kitab ulama Nusantara tentang Khilafah
Oleh: Arifin Alfatih (Analis Sekolah Peradaban, penulis buku 'Misi Rahasia Mush'ab bin Umair')
Diskursus mengenai Khilafah saat ini menjadi semakin santer diperbincangkan, perdebatan mengenai Khilafah kini telah memasuki babak baru dalam arena pertarungan pemikiran.
Berbagai argumentasi kemudian disampaikan, baik dari pihak yang pro terhadap perjuangan penegakan Khilafah sebagai sistem pemersatu kaum muslimin di seluruh dunia, ataupun dari pihak yang kontra dengan isu penegakan Khilafah Islamiyah.
Namun, sebagai sebuah diskursus dengan dasar argumentasi yang kuat, Khilafah menjadi semakin tak bisa dianulir dalam arena pertarungan.
Sebaliknya argumentasi dari para penolak Khilafah sepertinya selalu tumpul jika diperhadapkan dengan pejuang Khilafah, bahkan tak jarang berakhir dengan persekusi, intimidasi hingga pemenjaraan, satu tanda kekalahan intelektual dari para penolak Khilafah.
Para penolak Khilafah sejak dahulu hingga sekarang selalu berkutat pada argumentasi yang basi namun selalu dihangatkan setiap saat, slogan NKRI harga mati dan pancasila, kesepakatan bersama bla bla bla.. selalu menjadi kata kunci terakhir untuk menutup diskusi lalu kabur.
Sementara terminologi khilafah adalah istilah syariat yang jika diperhadapkan dengan argumentasi-argumentasi di atas jelas tidak nyambung, bagaimana mungkin argumentasi yang bersumber dari wahyu berhadapan dengan argumentasi buatan manusia yang serba terbatas akalnya.
Khilafah, selain didukung oleh fakta normatif dan historis, sejak dahulu dari mulai ulama klasik, kontemporer, hingga modern senantiasa dibahas dalam kitab-kitab yang mereka tulis, sebut saja misalnya Al Mawardi, Al Qurtubhi, Ibnu Khaldun, Imam Ibnu Katsir dan lain-lain.
Ada juga Ulama dan Mujtahid kontemporer hingga modern yang menuliskan dalam kitab mereka mengenai wajibnya menegakkan Khilafah seperti Al 'Allamah Syaikh Taqiyuddin An Nabhani Rahimahullah hingga Prof. Rawwas Qal Ahji dan lain-lain.
Tak ketinggalan, ulama Nusantara juga ternyata turut andil dalam peran penulisan literarur dan pembahasan mengenai Khilafah. Sebelumnya di Nusantara kita mengenal H. Sulaiman Rasyid ulama Nusantara yang mewajibkan Khilafah dalam kitabnya 'Fiqh Islam', ternyata selain H. Sulaiman Rasyid, ada juga ulama Nusantara lainnya yang memiliki pendapat yang sama mengenai kewajiban menegakkan Khilafah.
Tuan Syech Arsjad Thalib Lubis salah seorang tokoh pendiri al-Washliyah, ormas Islam tertua yang lahir di SUMUT, dalam kitab yang ditulisnya dengan judul 'Ilmu Fiqih', pada bab lV tentang 'Hukum Imam A 'Azham' pasal l mengenai kepala negara dan pengangkatannya, di sana beliau menulis:
"Kepala negara Islam disebut Khalifah, artinya pengganti, karena ia berkedudukan sebagai pengganti Nabi S.a.w untuk memelihara dan menjalankan syariat Islam. Ia disebut juga Amirul Mukminin, artinya pemerintah orang-orang mukmin. Dan disebut lagi Imam A' azham, artinya pemimpin yang teragung".
Tuan Syech Arsjad Thalib Lubis juga menulis tentang hukum mengangkat kepala negara bahwa mengangkat Khalifah hukumnya FARDHU KIFAYAH. Lebih jauh beliau juga bicara tentang cara pengangkatan Khalifah baik melalui bai'at, istichlaf, atau syura'.
Tentu saja, ini semakin menjadikan para pejuang Khilafah menjadi kian kokoh lagi teguh dalam pendirian, sebab, mereka memiliki tambahan amunisi dan landasan argumentasi yang valid dari ulama Nusantara lainnya.
Sementara bagi para penolak Khilafah, tidak ada lagi argumentasi lain selain terus menghangatkan apa yang sudah basi dan busuk, dan senjata terakhirnya dengan cara persekusi, intimidasi dan main lapor lagi, itu saja.
COMMENTS