Oleh : Nasrudin Joha Merasa narasi radialisme rezim mendapat perlawanan sengit dari umat Islam, karena narasi itu ditujukan hanya...
Oleh : Nasrudin Joha
Merasa narasi radialisme rezim mendapat perlawanan sengit dari umat Islam, karena narasi itu ditujukan hanya kepada umat Islam, Jokowi mengusulkan mengganti istilah. Narasi radikalisme diubah menjadi manipulator agama.
Pernyataan Jokowi ini menunjukan keputusasaan rezim menghambat laju kebangkitan Islam dan Ghiroh umat ini untuk membela agamanya. Jokowi paham, setelah mampu menekuk partai dengan komitmen rekonsiliasi dan bagi-bagi kursi, lawan rezim tinggal umat Islam.
Narasi manipulator agama juga hanya ditujukan kepada umat Islam. Karena hanya agama Islam yang mengajarkan dakwah amar Ma'ruf nahi munkar. Ajaran agama diluar Islam, tidak ada yang membahayakan rezim karena tidak pernah memiliki perhatian terhadap jalannya roda kekuasaan.
Tinggal tersisa elemen umat Islam yang akan terus mengawasi jalannya pemerintahan, dan keadaan ini membuat rezim tak bisa leluasa mengeluarkan kebijakan zalim meskipun telah disokong penuh oleh DPR dan partai yang telah menjadi bagian rezim. Fungsi kontrol DPR yang lumpuh tak membuat rezim merasa aman, karena masih ada komponen umat Islam yang akan terus konsisten melakukan muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa) dan terus menjalankan dakwah amar Ma'ruf nahi munkar.
Adapun statement Jokowi yang meminta nomenklatur radikalisme menjadi manipulator agama, hal ini justru menyingkap agenda jahat dibalik narasi perang melawan radikalisme yaitu :
Pertama, manipulator agama ini jelas hanya ditujukan kepada agama Islam karena selama ini yang dituding sebagai 'manipulator agama' adalah ustadz atau ulama yang konsisten menyampaikan hadits atau ayat yang dituding rezim sebagai ayat atau hadits sensitif. Keadaan ini menunjukan secara tegas, memang rezim sedang membuka FRONT untuk menghalangi kebangkitan umat Islam.
Kedua, maksud manipulasi agama bisa dipahami sebagai usaha ulama dan umat ini untuk terus mengontrol jalannya roda pemerintahan, melakukan muhasabah lil hukam, melaksanakan dakwah amar Ma'ruf nahi munkar, berdasarkan perintah agama melalui istimbath dari dalil-dalil agama.
Karenanya wajar, dalil-dalil agama itu akan diperiksa dan diferifikasi ulang oleh rezim dengan parameter 'sensitif'. Dalil yang dianggap sensitif oleh rezim yakni yang menentang kezaliman rezim akan diberangus, sementara dalil yang menyeru ketaatan pada penguasa, menjilat pada rezim akan lolos seleksi dan diumumkan sebagai dalil yang tdk termasuk mengandung muatan sensitif.
Ketiga, langkah mengunggah narasi manipulator agama adalah tindakan Sekulerisme paling radikal karena tujuan akhirnya adalah ingin memisahkan umat ini dari agamanya. Siapapun yang masih terikat dengan Islam, berpegang pada dalil, konsisten taat dan merujuk pada Al Quran dan as Sunnah dan menyampaikannya kepada umat akan mendapat cap 'manipulator agama'.
Inilah rezim sekuler paling radikal, yang tak hanya ingin memisahkan umat ini dari Islam dalam urusan negara bahkan ingin memisahkan umat Islam ini dengan ulama dan masjidnya. Satu tindakan kaum sekuler paling radikal yang belum pernah terjadi pada rezim sekuler sebelumnya.
Padahal, kalau mau jujur yang dimaksud manipulator agama itu adalah orang yang sibuk kampanye menggunakan dalil agama, tapi setelah menjadi penguasa mencampakkan nilai-nilai agama. Manipulator agama dalam orang yang sibuk selvie sholat saat kampanye Pilpres, sibuk mengumbar sedang puasa Sunnah, tapi setelah berkuasa justru memburu dan mempersekusi ulama.
Manipulator agama adalah orang yang menolak syariah Islam, menolak jihad, menolak khilafah tapi begitu ngiler melihat dana haji dan zakat. Manipulator agama itu adalah orang yang menyalahgunakan wewenang, menggunakan dana haji milik umat yang akadnya untuk ibadah haji, dialihkan untuk membiayai proyek infrastruktur. Inilah, SOSOK MANIPULATOR AGAMA SEJATI. [].
COMMENTS