Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Revowriter Waringin Kurung) " Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada ...
Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Revowriter Waringin Kurung)
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran : 104)
Demokrasi sebagai suatu sistem bagian dari Kapitalisme, asasnya adalah sekulerisme yaitu pemisahan agama dengan kehidupan. Jargon yang terkenal dalam demokrasi adalah kebebasan, di antaranya kebebasan berpendapat. Indonesia yang katanya sebagai negara paling demokratis harusnya menjamin kebebasan berpendapat atau menampung aspirasi rakyat.
Tapi sayang, yang dilihat hanya aspirasi yang pro terhadap rezim yang ditampung karena dibutuhkan oleh sistem. Misalnya, dilansir oleh CNN Indonesia, presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengguyur dana Rp72 miliar untuk influencer. Bayaran untuk influencer diharapkan mampu menangkal dampak virus corona terhadap sektor pariwisata Indonesia. (26/02/20).
Influencer adalah orang yang bisa memberi pengaruh di masyarakat. Di era saat ini, influencer banyak berseliweran di media sosial, seperti youtuber, selebgram, selebtwit, beautyblogger, travelblogger dan key opinion leader. Mereka diarahakan untuk membantu menyebarkan kebijakan yang pro terhadap pemerintah dengan bayaran yang tidak sedikit. Pertanyaannya mengapa tidak menjadikan umat Islam yang mencoba memberi solusi Islam sebagai influencer, jelas tawaran solusinya adalah aturan Allah Swt.
Ternyata, solusi dari Islam bertentangan dengan keinginan hawa nafsu manusia yang serakah cinta dunia. Sehingga bukan menjadikan mereka yang menawarkan solusi Islam sebagai influencer melainkan sebagai musuh. Aneh memang, muslim tapi phobia terhadap aturan Islam. Muslim, tapi benci terhadap sesama muslim yang memiliki niat baik untuk menyelamatkan negeri ini dari cengkraman asing, aseng dan penjajah.
Realitanya, umat Islam yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang dzalim diberangus. Jika lewat sosmed terjerat UU ITE, jika di hadapan umum diduga telah melakukan hal yang tidak baik. Bagi para pembawa kebenaran, misalnya ulama dalam sistem demokrasi dipersekusi dan kriminalisasi hal biasa. Bahkan ajaran Islam sendiri dikriminalisasi. Padahal jika kembali pada jargon demokrasi menjamin kebebasan di antaranya kebebasan berpendapat, seharusnya hal ini tidak terjadi. Apakah demokrasi hanya menjadi alat bagi kepentingan tertentu atas nama kebebasan?
Di dalam Islam, menyampaikan aspirasi atau amar makruf nahi Munkar adalah hal yang diperintahkan. Karena khilafah yang dipimpin oleh Khalifah adalah sistem kemanusiaan, maksudnya ada kemungkinan melakukan kesalahan maka hendaknya ada aktifitas amar makruf nahi munkar. Banyak sekali dalil Al Quran dan As Sunnah tentang perintah ini, misalnya QS.Ali Imron: 104.
Menampakkan aspirasi, kebenaran dan amar makruf nahi Munkar dijamin dalam sistem Islam. Karena suasana yang dibangun adalah keimanan. Khalifah menunaikan kewajiban mengurus umat semata-mata melaksanakan perintah Allah Swt, bahwa pemimpin ibarat penggembala yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Mengurus urusan rakyat mulai dari kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) dan kebutuhan kolektif (pendidikan, keamanan dan kesehatan).
Jika negara dzalim atau melanggar Syariah maka harus ada yang mengingatkan, baik umat, bagian dari sistem pemerintahan, organisasi Islam dan majlis umat. Aspirasi ditampung oleh majlis umat, Majlis umat di luar sistem pemerintahan Islam yang memiliki fungsi sebagai penyalur aspirasi dan muhasabah terhadap Khalifah. Tidak ada pilih kasih dan sebagainya karena semua berjalan di atas rel keimanan dan semata-mata melaksanakan syariah.
Hanya Islam sistem yang paripurna, lengkap dan sempurna aturannya karena dari sang Khalik pencipta alam semesta yang mengetahui apa yang terbaik bagi ciptaannya. Tidakkah rindu aturanNya diterapkan di muka bumi ini sebagai rahmat bagi seluruh alam?.
Allahu A'lam Bi Ash Shawab.
COMMENTS