Profesor Suteki
[Catatan Hukum Atas Ditolaknya Gugatan TUN Prof Suteki]
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Ketua LBH Pelita Umat
Akhirnya Palu hakim diketok, Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara antara Prof Suteki melawan Rektor Undip telah diputus hari ini (Rabu, 11/12). Amar putusan hakim, telah memutus perkara dengan menolak Gugatan yang diajukan Prof Suteki.
Majelis Hakim berpendapat, baik secara kewenangan, prosedur dan substansi, SK zalim yang diterbitkan oleh Rektor Undip telah memenuhi ketentuan perundangan. Produk TUN berupa Keputusan Rektor UNDIP No. 586/UN7.P/KP/2018 Tentang Pemberhentian Dari Jabatan Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dan Ketua Senat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Tanggal 28 November 2018, dianggap telah memenuhi syarat asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Semua argumentasi dan bukti yang diajukan oleh Prof Suteki dikesampingkan. Karenanya, Palu Hakim pengadilan telah mengokohkan SK zalim yang diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dalam hal ini Prof Yos Johan Utama, Rektor Undip.
Sedari awal siapapun tak memiliki argurmentasi untuk membenarkan tindakan Rektor yang memberikan sanksi kepada Prof Suteki atas tudingan anti Pancasila, anti NKRI dan tidak setia kepada Pemerintah. Sebab, dasarnya adalah tindakan Prof suteki yang sedang meruhanikan ilmu, mengabdi kepada masyarakat, mengunggah nilai-nilai luhur tentang kebenaran dan keadilan didalam mimbar pengadilan yakni di sidang uji materi Perppu ormas di Mahkamah konstitusi dan menjadi ahli di peradilan TUN Jakarta.
Namun sedari awal semua orang juga telah menginsyafi bagaimana corak hukum yang diberlakukan di negeri ini. Hukum tak lagi memihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan, hukum telah menjadi corong kekuasaan, alat represif berdalih konstitusi.
Karenanya, penulis tidak merasa kaget mendengar kabar dari amar putusan yang dibacakan majelis hakim PTUN Semarang. Meminjam adagium yang pernah dipopulerkan Prof Yusril Ihza Mahendra, bahwa "Segudang ilmu pengetahuan akan dikalahkan oleh sejumput kekuasaan". Rasanya, adagium ini tepat untuk menggambarkan kasus yang menimpa Prof Suteki.
Putusan yang dibacakan semakin mengkonfirmasi betapa berat dan sulitnya mencari keadilan di negeri ini. Jangankan oleh awam, orang yang menyandang gelar Guru Besar Hukum, pengajar Pancasila seperti Prof Suteki saja nyatanya juga dikalahkan. Tak ada sisa keadilan yang bisa diselamatkan.
Putusan ini adalah ironi sekaligus alienasi bagi para pencari keadilan. Putusan ini, membuat semua pihak akan mengabaikan untuk menempuh upaya hukum dan lebih memilih mengalah mendapat penzaliman atau bagi yang tak kuasa memendam amarah, lebih baik memilih hukum rimba ketimbang membawa perkara ke pengadilan. Semoga saja hal ini tidak terjadi.
Terlepas dari itu semua, Prof Suteki sejatinya telah menang. Prof Suteki telah memenangi hati masyarakat yang telah memberi vonis dukungan dan pembelaan kepada beliau.
Riuh dan berguncangnya jagat sosmed yang banjir ucapan dukungan dan pembelaan, trending topic Twitter yang menggunjingkan SK zalim rektor Undip, komentar tokoh dan banyaknya artikel lepas yang memihak kepada Prof Suteki, membuktikan bahwa Prof Suteki telah memenangi hati masyarakat.
Prof Suteki juga telah memenangi dirinya, mampu menundukan nafsunya untuk terus konsisten menyuarakan kebenaran, berprinsip kokoh membela keadilan. Apa yang dilakukan Prof Suteki adalah tindakan langka, sebuah seruan Agung tentang pentingnya aktivitas meruhanikan ilmu, ditengah mayoritas kaum intelektual, insan akademis yang nalar dan nalurinya terpenjara oleh represifme rezim.
Kepada Prof Suteki tetaplah sabar, tetaplah bahagia berada dalam kesabaran dan bangga bersikap teguh diatas nilai kebenaran. Setiap jiwa akan menorehkan Legacy hidup, untuk dikenang anak cucu, bahkan kelak akan menjadi sejarah bangsa.
Teruslah ikhtiar untuk melawan kezaliman, bukan untuk mendapat uluran tangan kekuasaan yang kemudian menaruh iba dan memberikan kemenangan pada peradilan tingkat selanjutnya. Tetapi tetaplah teguh dan terus melawan, karena prinsip, dan agar kami tetap memiliki figur profesor panutan, yang konsisten meruhanikan ilmu, menyatakan yang hak adalah hak dan yang bathil adalah batil.
Barakallah. [].
COMMENTS