Absennya PDIP dari Pilkada Sumatera Barat dan Kota Cilegon juga bukan karena inisiatif PDIP Tetapi karena PDIP 'ditinggalkan' oleh Calon Kepala Daerah
Oleh : Ahmad Khozinudin | Sastrawan PolitikPilkada 2020 adalah 'Rekor' baru bagi PDIP dan Politik tanah air. Sebab, di dua daerah yakni di provinsi Sumatera Barat dan Kota Cilegon PDIP tidak terlibat dalam Pilkada.Absennya PDIP dari Pilkada Sumatera Barat dan Kota Cilegon juga bukan karena inisiatif PDIP. Tetapi karena PDIP 'ditinggalkan' oleh Calon Kepala Daerah (Cakada) yang diusungnya.Di Sumatera Barat, pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sumatera Barat, Mulyadi-Ali Mukhni 'mencerai' PDIP gegara polemik pernyataan Puan Maharani yang berharap masyarakat Sumbar memang mendukung Negara Pancasila. Di kota Cilegon, Rekomendasi PDIP 'diacuhkan'. SK rekomendasi dari PDIP untuk memasangkan kadernya mendampingi calon dari Berkarya, Helldy Agustian tidak dianggap. Helldy lebih memilih tetap berkoalisi dengan PKS dan memilih Sanuji sebagai wakilnya.Baik di Sumbar maupun kota Cilegon, Cakada 'berani' dan santai saja meninggalkan PDIP. Tak khawatir akan dituding Anti Pancasila, anti NKRI, anti acne, anti kuman, Antimo, antingin jrg, dan yang sejenisnya.Selama ini, ada kesan seolah-olah jika ingin pancasilais dukung PDIP. Soal Pancasila yang bagaimana, tidak terdefinisikan.Dengan berbekal mantra 'Aku Pancasila', PDIP merasa paling pancasilais dan merasa berhak menuding hingga mengadili dan menjatuhkan vonis Anti Pancasila kepada yang kontra. Tidak pagi, siang, sore, malam, jualan Pancasila.Padahal, setumpuk problem mendera bangsa Indonesia. Dari soal dekadensi moral, korupsi, problem penegakan hukum, disintegrasi, kemiskinan, pengangguran, penjajahan Kapitalisme global, ancaman kebangkitan komunisme PKI, kolonisasi China, dan masih banyak lagi, tidak pernah dibahas dan dicarikan solusi.Selain sibuk teriak aku Pancasila, pembahasan masalah bangsa juga hanya berputar pada urusan radikal radikul. Yang istilah ini sering digunakan untuk menyerang Islam, memfitnah hafidz, memfitnah pemakmur masjid, memfitnah ulama, hingga memfitnah ajaran Islam.Jadi, jika Cakada saja berani tinggalkan PDIP, apalagi rakyat ? Rakyat, lebih tak memiliki kepentingan untuk terus bersama PDIP. Rakyat bisa mengevaluasi kinerja kepemimpinan politik dibawah kendali PDIP.Terhadap itu, tentu sah bagi rakyat jika memberi penilaian 'merah' kepada partai merah PDIP dan mengevaluasi dukungan. maksudnya, boleh dan sah bagi rakyat meninggalkan PDIP, sebagaimana Cakada di provinsi Sumbar dan kota Cilegon meninggalkan PDIP. [].
COMMENTS