Secara provokatif, admin blog muslimoderat.net menyebut para kritikus dengan sebutan buruk "juhala" dan "sufaha", pada...
Secara provokatif, admin blog muslimoderat.net menyebut para kritikus dengan sebutan buruk "juhala" dan "sufaha", padahal katanya punya sikap manis "menjaga perasaan" non muslim tak boleh disebut kafir, kok pada kaum Muslim yang kritikus begitu kata-katanya?
Ana jawab: kalau alasan penolakan istilah "kafir" itu adalah ini:
=========
Terminologi dalam Kitab Fikih kita ada Darul Islam dan Darul Kuffar. Sementara warga negara yang terdapat dalam Darul Islam ada beberapa sebutan:
1. Kafir Harbi, yaitu orang yang memerangi umat Islam dan boleh diperangi
2. Kafir Dzimmi, orang yang membayar jizyah untuk mendapatkan perlindungan. Tidak boleh diperangi.
3. Kafir Mu'ahad, orang yang melakukan perjanjian damai dalam beberapa tahun. Tidak boleh diperangi.
4. Kafir Musta'min, orang yang meminta perlindungan. Tidak boleh diperangi.
Yang dimaksud keputusan Munas NU bahwa Non Muslim di Indonesia tidak ada yang memenuhi kriteria tersebut. Sehingga disebut warga negara dalam nation state.
Dalam konteks sosial kemasyarakatan seorang muslim semestinya tidak memanggil non muslim dengan panggilan yang sensitif 'Hai Kafir', seiring dalam ranah akidah Islam tetap mantap menganggap mereka sebagai kafir atau orang yang tidak beriman.
=========
Qultu:
Kaum Muslim memang tidak boleh sembarang menggunakan istilah-istilah dalam terminologi fikih tersebut. Misalnya, mereka yang "non muslim" memang tidak disebut "kafir dzimmah" karena tidak ada Daulah Islamiyyah yang melegitimasi status dzimmah pada orang kafir yang tunduk dan membayar jizyah.
Namun, istilah "kafir" tanpa embel-embel "dzimmah" tetap relevan disematkan kepada mereka yang kufur terhadap Islam. Jadi jika alasannya adalah ketidakcocokan status hukum mereka dengan terminologi dalam kitab fikih, maka istilah "kafir" tetap relevan sebagai istilah yang disematkan kepada mereka dalam persepektif teologis dan fikih sekaligus, coba kaji kitab-kitab para ulama menyoal "tasmiyyat al-kafir".
Jangan sembarang menuduh kritikus "juhala" dan "sufaha", mengingat di luar sana, banyak tokoh ulama dan da'i yang juga tak setuju otak-atik istilah ini. Jelas rawan mengaburkan istilah pakem dalam Islam.
Kalau alasannya secara sosial istilah "kafir" bisa menyakiti non muslim, hingga diklaim harus diganti dengan sebutan "non muslim" atau "muwathin" (warga negara), maka itu alasan yang diada-adakan. Bukankah istilah "domba tersesat" pun digunakan oleh mereka yang kafir? Untuk mereka yang tidak mengimani agama mereka.
Dampak dari pengaburan istilah "kafir" dengan "non muslim" dan "muwathin" itu berpotensi membuka pintu pengaburan banyak istilah pakem dalam Islam. Jadi sudahlah, jangan membingungkan kaum Muslim dengan beragam istilah, seperti sebelumnya "Islam Nusantara".
Adapun dalih yang digunakan dengan maqalah ini:
وَفِي الْقُنْيَةِ مِنْ بَابِ الِاسْتِحْلَالِ وَرَدِّ الْمَظَالِمِ لَوْ قَالَ لِيَهُودِيٍّ أَوْ مَجُوسِيٍّ يَا كَافِرُ يَأْثَمُ إنْ شَقَّ عَلَيْهِ. اهـ. وَمُقْتَضَاهُ أَنْ يُعَزَّرَ لِارْتِكَابِهِ مَا أَوْجَبَ الْإِثْمَ. البحر الرائق، ٥/ ٤٧.
Artinya: "Dalam kitab Al Qunyah dari Bab Al Istihlal dan Raddul Madhalim terdapat keterangan: "Andaikan seseorang berkata kepada Yahudi atau Majusi: 'Hai Kafir', maka ia berdosa jika ucapan itu berat baginya (menyinggungnya). Konsekuensinya, pelakunya seharusnya ditakzir karena melakukan tindakan yang membuatnya berdosa." (Dikutip dari kitab Al Bahrur Raiq, Juz 5 halaman 47).
Dinukil oleh muslimoderat.net, tidak relevan dengan realitas kaum Muslim saat ini, karena konteks maqalah ini berkaitan dengan vonis yang bernada merendahkan, menghina. Memangnya al-Qur'an, al-Sunnah dan para ulama serta du'at yang menggunakan istilah "kafir" dan membahasnya dalam forum-forum (tertutup atau terbuka) sedang memanggil orang kafir untuk menghina mereka? Kan tidak, anehnya maqalah ini dibawa secara luas dalam konteks sosial kemasyarakatan.
Di sisi lain, ironis jika pada saat yang sama alasan "menjaga perasaan" tidak diamalkan untuk menjaga perasaan orang-orang beriman yang mereka stigma negatif "radikal", dan ajaran Islam yang diembannya dengan stigma negatif "radikalisme".
Afala ya'qilun?
Sumber Irvan Abu Naveed
COMMENTS