Tere liye penulis novel "Negeri Para Bedebah", "Negeri Di Ujung Tanduk", dan yang terbaru, "Selamat Tinggal."
Jika di negara lain, koruptor hidup enak. Pejabat negaranya sibuk mikirin gimana cara ngasih remisi, potongan tahanan, sel penjara istimewa, bisa halan2 ke hotel, nonton dsbgnya, bahkan pejabat sibuk memikirkan bagaimana membebaskan koruptor dengan berbagai cara, di Indonesia, tidak sama sekali. Koruptor gigit jari. Karena Indonesia punya Pancasila.
Jika di negara lain, rakyatnya harus membeli barang, produk yang lebih mahal dibanding harga dunia. BUMN-nya untung puluhan trilyun, direksi, komisarisnya digaji puluhan milyar, rakyatnya sengsara beli itu produk, maka berbeda dengan di Indonesia, tidak sama sekali. Di sini, semua barang, produk yang dikuasai negara gratis. Karena Indonesia punya Pancasila.
Jika di negara lain, rakyatnya harus bayar pajak, dipotong ini, di potong itu gajinya; eeeh, masih disuruh iuran jaminan kesehatan pula, eeeh, pas mau dipakai ternyata zonk saja. Maka di Indonesia sungguh tidak. Di sini, rakyat mendapatkan jaminan kesehatan gratis, pelayanan terbaik, service paling bagus. Jangan tanya soal drama iuran naik, turun, naik lagi, kagak ada rumusnya di sini. Karena Indonesia punya Pancasila.
Jika di negara lain, rakyatnya harus mengemis perlindungan hukum, keadilan, dsbgnya. Rakyatnya harus memohon agar haknya dilindungi, keadilan ditegakkan. Maka di Indonesia sungguh tidak. Di sini, buku bajakan tidak ada, produk2 bajakan, drama, serial, film bajakan, software, game, dll bajakan sungguh tidak ada. Penegak hukum sangat mulia, bekerja dengan semprul-na, eh sempurna. Karena Indonesia punya Pancasila, setiap silanya benar2 menginspirasi penegak hukum.
Jika di negara lain, jabatan BUMN dibagikan ke kader2 partai, tim gubernur dibagikan utk pendukung2nya, proyek2 diluncurkan, trilyunan lempar sana, lempar sini, elit2 tertentu yg menikmati, maka di Indonesia tidak dong. Tidak ada rumusnya KKN model begini. Lihatlah, semua direksi dan komisaris BUMN adalah profesional. Tidak ada satupun kader partai, teman pejabat, atau ucapan terimakasih. Karena Indonesia punya Pancasila.
Jika di negara lain, diskusi sensitif dikit2 diintimidasi, kritik sedikit langsung di bully, nanya sedikit langsung dihabisi oleh netizen2 baperan (yang padahal lapor SPT saja nggak pernah), maka di Indonesia tidak dong. Karena kita punya Pancasila. Di sini kebebasan bersuara, berserikat, berpendapat sangat hebat.
Jika di negara lain warga susah payah dapat e-KTP, eh itu penduduk asing malah punya e-KTP dgn mudahnya. Warga ribetnya minta ampun mengurus surat-menyurat yg padahal adalah haknya. Maka di Indonesia jelas tidak dong. Di sini, bahkan sebelum kalian niat mau bikin e-KTP, itu e-KTP sudah jadi duluan. Karena semua aparat, birokrasi benar2 terinspirasi dari Pancasila.
Sungguh, tidak ada dasar negara sesakti Pancasila.
Hanya di negara lain saja, yg butuh hari kelahiran dasar negaranya, lantas sibuk bikin, "Saya anu, dan saya anu." Lebih mirip untuk cari muka, biar besok2 dapat ehem jabatan dan posisi mantap terus. Di Indonesia tidak. Ketika karyawan2 BUMN, pegawai2 lembaga, dll disuruh untuk "Saya Ferguso, dan Saya Pancasila", itu sungguh karena bos2 BUMN, lembaga2, dsbgnya ini memang sangat Pancasila sekali. Merekalah penjaga tinggi, ksatria terbaik, patriot terhebat yg sungguh bekerja demi uang, eh demi bangsa dan negara. Dijamin, bahkan jika mereka tidak digaji sama sekali, mereka tetap rela bekerja siang dan malam.
Sementara rakyat, yang setiap jengkal hidupnya dipajakin, besok lusa anak cucu-nya harus bayar hutang menggunung, mereka sih, sampah tak berguna jika coba2 mengkritik negara. Buang sana ke Mars! Sampah kok sok ngaku2 Pancasila.
Tabik.
*Tere Liye
**penulis novel "Negeri Para Bedebah", "Negeri Di Ujung Tanduk", dan yang terbaru, "Selamat Tinggal."
COMMENTS