemerintah juga membuka risiko besar terhadap penularan COVID-19.
Dalam hal ini, pemerintah seolah rancu dan sektoral dalam melayani urusan rakyat. Tidak ada komando yang jelas mengenai satu aspek dengan aspek lainnya. Seolah aspek kesehatan dan pendidikan merupakan aspek yang berbeda, sehingga pemerintah tidak melayani masyarakat secara keseluruhan.
Tidak ada yang salah dengan pembukaan sekolah. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa kurva kasus COVID-19 terus meningkat. Apakah pemerintah siap untuk menanggung risiko baru mengenai adanya kemungkinan peningkatan kasus setelah sekolah kembali dibuka?
Kasus pandemi juga pernah terjadi pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab. Saat itu, terdapat komando jelas dari khalifah mengenai apa yang seharusnya masyarakat lakukan. Umar Bin Khattab menerapkan aturan merujuk pada hadist Rasulullah “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari).
Penguncian secara ketat dapat menjadi istilah yang mengartikan hadist Rasulullah mengenai peraturan ketika wabah melanda. China, sebagai negara asal penualaran dari COVID-19 telah melakukan penguncian secara ketat hingga kasus COVID-19 sangat berkurang, bahkan hampir nol.
Direktur Institut China di Universitas SOAS London Inggris, mengatakan China memberlakukan penguncian yang paling ketat, sehingga berhasil mencegah wabah.
"China berhasil menahan virus dengan memberlakukan penguncian yang paling ketat dan menjaga agar penguncian terus berjalan sampai mengurangi transmisi lokal menjadi hampir nol.
"Itu diberlakukan secara lokal yang efektif. Penguncian ketika kasus baru muncul dan hampir menutup diri dari pengunjung asing untuk waktu yang sangat lama, wabah saat ini terkendali," katanya. (aceh.tribunnews.com)
Hal ini membuktikan bahwa ketika seluruh aturan Allah yang berasal dari Al-Quran dan As-sunah diterapkan dalam segala aspek, maka bukan hanya manfaat yang didapatkan, tetapi juga rahmat bagi seluruh alam semesta.
Saat ini, sangat sulit menerapkan aturan dari Allah secara menyeluruh (kaffah) sebab ideologi yang diambil bukanlah ideologi islam. Harapan saat ini adalah kembalinya sistem islam dalam bingkai Khilafah 'alaa Minhaj Nubuwwah yang akan menyelesaikan permasalah secara menyeluruh disemua aspek.
Wallahu a'lam bish-shawab
COMMENTS