koruptor covid hukum mati
Pernyataan bombastis Mahfud MD, tentang koruptor dana covid 19 bisa dihukum mati, bisa jadi mengandung kebohongan dan hoax. Nasibnya akan sama denga pernyataan "malaikat masuk ke sistem Indonesia bisa menjadi setan."
Kenapa saya bisa menyimpulkan pernyataan itu mengandung kebohongan dan unsur hoax. Karena beliau adalah profesor hukum bahkan pernah jadi ketua MK. Beliau bukan orang awam dalam sistem hukum di negeri ini. Bisa disebut berbohong karena beliau tahu tak ada pasal di UU Tipikor yang bisa menjerat terdakwa korupsi dengan hukuman mati. Silakan cari secara formal pasal mana yang bisa jaksa mendakwa koruptor dengan hukuman mati. Kecuali Mahmfud MD dalam hal ini pemerintah mengeluarkan Perpu tentang hukuman mati bagi koruptor ditengan bencana covid-19.
Koruptor di negeri ini paling tinggi hanya bisa didakwa pakai Pasal 2 ayat (1) UU tipikor, “(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
Seperti dikuatkan oleh manta juru bicara KPK Febri Diansya dan Profesor Romli Atmasasmita. Jaksa tak bisa mendakwa koruptor dengan hukuman mati. Karena tidak ada landasan hukum formalnya. Lalu apa dasar Mahfud MD mengatakan bisa dihukum mati, mungkin beliau lagi nyusun Perpu hukuman mati kali,,,,hahaha. Harapan seperti punguk merindukan bulan. Ngimpi.
Hukuman mati jangankan dalam kasus korupsi, dalam KUHP yang secara formil tertuang jelas saja diminta dihapus. Karena dalam sistem demokrasi, hukuman mati bertentangan dengan hak hidup seseorang.
Sistem Demokrasi mengharuskan menghilangkan sanksi "hukuman mati" dalam kasus pidana mana pun, termasuk korupsi. Maka uforia hukuman mati dalam kasus korupsi adalah mimpi disiang bolong. Karena itu sudah saja harapan hukuman mati dalam sistem demokrasi.
Berbeda dengan sistem hukum Islam. Pencuri saja bisa dipotong tangannya. Apalagi korupsi di tengah bencana alam. Ketika rakyat kesusahan ekonomi, kesehatan, pendidikan, bahkan banyak yang meninggal dengan wabah ini. Eeeh ini pejabat malah mengkorup uang hak rakyat.
Saya pastikan kalau dalam hukum Islam kasus korupsi dana Bansos, pelakunya bisa dihukum mati. Dalam sistem uqubat (sanksi) Islam, memang kasus korupsi tidak diatur secara detail bentuk hukumannya. Tapi hakim dibolehkan untuk ijtihad menentukan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku korupsi di tengah pandemi. Jadi sistem hukum mana lagi yang lebih baik dari Islam?
Sedangkan firman Allah:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)
#IslamSolusi
#cukupIslam
COMMENTS