Jadilah padi yang berisi, berilmu, berakhlak, memiliki perbendaharaan amal yang cukup untuk kembali ke kampung akhirat. Jadilah rumpun bambu, yang selalu berada di sekeliling rimbunan, disekeliling jamaah. Sebab, sekuat apapun dirimu, engkau tak akan mampu menerjang badai hingga menahan tiupan angin dalam keadaan sendirian.
Oleh : Ahmad Khozinudin | Sastrawan Politik
Menuntut ilmu itu pada yang alim, belajar itu pada yang faqih, itu kaidah umumnya. Namun, kaidah ini bukan berarti menghalangi seseorang menuntut kebajikan, khususnya mencari hikmah dan teladan pada yang awam. Sebab, hikmah dan teladan boleh jadi ditemukan dari mereka yang awam.
Bukan hanya yang awam, bahkan hikmah dan teladan bisa diperoleh dari yang tidak berakal. Mungkin kita bertanya, kenapa bisa makhluk tidak berakal, yang tentunya tak dapat menyimpan atau memiliki perbendaharaan ilmu, bisa diambil hikmah dan dijadikan teladan ?
Mari kita simak kisah berikut,
Suatu ketika, seorang Sufi ternama bernama Ibnu Bashad yang hidup pada abad ke 10 Hijriyah, ia dan sahabat-sahabatnya sedang duduk santai melepas lelah di atas atap sebuah masjid di kota Kairo sambil menikmati makan malam. Ketika seekor kucing melewatinya, Ibnu Bashad memberi sepotong daging kepada kucing itu.
Namun tak berapa lama kemudian kucing itu kembali lagi. Setelah memberinya potongan yang kedua, diam-diam Ibnu Bashad mengikuti ke arah kucing itu pergi. Hingga akhirnya ia sampai disebuah atap rumah kumuh dan didapatinya si kucing tadi sedang menyodorkan sepotong daging yang diberikan Ibnu Bashad kepada kucing lain yang buta kedua matanya. Masya Allaah.
Peristiwa ini sangat menyentuh hatinya hingga ia menjadi seorang sufi sampai ajal menjemputnya pada tahun 1067.
Begitulah hikmah dan teladan, tentang memuliakan dan mengutamakan orang lain yang lebih membutuhkan ketimbang dirinya sendiri, yang hikmah dan teladan ini bisa dipetik dari kisah sang kucing, makhluk yang tidak berakal, yang tak memiliki perbendaharaan ilmu.
Kita juga temukan, tidak jarang bahkan sering, seseorang yang baru berhimpun dalam jamaah dakwah, baru merengkuh dan mengenyam beberapa perbendaharaan ilmu, baru mengenal kewajiban dakwah, namun begitu bersemangat berdakwah, melebihi mereka yang telah bertahun-tahun mengarungi samudera dakwah.
Kita juga dapati, beberapa orang yang masuk kedalam agama ini, Allah SWT karuniakan petunjuk sehingga memeluk Islam, begitu bersemangat menyampaikan risalah Islam, meskipun pengetahuannya baru beberapa ayat. Terkadang, semangatnya melebihi orang lain yang telah memeluk akidah Islam sejak lahirnya.
Boleh jadi, orang yang baru berhimpun dalam jamaah dakwah, orang yang baru memeluk akidah Islam, adalah orang dengan kadar pengetahuan yang awam. Namun, bukan mustahil dari orang awam inilah, lautan ilmu hikmah dan teladan, bisa kita peroleh.
Kita bisa saksikan, tidak sedikit orang yang dipunggungnya memanggul gunungan ilmu, namun kesehariannya dia tak lebih hanya melakukan aktivitas seonggok amal.
Ada juga, lautan ilmu yang telah diarunginya, bukan membuatnya semakin mengenal Allah SWT, semakin taat kepada Allah SWT, semakin memuliakan manusia, semakin tawadlu dan rendah hati. Dia justru bertumbuh menjadi keledai sombong, yang dengan ringkikannya, dia merasa suaranya paling merdu dari makhluk sejagat.
Wahai saudaraku, keutamaan manusia dimata Allah SWT bukanlah diukur dari perbendaharaan ilmu, juga bukan dari perbendaharaan harta. Manusia paling mulia dimata Allah SWT adalah yang paling bertaqwa.
Jangan sibuk mengoreksi apalagi mencela amalan dakwah sesama pengemba dakwah, atau amalan ketaatan sesama saudara seiman. Sibukkan diri dengan ketaatan, dan rasa rendah akan pengetahuan sehingga tiada waktu tersisa selain untuk menuntut ilmu.
Abaikan saja, mereka yang mengaku berilmu, tapi tanpa ilmu merendahkan dakwah saudara seiman, bungkam terhadap kezaliman penguasa. Mereka, begitu garang mengoreksi kekurangan penuntut ilmu, tapi diam pada kezaliman penguasa.
Padahal, ilmu dibenaknya tak membenarkan kezaliman, pengetahuannya menuntutnya untuk melakukan Muhasabah Lil Hukam. Mengoreksi penguasa.
Mereka, justru sibuk mencela aktivitas dakwah, aktivitas untuk mengembalikan Syariah dan Khilafah. Mereka, memiliki segudang ilmu namun ilmu itu tiada berfaedah, apalagi bisa menjadi hikmah untuk dijadikan sebagai teladan.
Muliakan setiap manusia, tinggikan derajat orang yang berilmu, bukalah diri untuk belajar dari yang awam. Sebab, kebajikan, hikmah dan teladan boleh jadi justru diperoleh dari mereka yang kita anggap awam.
Jangan sombong, menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Apalagi, jangan-jangan ilmu kita justru lebih rendah dari orang yang dianggap cela ?
Sebaik-baik rumpun itu rumpun padi, semakin berisi semakin tunduk. Sekuat kuat rumpun itu rumpun bambu, karena kuat menahan hempasan angin bersama rerimbunannya.
Jadilah padi yang berisi, berilmu, berakhlak, memiliki perbendaharaan amal yang cukup untuk kembali ke kampung akhirat. Jadilah rumpun bambu, yang selalu berada di sekeliling rimbunan, disekeliling jamaah. Sebab, sekuat apapun dirimu, engkau tak akan mampu menerjang badai hingga menahan tiupan angin dalam keadaan sendirian. [].
COMMENTS