RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki banyak persoalan yang diatur namun juga banyak menuai kritik untuk pasal-pasal yang bermasalah. Berdasarkan hal itu, akhirnya terjadi banyak protes di beberapa wilayah untuk menolak RUU tersebut
Oleh: Iliyyun Novifana, S.Si
RUU Omnibus Law Cipta Kerja memiliki banyak persoalan yang diatur namun juga banyak menuai kritik untuk pasal-pasal yang bermasalah. Berdasarkan hal itu, akhirnya terjadi banyak protes di beberapa wilayah untuk menolak RUU tersebut.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyampaikan ada 9 alasan menolak RUU tersebut diantaranya (1) Hilangnya ketentuan UMR kota/kabupaten, (2) aturan pesangon kualitas rendah dan tanpa kepastian, (3) outsourching semakin mudah, (4) dihapuskannya sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan, (5) jam kerja eksploitatif, (6) karyawan kontrak sulit jadi pegawai tetap, (7) TKA termasuk buruh kasar semakin bebas, (8) mudah melakukan PHK oleh perusahaan, dan (9) hilangnya jamsoskes dan pension.
Berdasar sembilan poin di atas, tidak heran jika pengusaha berharap RUU Omnibus Law Ciptaker segera disahkan sedangkan dari serikat pekerja banyak yang keluar dari tim teknis Omnibus Law yang tujuan awalnya dibentuk oleh Kemenaker untuk mencari jalan keluar atas buntunya pembahasan klaster ketenagakerjaan. Mereka keluar karena tidak ingin menjadi alat legitimasi dan tukang stempel pengesahan RUU.
Kendati demikian terjadi penolakan oleh masyarakat, namun pemerintah tetap menargetkan RUU tersebut rampung bulan Agustus 2020, dengan alasan agar tercipta peluang lapangan pekerjaan karena banyak investasi yang masuk.
Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa keuntungan terbanyak tetaplah milik pengusaha yaitu para investor. Di sisi lain belum ada jaminan pula yang akan bekerja di perusahaan yang mayoritas diinvestori asing tersebut adalah WNI mengingat di poin ke-7 di atas bahwa TKA termasuk buruh kasar semakin bebas. Artinya WNI dan WNA bersaing bebas untuk mendapat pekerjaan. Dengan demikian maka investasi dari negara asing justru semakin memperkuat penguasaan mereka atas negeri ini. Inilah pengaturan dalam sistem kapitalisme. Selama berpegang pada sistem kapitalisme, maka selama itulah yang diuntungkan para pemodalnya.
Dalam Islam, negara membuka lapangan pekerjaan tidak melalui investasi asing. Negaralah yang memberikan modal kepada rakyatnya. Modal yang dimiliki negara didapatkan dari pengelolaan SDA secara mandiri, dan dari pos-pos seperti kharaj, fai', dll. Jika perlu tenaga ahli dari luar negeri, maka akadnya adalah sebagai pekerja bukan investor, sehingga tidak memberi peluang bagi negara asing menguasai negeri sendiri.
COMMENTS